5 Sep
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Siapa Abu Darda’ -Part 1-
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Disebutkan dalam artikel sebelumnya (klik di sini) bahwa salah seorang shahabat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang paling tinggi ilmu dan sering dimintai fatwanya adalah Abu Darda’ Rodhiyallah ‘anhu.
Artikel berikut kami cuplikkan secara ringkas dari Kitab Shuwar Min Hayatish Shohabah karya DR. ‘Abdur Rohman Al Basyaa Rohimahullah.
Mudah-mudahan dengan membaca kisah hidup salah satu anggota generasi terbaik ini kita lebih semangat berilmu dan beramal.
“Nama beliau adalah ‘Uwaimir bin Malik Al Khojrojiy, kunyahnya Abu Darda’. Terbangun dari tidurnya di pagi hari. Dia berjalan menuju berhalanya yang ditempatkannya di sebuah tempat yang paling mulia yang ada di rumahnya. Kemudian dia memulikannya dan melumurinya dengan minyak wangi terbaik dari perniagaannya yang besar. Kemudian dipakaikannya kain baru yang terbuat dari sutra mahal, pemberian salah seorang pedangang yang datang dari Yaman”.
Faidah :
Kalaulah orang yang masih musyrik saja mampu bangun untuk beribadah kepada berhalanya di pagi buta maka apatah lagi kita yang sudah memeluk Islam, pantaskah kita bermalas-malasan bangun subuh untuk menghadap Sang Pencipta.
“Manakala matahari mulai menyingsing, maka Abu Darda’ menginggalkan rumahnya menuju tempat perniagaannya. Ketika dia melihat-lihat Yatsrib (Madinah) dan jalan-jalanya yang dipenuhi para pengikut Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang baru tiba dari perang Badar. Dia berada di depan tawanan dari Quraisy. Lantas dia berpaling dari mereka namun kemudian dia berpaling menghadapkan dirinya ke seorang pemuda dari Khozroj. Dia bertanya kepadanya tentang ‘Abdullah bin Rowahah. Lantas pemuda dari Khozroj itu menjawab, ‘Dia telah berperang di medan laga dengan sangat baik, pulang dalam keadaan selamat dan meraih harta rampasan perang’. Anak muda ini menenangkan Abu Darda’”.
Faidah :
Kalaulah kabar orang yang bukan saudara seagama kita ramah dan mampu beradab (menanyakan kabarnya), lantas mengapa lisan kita terkadang kelu untuk bersahaja dengan saudara kita seagama…
“Anak muda tadi tidak merasa aneh dengan pertanyaan Abu Darda’ tentang ‘Abdullah bin Rowahah. Karena dia tahu bahwa terjalin persaudaraan antar keduanya di masa jahiliyah. Ketika Islam datang maka ‘Abdullah pun menyambutnya sedangkan Abu Darda’ berpaling darinya”.
“Akan tetapi hal tersebut tidak memutuskan jalinan persaudaraan kedua lelaki karena ‘Abdullah bin Rowahah sering mengunjunginya. Ketika ‘Abdullah bin Rowahah singgah di rumah Abu Darda’ maka dia pun mengajaknya masuk Islam, mendorongnya agar masuk Islam. Beliau menyayangkan hari-hari dimana Abu Darda’ menghabisan umurnya namun masih dalam keadaan musyrik”.
Faidah :
Lihatlah bukti tulusnya cinta akan persahabatan dan tali persaudaraan adalah engkau menginginkan kebaikan untuk saudaramu. Sebaik-baik tanda cinta ingin mendekatkan surga kepada saudaramu dan menjauhkannya dari neraka.
“Tibalah Abu Darda’ di tempat perniagaannya. Kemudian dia duduk di kursinya yang tinggi mulai berniaga, memerintah dan melarang pekerjanya…
Abu Darda’ tidak tahu sesuatu yang terjadi di rumahnya… Di waktu yang sama ‘Abdullah bin Rowahah bergegas ke rumah shahabatnya. Abu Darda’. Dia sungguh telah berazam untuk melakukan suatu misi…”.
Faidah :
Metode dakwah berbeda-beda sesuai keadaan mad’u (orang yang didakwahi).
“Ketika ‘Abdullah bin Rowahah tiba di rumahnya Abu Darda’, dia melihat pintunya terbuka dan Ummu Darda’ ada di halaman rumahnya. Lantas ‘Abdullah bin Rowahah berkata, “Assalamu’alaikum, Wahai Hamba Perempuan Allah”. Kemudian dia menjawab, “Wa’alaikas Salam wahai Saudara Abu Darda”.
‘Abdullah bertanya, “Dimana Abu Darda’ ?” Dia menjawab, “Pergi ke tempat perniagaannya, tak lama lagi dia akan pulang”. ‘Abdullah bertanya, “Boleh aku masuk ?” Dia menjawab, “Silahkan dengan senang hati”. Kemudian dia mempersilakan jalan dan mengarahkannya ke kamarnya kemudian dia sibuk mengurus urusan rumah tangganya dan mengasuh anak-anaknya”.
“’Abdullah bin Rowahah masuk ke kamarnya Abu Darda’ dimana Abu Darda’ meletakkann berhala. Kemudian ‘Abdullah bin Rowahah mengeluarkan kapaknya yang dia bawa bersamanya. Kemudian dia menghantamkan kapaknya ke berhala tersebut dan mencincangnya serta berkata, “Ketahuilah bahwa semua sesembahan yang disembah bersama Allah adalah bathil…. Ketahuilah bahwa semua sesembahan yang disembah bersama Allah adalah bathil….”. setelah itu ‘Abdullah pun pergi”.
To Be Continued Insya Allah……..
Rantauprapat, Ketika Piket
17 Dzul Qo’dah 1436 H / 1 September 2015 M
Aditya Budiman bin Usman
One Comment ( ikut berdiskusi? )
Leave a Reply