Ketika Musibah Menguji Kesabaran

30 Jan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Ketika Musibah Menguji Kesabaran

Alhamdulillah wa shollatu wa sallamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi ajma’ain.

Cobaan demi cobaan senantiasa menerpa diri seorang muslim. Kita telah melihat dalam waktu dekat ini betapa negeri ini tak henti-hentinya dirundung musibah. Banjir, gunung meletus bahkan terakhir gempa bumi.

Sebagai muslim yang dibekali akal pikiran untuk memikirkan tanda-tanda yang diberikan Allah ‘Azza wa Jalla berupa peringatan. Maka sudah sepantasnya kita mengambil faidah dari sekian banyak kejadian ini. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal keadaan kalian”. (QS. Muhammad [47] : 31)

Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,

فقال: { وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ } أي: نختبر إيمانكم وصبركم،

“Allah Ta’ala berfirman, (وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ) : Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu yaitu Kami (Allah) akan menguji iman dan kesabaran kamu”[1].

Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,

{ وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ } أي: ولنختبرنكم بالأوامر والنواهي،

“(Allah Ta’ala berfirman, (وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ) : Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu yaitu Kami (Allah) akan benar-benar menguji kalian dengan perintah-perintah dan larangan-larangan”[2].

Sedangkan penulis Kitab Jalalain Rohimahumallah,

نختبرنَّكم بالجهاد و غيره

“Sungguh benar-benar Kami (Allah) akan menguji kalian dengan perintah jihad dan selainnya”[3].

Dari berbagai keterangan ulama tafsir di atas dapat kita simpulkan bahwa sungguh benar-benar Allah Subhana wa Ta’ala akan menguji kita ketika hidup di dunia. Ujian dari Allah ‘Azza wa Jalla itu dapat berupa perintah-perintah dan larangan-larangan dalam syari’at Islam semisal jihad dan yang lainnya. Dari keterangan ini maka benarlah bahwa di dalam ketaatan juga kita di tuntut untuk sabar. Oleh karena itu para ulama membagi sabar itu dengan tiga jenis[4] :

  1. Sabar di atas keta’atan kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala,

  2. Sabar dari kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla,

  3. Sabar atas ketentuan dan takdir Allah Subhana wa Ta’ala.

Termasuk ujian dari Allah Subhana wa Ta’ala adalah musibah yang berhubungan dengan dunia seorang hamba. Allah Jalla Jalaluhu berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqoroh [2] : 155)

Maka lihatlah wahai saudaraku, betapa semua hal yang disebutkan Allah ‘Azza wa Jalla di atas telah menimpa sebagian kita atau bahkan diri kita sendiri ..!!!???

Lalu apa tujuan Allah Subhana wa Ta’ala menimpakan musibah itu kepada kita ?

Jawabannya ada dalam potongan surat Muhammad di atas,

حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

“…. Agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) keadaan kalian”. QS. Muhammad [47] : 31)

Tujuannya adalah agar Allah Subhana wa Ta’ala memperlihatkan siapa diantara hamba-hambanya yang benar-benar orang yang bersungguh-sungguh dan sabar.

Demikian juga Allah Tabaroka wa Ta’ala mengisyaratkan hal ini dalam potongan surat Al Baqoroh di atas,

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“….Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqoroh [2] : 155)

Allah Subhana wa Ta’ala memerintahkan kepada Nabinya Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan ummatnya[5] untuk memberitahukan kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar.

Lalu apa kabar gembira bagi orang yang sabar terhadap ujian tersebut ?!

Maka sebagian jawabannya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS. Az Zumar [39] : 10)

Faidah :

Sebagian orang yang menyipang mengatakan, ‘ilmu Allah adalah ilmu setelah terjadinya suatu peristiwa, mereka menyangkal bahwa Allah Subhana wa Ta’ala telah mengetahui sesuatu sebelum terjadinya, bagaimana terjadi dan akibatnya serta konsekwensinya apabila hal itu tidak terjadi’. Mereka berdalil dengan firman Allah Subhana wa Ta’ala dalam Surat Muhammad di atas,

حَتَّى نَعْلَمَ

“….hingga Kami mengetahui”. (QS. Muhammad [47] : 31)

Maka ketauilah Allah Subhana wa Ta’ala juga berfirman,

إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya hanya[6] Allah yang mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Anfal [8] : 75)

Lalu bagaimana mengkompromikan ayat ini dengan ayat di atas ?

Maka jawabannya adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Katsir Rohimahullah

فالمراد: حتى نعلم وقوعه؛ ولهذا يقول ابن عباس في مثل هذا: إلا لنعلم، أي: لنرى.

“Maka yang dimaksudkan dengan (حَتَّى نَعْلَمَ) adalah hingga kami mengetahui/memperlihatkan terjadinya. Oleh karena itulah Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma menafsirkan firman yang semisal dengan ini (لنعلم) yaitu agar kami memperlihatkan”[7].

Senada dengan itu apa yang disampaikan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah,

{ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ } هو العلم الذي يترتب عليه الثواب أو العقاب لأن علم الله بالشيء قبل أن يكون لا يترتب عليه شيء من جهة فعل العبد لأن العبد لم يبل به حتى يتبين الأمر، فإذا اختبر به العبد حينئذ يتبين أنه استحق الثواب أو العقاب فيكون المراد بقول: { حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ } أي علماً يترتب عليه الجزاء .

Firman Allah Subhana wa Ta’ala (حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ), ilmu yang berkonsekwensi adanya pahala atau dosa/hukuman. Karena ilmu Allah tentang sesuatu sebelum terjadinya sesuatu tersebut tidak dapat menghasilkan konsekwensi atas sesuatu dari tinjauan perbuatan hamba. Karena seorang hamba tidak akan mengetahuinya hingga jelas baginya terjadinya suatu perkara. Sehingga ketika seorang hamba telah diuji maka akan jelaslah baginya apakah ia berhak mendapatkan pahala atau dosa/hukuman. Sehingga maksud firman Allah Ta’ala (حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ) adalah ilmu yang berhubungan dengan adanya balasan”[8].

 

 

Mudah-mudahan bermanfaat.

 

 

 

Sigambal, menjelang tengah malam

28 Robi’ul Awwal 1435 H / 30 Januari 2014 M / Aditya Budiman bin Usman



[1] Lihat Taisir Karimir Rohman.

[2] Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir.

[3] Lihat Tafsir Jalalain.

[4] Lihat Syarh Riyadhush Sholihin Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah.

[5] Kami katakan demikian, karena walaupun ayat di atas merupakan perintah kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam namun berdasarkan kaidah yang disampaikan para ulama bahwa perintah Allah kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam merupakan perintah juga kepada ummatnya kecuali ada dalil yang mengukhususkan dan juga kaidah kesimpulan suatu ayat adalah berdasarkan keumuman ayat dan bukan terbatas pada sababun nuzul.

[6] Kami terjemahkan dengan ‘hanya’ karena bentuk kalimat semisal ini memberikan faidah hasr/batasan, sebagaimanya pada firman Allah Subhana wa Ta’ala yang lain(إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ)

[7] Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir.

[8] Lihat Syarh Riyadhush Sholihin.

 

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply