19 May
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Tujuan dan Syarat Agar Puasamu Diterima
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Seorang yang cerdas adalah orang yang memperhatikan tujuan perbuatan yang akan dilakukannya. Dia memusatkan perhatiannya pada tujuan ini, segala daya dan upayanya dia curahkan agar tujuan itu tercapai. Demikian pula Puasa Romadhon, seorang muslim yang cerdas dan mukmin yang jeli tentu memberikan perhatian serius tentang hal ini. Bagaimana tidak demikian, karena Robbnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala telah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa”.(QS. Al Baqoroh [2] : 183)
Jelas dan gamblang di ayat ini, tujuan disyari’atkannya puasa Romadhon adalah agar orang-orang yang mengerjakannya dapat menjadi insan yang bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Al Qurthubi (wafat Tahun 671 H) Rohimahullah menafsirkan ayat ini,
و(تَتَّقُونَ) قِيلَ: مَعْنَاهُ هُنَا تَضْعُفُونَ، فَإِنَّهُ كُلَّمَا قَلَّ الأكلُ ضَعُفَتْ الشَّهْوَةُ، وَكُلَّمَا ضَعُفَتْ الشَّهْوَةُ قَلَّتِ الْمَعَاصِيُ. وَهَذَا وَجْهٌ مَجَازِيٌّ حَسَنٌ.
وَقِيلَ: لِتَتَّقُوا الْمَعَاصِيَ.
وَقِيلَ: هُوَ عَلَى الْعُمُومِ، لِأَنَّ الصِّيَامَ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: (الصِّيَامُ جُنَّةٌ وَوِجَاءٌ) وَسَبَبُ تَقْوَى، لِأَنَّهُ يُمِيتُ الشَّهَوَاتِ.
“Firman Allah (تَتَّقُونَ) adanya yang menyebutkan maknanya di sini adalah melemahkan (syahwat kalian). Sebab semakin sedikit makan maka syahwat pun akan melemah, semakin lemah keinginan syahwat semakin sedikit pula maksiat yang dilakukan. Ini merupakan gaya bahasa yang luar biasa.
Disebutkan juga bahwa makna Firman Allah (تَتَّقُونَ) adalah agar kalian menjauhi berbagai maksiat.
Disebutkan pula bahwa makna Firman Allah (تَتَّقُونَ) adalah bersifat umum karena puasa adalah sebagaimana disebutkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam merupakan perisai, penekan hawa nafsu dan merupakan sebab terbesar meraih taqwa. Karena puasa dapat membunuh hawa nafsu (yang buruk)”[1].
Apa itu Taqwa ?
Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan Hafizhahullah mengatakan,
“Allahu Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pada ayat ini bahwa sesungguhnya Dia mensyari’atkan puasa bagi para hamba-Nya agar mereka berusaha menyempurnakan ketaqwaan. Sedangkan taqwa adalah sebuah kalimat universal yang mencakup seluruh makna kebaikan dalam agama”[2].
Ibnul Qoyyim (wafat Tahun 691 H) Rohimahullah mengatakan,
“Hakikat taqwa adalah beramal keta’atan kepada Allah karena iman dan ihtisab baik terkait perintah dan larangan (syariat –pen). Sehingga dia melaksanakan apa saja yang Allah perintahkan karena mengimani bahwasanya itu adalah perintah-Nya dan membenarkan, menyakini janji-Nya (berupa pahala, ampunan, surga dsb –pen.) Serta meninggalkan semua yuang Allah larang karena mengimani bahwa itu adalah larangan-Nya dan takut ancaman-Nya (berupa siksa, dimasukkan neraka, kehidupan yang sempit dsb –pen.)”[3].
Inilah salah satu hikmah mengapa Allah ‘Azza wa Jalla banyak sekali menjanjikan berbagai ganjaran, ampunan dan nikmat bagi orang-orang yang mampu berpuasa dengan benar. Artinya puasanya karena iman dan ihtisab yang pada akhirnya menjadikannya insan yang mampu meningkatkan taqwanya pada Bulan Romadhon dan setelahnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa”.
(QS. Al Maidah [5] : 27)
Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’di (wafat Tahun 1376 H) Rohimahullah mengatakan,
وَأَصَحُّ الأَقْوَالِ فِيْ تَفْسِيْرِ المُتَّقِيْنَ هُنَا، أَيْ: المُتَّقِيْنَ لِلَّهِ فِيْ ذَلِكَ العَمَلُ، بِأَنْ يَكُوْنَ عَمَلَهُمْ خَالِصًا لِوَجْهِ اللهِ، مَتَّبِعِيْنَ فِيْهِ لِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Pendapat yang paling tepat terkait tafsir muttaqin dalam ayat ini adalah bertaqwa dalam melaksanakan amal dalam artian menjadikan amal-amal mereka ikhlas mengharap Wajah Allah dan dalam tata cara pelaksanaannya bersesuaian dengan tuntunan Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam”[4].
Intinya :
Mari melaksanakan puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan Romadhon karena iman dan ihtisab dalam dalam ungkapan Ibnul Qoyyim taqwa. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menerima amalan Romadhon kita jika mampu merealisasikan tujuan puasa yaitu imenjadi insani yang lebih bertaqwa.
Saudaraku, jika kita perhatikan hampir seluruh bagian amal yang bersifat wajib dalam pelaksanaan puasa adalah sesuatu yang bersifat menahan. Mulai dari menahan lapar, dahaga, keinginan untuk menyalurkan syahwat kepada istri dan seterusnya. Pun demikian kita diperintahkan untuk menahan amarah, melayani orang yang mengajak kita bertengkar dan seterusnya. Sebab inilah esensi dasar dari puasa yaitu menahan diri.
Ini sangat selaras dengan sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا، وَمَا أَمَرْتُكُمْ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa saja yang aku larang kalian darinya maka tinggalkanlah, dan apapun yang aku perintahkan kalian maka tunaikanlah semaksimal kemampuan kalian”[5].
Kaitannya dengan judul artikel ini, mari jadikan Romadhon ini sebagai momentum untuk menjadi insan yang mampu meninggalkan larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menunaikan perintah-Nya semaksimal mungkin karena iman dan ihtisab.
Sigambal, 4 Romadhon 1440 H / 9 Mei 2019 M.
Menjelang berbuka.
Aditya Budiman bin Usman
[1] Lihat Tafsir Al Qurthubi hal. 275-276/II terbitan Darul Kutub Kairo, Mesir.
[2] Lihat Majalis Syarhi Romadhon Al Mubarok hal. 156 terbitan Dar ‘Ashimah, Riyadh, KSA.
[3] Lihat Risalah Tabukiyah hal. 43 dengan tahqiq syaikh Salim Al Hilali, terbtian Dar Ibnu Hazm, Beirut.
[4] Lihat Tafsir Taisir Karimir Rohman.
[5] HR. Bukhori no. 6777, Muslim no. 1377.
Leave a Reply