Jika Isim Nakiroh Terletak dalam Konteks Penafian/Peniadaan, Larangan, Syarat, Pertanyaan Menunjukkan Keumuman

20 Feb

Kaidah Keempat

Jika Isim Nakiroh Terletak dalam Konteks Penafian/Peniadaan, Larangan, Syarat, Pertanyaan Menunjukkan Keumuman

Contoh penerapan kaidah ini seperti yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” . ( An Nisa’ : 36 ).

Maka larangan terhadap syirik baik itu syirik dalam niat–niat, perkataan-perkataan, perbuatan–perbuatan, baik itu dari syirik akbar, syirik ashghor/kecil, syirik yang tersembunyi (terletak di hati), syirik yang jelas. Maka terlarang bagi seorang hamba menjadikan tandingan apapun bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sekutu pada salah satu dari semua hal-hal yang tersebut di atas. Semisal dengan itu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا

“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah”. ( Al Baqoroh : 22 ).

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menyifati hari kiamat,

يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا

“Hari (ketika) seseorang/jiwa tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain sedikitpun” . ( Al Infitar : 19 ).

An Nafs (seseorang/jiwa) dalam ayat ini bersifat umum dan sesuatu dalam ayat ini juga bersifat umum mencakup segala sesuatu, dia tidak punya kewenangan untuk memberikan manfaat ataupun menghindarkan bahaya.

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ

“Dan jika Allah menimpakan kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya” . ( Yunus : 107 ).

Maka seluruh kemudhorotan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tentukan bagi hambaNya yang tidak seorangpun dari ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mampu menghilangkannya/menolaknya apapun bentuknya. Demikian juga halnya puncak maksimal yang mampu dilakukan oleh mahluk berupa melakukan usaha/mencari sebab dan mencari obat untuk kesembuhan merupakan salah satu bagian dari ketentuan-ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala[1],

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu”. ( Fathir : 2 ).

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)”. ( An Nahl : 53 ).

Maka kata-kata kebaikan yang terdapat dalam ayat di atas[2] meliputi seluruh kebaikan yang ada pada hamba dan seluruh kebaikan yang menimpanya. (Demikian juga kata nikmat yang terdapat dalam surat An Nahl : 53) maka mencakup seluruh nikmat yaitu tercapainya apa-apa yang dicintai dan teregahya apa-apa yang dibenci. Maka sesungguhnya Allah adalah satu-satunya Dzat yang mampu mewujudkan hal itu.

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ

“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia”. ( Fathir : 3 ).[3]

Apabila pada isim nakiroh terdapat kata مِنْ maka akan memberikan penunjukan secara nash[4] sebagaimana yang terdapat dalam ayat di atas, demikian juga dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِين

“Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu”.(Al Haqqoh : 47)

Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Sekali-kali tak ada illah bagimu selain-Nya.”( Al A’rof : 59, 65, 73, 85, Huud : 50, 61, 84, Al Mu’minun : 23, 32 ).

Dan ayat-ayat yang semisal ini banyak sekali terdapat dalam Al Qur’an.

Diterjemahkan dan diberi catatan kaki oleh

Aditya Budiman


[1] Dari ayat ini dan keterangan Syaikh Sa’di rohimahullah dapat kita lihat bahwasanya keinginan manusia untuk mencari sebab terhadap sesuatu merupakan taufik dari Allah yang menunjukkan bahwa segala Sesuatu yang ada pada mahluk telah ditentukan oleh Allah ‘azza wa jalla pent.

[2] Yakni Surat Yunus : 107, pent.

[3] Kata هَلْ dalam ayat ini merupakan isim istifham ingkari ( kata tanya yang menunjukkan pengingkaran ) yang memberikan makna keumuman. Allahu A’lam, pent.

[4] Yaitu kata yang tegas yang tidak dapat dipalingkan maknanya dari lafadz keumumannya. Berbeda dengan lafadz yang menunjukkan makna dhohir, yaitu kata yang ketika kita membaca suatu lafadz maka makna yang langsung tertangkap oleh kita namun masih mengandung makna yang lain namun tidak dominan.

Ada 3 jenis isim nakiroh yang memberikan faidah nash yang menunjukkan keumuman :

  • Isim nakiroh dalam konteks kalimat nafi dan mabni sebagai isim la, misal :

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

“Tidak ada Illah yang benar kecuali Allah”.( Ash Shoffat : 35 ).

  • Isim nakiroh konteks kalimat nafi yang kemasukan huruf مِنْ , misal :

مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Sekali-kali tak ada illah bagimu selain-Nya.”( Al A’rof : 59, 65, 73, 85, Huud : 50, 61, 84, Al Mu’minun : 23, 32 ).

  • Isim nakiroh yang hanya dipakai orang arab dalam konteks kalimat nahi, misal :

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا

Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi”. ( Nuuh : 26 ).

Allahu A’lam. Pent.

Tulisan Terkait

Leave a Reply