7 Oct
Kaidah Pertama
Metode Belajar Tafsir
Setiap orang yang menjalani suatu metode/thoriqoh, beramal dengan suatu amal dengannya dan mendatangi pintu-pintu dari metode yang dapat mengantarkannya kepada apa yang dijalaninya maka sudah tentu akan mendapatkan keberhasilan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya”.
( Al Baqoroh : 189 ).[1]
Semakin agung sesuatu yang dicari maka perkara ini semakin ditekankan, dan wajiblah untuk mempelajarinya dengan sempurna dengan cara yang paling baik/ideal dan mudah yang dapat menyampaikan kita kepada yang dicari. Tidaklah diragukan bahwasanya apa yang kita bahas adalah perkara yang paling penting dan paling mendasar.
Ketahuilah bahwasanya Al Qur’an yang agung ini Allah ‘Azza wa Jalla turunkan untuk memberi hidayah dan membimbing semua ciptaan Allah kepada perkara-perkara yang paling lurus dan paling baik dalam setiap zaman dan tempat. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,
إِنَّ هَذَا الْقُرْآَنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ
“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus[2]” .
( Al Isro’ : 9 ).
Maka wajiblah bagi setiap orang untuk mempelajari makna kalamulloh sebagaimana para sahabat Rodhiyallahu ‘anhum mempelajarinya. Sesungguhnya mereka jika membaca kurang lebih 10 ayat maka mereka tidaklah melewatinya sampai mereka mengetahui apa yang terkandung dalam ayat tersebut baik itu berupa iman, ilmu dan amal. Maka mereka akan menerapkan apa yang mereka ketahui tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Jika apa yang mereka baca tersebut berupa berita maka akan menyakini isinya dan tunduk jika ayat yang mereka baca tersebut berupa perintah atau larangan. Dan mereka masukkan semua kejadian yang mereka saksikan ke dalam ayat tersebut baik itu dari apa yang mereka alami sendiri ataupun orang lain. Setelah itu mereka mengoreksi diri mereka sendiri[3] apakah mereka termasuk orang-orang yang beramal dengan apa yang mereka baca ataukah orang yang tidak beramal dengan apa yang mereka ketahui. Selanjutnya jika mereka telah termasuk orang yang mengamalkan apa mereka baca maka selanjutnya mereka berfikir bagaimana caranya agar tetap melaksanakan apa yang telah mereka ketahui dan apabila mereka belum termasuk orang yang mengamalkan apa mereka baca maka yang mereka fikirkan adalah bagaimana mewujudkan apa yang kurang dan menyelamatkan diri mereka dari hal-hal yang membahayakannya karena belum termasuk orang yang mengamalkan apa mereka baca. Maka para sahabat Rodhiyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang mengambil hidayah dan berakhlaq dengan apa yang telah mereka ketahui. Mereka mengetahui bahwasanya Al Qur’an itu adalah pembicaraan/surat dari Allah ‘Azza wa Jalla –Dzat yang mengetahui yang ghaib dan yang terlihat– yang ditujukan kepada mereka. Dan mereka adalah orang-orang yang mencari pengetahuan tentang maknanya dan beramal dengan apa yang terkandung dalam konsekwensi maknanya.
Maka barang siapa yang menjalani metode ini yakni yang dijalani para sahabat dengan sungguh-sungguh dalam mantadabburi makna kalamulloh maka akan terbuka untuknya pintu yang agung dalam ilmu tafsir dan akan kuat pengetahuannya serta bertambahlah bashiroh/ilmunya. Kemudian cukuplah baginya metode ini sehingga tidak terbebani dengan beban yang banyak dan pembahasan yang panjang lebar terlebih lagi jika ia memiliki kemampuan yang baik dalam bahasa arab dan memiliki perhatian yang besar terhadap sejarah perjalanan hidup Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, para wali Allah dan musuh-musuh Allah ‘Azza wa Jalla dan RasulNya Shollallahu ‘alaihi wa Sallam[4]. Jika ia memiliki hal ini maka seseungguhnya dia telah mandapatkan pertolongan/kemudahan yang banyak dari Allah ‘Azza wa Jalla dalam memahami tafsir Al Qur’an.
Ketika seorang hamba telah mengetahui dan telah mantap baginya bahwasanya pada Al Qur’an terdapat penjelasan terhadap segala sesuatu[5], jaminan untuk mendapatkan seluruh mashlahat, menghindarkan dari seluruh marabahaya maka dia akan bersemangat untuk mamahami tafsir Al Qur’an dengan meletakkan kaidah yang penting ini di pelupuk matanya. Kemudian dia terapkan dalam kehidupan nyata baik kejadian yang dulu ataupun yang sekarang maka akan nampaklah baginya betapa agung kedudukan, betapa agung serta betapa agunganya buah dari hal ini.[6]
[1] Asbabun nuzul dari ayat ini berkaitan dengan kebiasan jahiliyyah yang mereka masuk tidak dari pintu depan melainkan dari loteng rumah atau dari belakang rumah mereka pada saat ihram, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah dalam kitab beliau Shohihul Musnad min Asbabin Nuzul hal. 40 terbitan Darul Haromain Kairo, cet. pertama.
[2] Sebagaimana yang ditafsirkan oleh penulis Tafsir Jalalain. [Lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalilaini Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuri hafidzahullah hal. 293 terbitan Darus Salam, Riyadh, KSA cet. kedua.]
[3] Hal inilah yang kebanyakan orang lupa darinya kecuali yang Allah ‘Azza wa Jalla rahmati. Mereka menuntut ilmu agama dengan niatan yang salah semisal karena ingin membantah orang lain!! Padahal salah satu niat yang benar dalam menuntut ilmu yang benar adalah untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri dan orang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah dalama Kitabul Ilmi hal. 28 terbitan Dar Tsuroya, Riyadh, cetakan pertama. Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita taufiqNya.
[4] Karena perjalanan hidup Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam merupakan tafsir amali/penerapan terhadap Al Qur’an. Semisal dengan memahami kesyirikan kaum Quraisy pada masa Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam maka akan terbukalah bagi kita apa yang menjadi lawanya yaitu tauhid. Allahu a’lam.
[5] Sebagaimana yang ma’ruf bahwasanya penjelasan yang ada di dalam Al Qur’an itu ada dua macam yaitu :
- Penjelasan secara ijmali/global, seperti penjelasan kewajiban ta’at kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan RasulNya Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, bertanya kepada sesuatu yang kita tidak tahu kepada orang yang tahu baik itu masalah dunia maupun akhirat.
- Penjelasan secara tafsili/terperinci, seperti penjelasan tentang hukum-hukum yang ada dalam puasa, warisan dan haji.
[6] Maka inti pokok dari kaidah yang pertama ini adalah dalam mempelajari ilmu dengan baik tafsir seseorang harus memiliki paling tidak beberapa hal di bawah ini :
- Niat mempelajari tafsir untuk beramal dengannya.
- Kerajinan dan kesungguhan untuk mentadabburi kandungan makna Al Qur’an.
- Memliki kemampuan bahasa arab yang bagus.
- Memiliki perhatian dan pengetahuan yang baik tentang sejarah perjalanan hidup Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,para wali Allah dan musuh-musuh Allah ‘Azza wa Jalla dan RasulNya Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Mudah-mudahan kita termasuk bagian dari orang memiliki beberapa hal di atas, Allahumma Amiin.
Leave a Reply