30 Dec
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Tempat Mencari Hati
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Tidak dirargukan lagi bahwa hati memiliki kedudukan yang istimewa dalam Islam. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging. Apabila daging tersebut baik maka baiklah seluruh jasad. Apabila daging tersebut rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa daging tersebut adalah hati”[1].
Maka betapa hati memiliki peran penting atas baik buruknya seorang muslim. Bahkan hati juga dijadikan timbangan atas baik buruknya seseorang di sisi Allah Subhana wa Ta’ala. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi Allah memandang hati dan amal kalian”[2].
Lalu dimana kita dapat menemukan hati yang hidup? Hati yang dapat mengetahui kebenaran dan mengamalkannya ? Hati yang dapat mengetahui keburukan dan menjauhinya ? Maka mari simak apa yang disebutkan Ibnul Qoyyim Rohimahullah,
اطلُبْ قَلْبَكَ فِيْ ثَلَاثَةِ مَوَاطِنَ عِنْدَ سِمَاعِ الْقُرآنِ وَفِيْ مَجَالِسِ الذِّكْرِ وَفِيْ أَوْقَاتِ الْخَلْوَةِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْهُ فِيْ هَذِهِ الْمَوَاطِنِ فَسَلِ اللهَ أَنْ يَمُنَّ عَلَيْكَ بِقَلْبٍ فَإِنَّهُ لَا قَلْبَ لَكَ.
قَالَ الجُنَيْدُ دَخَلْتُ عَلَى شَابٍ فَسَأَلَنِيْ عَنْ التَّوْبَةِ فَأَجِبْتُهُ فَسَأَلَنِيْ عَنْ حَقِيْقَتِهَا فَقُلْتُ أَنْ تَنْصِبَ ذَنْبَكَ بَيْنَ عَيْنَيْكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ المَوْتَ فَقَالَ لِيْ مَهْ مَا هَذَا حَقِيْقَةُ التَّوْبَةِ فَقُلْتُ لَهُ فَمَا حَقِيْقَةُ التَّوْبَةِ عِنْدَكَ ياَ فَتَى قَالَ أَنْ تَنْسَى ذَنْبَكَ وَتَرَكَنِيْ وِمَضَي فَكَيْفَ هُوَ عِنْدَكَ يَا أَبَا قَاسِمٍ فَقُلْتُ الْقَوْلُ مَا قَالَ الفَتَى قَالَ كَيْفَ قُلْتُ إِذَا كُنْتَ مَعَهُ فِيْ حَالٍ ثُمَّ نَقَلَنِيْ مِنْ حَالِ الْجَفَاءِ إِلَى حَالِ الْوَفَاءِ فَذِكْرِيْ لِلْجَفَاءِ فِيْ حَالِ الْوَفَاءِ جَفَاءٌ.
“Carilah hatimu di tiga tempat :
[1] ketika mendengarkan lantunan ayat Al Qur’an,
[2] ketika berada di majelis dzikr/’ilmu dan
[3] ketika sedang beribadah sendirian dengan Allah[3].
Jika di tiga tempat tersebut engkau tidak juga tidak menemukan hatimu maka mintalah kepada Allah agar Allah memberikanmu hati karena pada dirimu tidak ada hati (yang hidup –ed)”.
Al Junaiad mengatakan, “Seorang pemuda datang menemuiku kemudian bertanya tentang taubat. Maka akupun menjawabnya. Lalu ia bertanya kepadaku tentang hakikat taubat. Kemudian aku jawab, ‘Engkau menempatkan dosa-dosamu berada di pelupuk matamu hingga maut mendatangimu’. Maka dia mengatakan kepadaku, ‘Cih, itu bukanlah hakikat taubat’. Maka aku bertanya kepadanya, ‘Lalu apa hakikat taubat menurutmu wahai pemuda ?’ Dia menjawab, ‘Engkau melupakan dosamu’. Lalu dia menginggalkanku dan berlalu. (Lalu ada yang bertanya,) ‘Kemudian pendapatnya menurutmu wahai Abul Qosim?’ Aku menjawab, ‘Yang benar adalah apa yang diucapkannya’. Dia mengatakan, ‘Bagaimana aku harus mengatakan jika aku bersama dosa tersebut pada suatu keadaan kemudian ia memindahkanku dari kondisi sia-sia menuju kondisi sempurna ? Karena ingatanku tentang kesia-sian pada keadaan sempurna adalah sebuah kesia-siaan’[4].
Demikianlah sedikit renungan buat kita, agar kita kembali merenungkan apakah kita masih punya hati…………
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sigambal, setelah subuh di Hari Jum’at Yang Penuh Berkah
17 Shofar 1435 H / 20 Desember 2013 M / Aditya Budiman bin Usman
[1] HR. Bukhori no. 52, Muslim no. 4178.
[2] HR. Muslim no. 6708.
[3] Maksudnya adalah semisal dengan qiyamul lail. Ed.
[4] Lihat Fawaa’idul Fawaa’id oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah hal. 421 terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
Leave a Reply