Antara Fajar dan ‘Ashar

25 Feb

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Antara Fajar dan ‘Ashar

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah.

Waktu merupakan sesuatu yang sering kita lalaikan padahal dia adalah sesuatu yang sangat berharga. Saking berharganya, Allah Subhana wa Ta’ala berulang kali membuka surat dalam Al Qur’an sumpah dengan waktu.

Diantara waktu yang Allah ‘Azza wa Jalla bersumpah dengannya adalah waktu fajar dan ‘ashar. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman membuka surat Al Fajr,

وَالْفَجْرِ

 “Demi waktu fajar”. (QS. Al Fajr [89] : 1)

Ada banyak pendapat tentang makna fajar dalam dalam ayat ini. Diantara pendapat tersebut adalah pendapatnya ‘Ali bin Abu Tholib Rodhiyallahu ‘anhu. Beliau berpendapat bahwa yang dimaksud fajar di sini adalah waktu subuh. Sebagaimana dinukil Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,

“Allah Subhana wa Ta’ala bersumpah dengan fajar karena fajar merupakan awal permulaan siang/hari. Yaitu saat perpindahaan dari gelap gulita menuju terang benderang. Allah bersumpah dengannya sebab tidak ada seorang pun yang mampu menghadirkan fajar ini kecuali Allah ‘Azza wa Jalla sebagaimana firman Nya,

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلَا تَسْمَعُونَ

“Katakanlah, Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari qiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang (fajar) kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar ?”(QS. Al Qoshosh [28] : 71)

Coba anda bayangkan seandainya sampai hari qiyamat nikmat fajar itu diambil Allah Subhana wa Ta’ala bagaimana kehidupan manusia ?

Lihatlah betapa para shahabat menghargai waktu subuh ini.

Abu Wail Syaqiq bin Salamah Al Asadiy Rohimahullah. Beliau mengatakan, “Setelah sholat subuh kami bersama dengan ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘anhu. Kami pun mengucapkan salam di depan pintu beliau. Lantas kami pun diizinkan masuk. Namun kami tetap berdiri di depan pintu menunggu beliau. Lantas budak perempuannya ‘Abdullah bin ‘Abbas pun berkata, “Mengapa kalian tidak masuk ?” Lalu kami pun masuk ketika itu beliau duduk sedang bertashbih. Lalu beliau bertanya, “Apa yang menghalangi kalian masuk padahal sudah aku izinkan ?” Lalu kami pun menjawab, “Tidak ada kecuali sesungguhnya kami mengira bahwa sebagian keluarga anda tidur”. Lantas beliau mengatakan,

ظَنَنْتُمْ بِآلِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ غَفْلَةً

“Kalian kira keturunan ummu ‘abdin (keluargaku -pen) keluarga yang lalai ?”

Lantas beliau pun berbalik dan bertashbih kembali hingga ketika beliau mengira bahwa matahari telah terbit, maka beliaupun menyuruh budak wanitanya untuk melihat apakah benar matahari telah terbit. Ternyata budaknya melihat bahwa matahari belum terbit. Lantas beliaupun kembali bertashbih. Kemudian kejadian yang sama berulang kembali namun ketika itu matahari telah terbit. Lalu beliau berucap,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَقَالَنَا يَوْمَنَا هَذَا وَلَمْ يُهْلِكْنَا بِذُنُوبِنَا

“Segala puji hanya milik Allah yang telah membangkit hari ini bagi kami dan tidak membinasakan kami disebabkan dosa-dosa kami”[1].

Lihatlah betapa marahnya beliau ketika keluarganya disangka orang termasuk orang-orang yang lalai. Lalai dari dunia ? Bukan namun disangka lalai dari memanfaatkan waktu yang luar biasa utama.

Ibnu Qoyyim Rohimahullah mengatakan,

أَوَّلُ النَّهَارِ وَالشَّمْسُ بِمَنْزِلَةِ شَبَابِهِ وَآخِرُهُ بِمَنْزِلَةِ شُيُخُوْخُتِهِ

“Awal hari dan mentari layaknya kedudukan usia belia sedangkan akhir hari itu layaknya usia jompo”[2].

Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan,

مَنْ شَبَّ عَلَى شَيْءٍ شَابَ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang masa mudahnya di atas sesuatu maka masa tuanya akan di atas hal itu”[3].

Adapun ayat yang menujukkan keutamaan waktu ‘Ashar adalah sumpah Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat yang sangat sering kita baca,

وَالْعَصْرِ

“Demi waktu/masa (‘Ashr)”. (QS. Al ‘Ashr [103] : 1)

Al Baghowi Rohimahullah mengatakan,

وقَالَ الحَسَنُ: مِنْ بَعْدِ زَوَالِ الشَّمْسِ إِلَى غُرُوْبِهَا

“Al Hasan berpendapat, “Waktu setelah matahari tergelincir hingga tenggelamnya”.

وَقَالَ قَتَادَةُ: آخِرُ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ النَّهَار

“Qotadah berpendapat, “Akhir hari (siang)”[4].

 

Apa pentingnya kedua waktu ini ? Dengan apa anda habiskan ?

Para shahabat sudah mencontohkan apa yang diajarkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam tentang bagaimana memanfaatkan waktu ini dengan melakukan berbagai keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala terutama dzikir pagi dan petang.

Demikian pula para ulama, diantaranya Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,

وَقَدْ وَرَدَ أَنَّ الرِزْقَ يُقْسَمُ بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ وَأَنَّ الأَعْمَالَ تُرْفَعُ آخِرَ النَّهَارِ. فَمَنْ كَانَ حِيْنَئِذٍ فِيْ طَاعَةٍ بُوْرِكَ فِيْ رِزْقِهِ وَفِيْ عَمَلِهِ واللهُ أَعْلَمُ

“Telah disebutkan bahwasanya rezeki itu dibagikan setelah sholat subuh dan sesungguhnya amal-amal itu diangkat pada akhir hari (setelah ‘ashar –pen). Maka barangsiapa yang ketika itu berada pada keta’atan, berarti rezeki dan amalnya telah diberkahi, Allahu a’lam”[5].

Mari manfaatkan waktu tersebut dengan berbagai keta’atan kepada Allah Ta’ala.

 

Setelah subuh,

26 Jumadil Awwal 1438 H |  23 Pebruari 2017 M

 

Aditya Budiman bin Usman bin Zubir

[1] HR. Muslim no. 1948.

[2] Lihat Miftah Daris Sa’adah hal. terbitan Dar Ibnul Qoyyim.

[3] Lihat Fiqh Al Ad’iyah wal Adzkar hal. 49/III terbitan Kunuz Isybiliya, Riyadh, KSA.

[4] Lihat Tafsir Al Baghowi (Ma’alimut Tanzil) hal. 522/VIII cet. Dar Thoyyibah, KSA.

[5] Lihat Fathul Bari hal. 329-330/II terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.

Tulisan Terkait

Leave a Reply