1 Sep
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Takutlah Pada Do’a Orang Yang Dizholimi, Walaupun dari Seorang Kafir
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Telah berlalu artikel kita seputar tema belajar beribadah dari do’a. Pada edisi kali ini kita masih mengetengahkan seputar do’a. Namun dari sisi yang lain, yaitu do’a orang yang dizholimi.
Langsung saja, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal Rodhiyallahu ‘anhu ketika beliau utus.
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّكَ تَأْتِى قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ. فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ ».
Mu’adz bin Jabal Rodhiyallahu ‘anhu mengatkan, ‘Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam ketika mengutusku bersabda, “Sesungguhnya engkau (Mu’adz) akan mendatangi sebuah kaum dari kalangan ahli kitab. Maka ajaklah mereka untuk bersyahadat Tiada Sesembahan Yang Berhak Diibadahi Melainkan Allah dan Aku (Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam) adalah utusan Allah. Jika mereka menta’ati ajakanmu maka ajarkanlah kepada mereka bahwasanya Allah mewajibkan bagi mereka sholat lima waktu pada sehari semalam. Jika mereka menta’ati hal itu ajarkanlah kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang yang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang yang fakir diantara mereka. Jika mereka mena’atimu maka berhati-hatilah pada harta-harta mereka yang paling berharga[1]. Bertaqwalah/takutlah engkau dari do’a orang-orang yang dizholimi. Karena sesungguhnya tidak ada penutup antara do’a mereka dan Allah”[2].
Terdapat juga hadits yang semakna dengan hadits di atas, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
“Tiga golongan orang yang do’anya dikabulkan, yang tidak ada keraguan padanya. [1] do’a orang yang dizholimi, [2] do’a orang yang sedang safar, [3] do’a (buruk[3]) orang tua kepada anaknya”[4].
Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan terkait dengan hadits Mu’adz di atas,
‘Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ) yaitu jauhilah kezholiman agar orang yang dizholimi tidak mendo’akan keburukan kepadamu. Pada hadits ini terdapat penjelasan terlarangnya seluruh macam kezholiman. Point penting penyebutan hal ini setelah adanya perintah waspada terhadap harta kaum muslimin yang amat berharga adalah adanya isyarat bahwa jika mengambil hal tersebut merupakan sebuah kezholiman’[5].
Beliau melanjutkan,
‘Adapun sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (حِجَابٌ), yaitu tidak ada yang memanglingkannya dan tidak ada yang mencegahnya (dari dikabulkan –ed.). maksudnya bahwa do’a orang terzholimi dikabulkan walaupun berasal dari orang yang gemar bermaksiat. Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu,
دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ وَإِنْ كَانَ فَاجِرًا فَفُجُورُهُ عَلَى نَفْسِهِ
“Do’a orang-orang yang terzholimi adalah do’a yang diijabah/dikabulkan. Walaupun orang yang berdo’a tersebut adalah orang yang fajir (gemar maksiat). Karena kefajirannya itu berkaitan dengan dirinya sendiri”[6].
Sanadnya hasan, bukanlah yang dimaksudkan dari hadits ini bahwa Allah Subhana wa Ta’ala memiliki penghalang yang menutupi antara Dirinya dan manusia’[7].
Beliau juga mengatakan,
‘Adapun sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ), menunjukkan sebab dan dan terlaksananya/terealisasinya do’a’[8].
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
وفيه دليل على أن دعوة المظلوم مستجابة, لقوله فإنه ليس بينها وبين الله حجاب.
وفيه دليل على أنه يجب على الإنسان أن يتقي الظلم, ويخاف من دعوة المظلوم. لأن الرسول صلى الله عليه وسلم أمر بذلك قال اتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب.
‘Pada hadits ini terdapat dalil bahwa do’a orang-orang yang terzholimi adalah do’a yang mustaja/dikabulkan. Karena sesungguhnya tidak ada hijab antara mereka dan Allah. Pada hadits ini juga terdapat dalil yang menunjukkan wajib bagi setiap insan untuk menjauhi kezholiman dan takut terhadap do’a orang-orang yang terzholimi. Karena Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan agar bertaqwa/takut terhadap do’a orang-orang yang terzholimi. Karena tidak ada hijab antara mereka dan Allah’[9].
Di kesempatan lain beliau mengatakan,
أما دعوة المظلوم فمعناها إذا ظلمك أحد فأخذ مالك أو غير ذلك فهذا ظلم فإذا دعوت الله عليه استجاب الله دعاءك، حتى ولو كان المظلوم كافرا وظلمته ثم دعا الله فإن الله يستجيب دعاءه، ولا حبا للكافر ولكن حبا للعدل.
‘Adapun (دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ) maknanya adalah jika anda menzholimi seseorang, hartanya diambil dan semisalnya maka ini adalah bentuk kezholiman. Jika dia berdo’a kepada Allah maka Allah akan kabulkan do’anya kepada anda. Walaupun orang yang dizholimi tersebut adalah orang yang kafir. Jika anda menzholiminya kemudian dia berdo’a kepada Allah maka Allah akan kabulkan do’anya. Hal ini bukanlah karena Allah mencintai kekafirannya namun karena Allah mencintai keadilan’[10].
Beliau melanjutkan,
فالمظلوم دعوته مستجابة إذا دعا على ظالمه بمثل ما ظلمه أو أقل. إما إذا تجاوز فإنه يكون معتديا فلا يستجاب له.
‘Orang terzholimi do’anya dikabulkan jika dia berdo’a kepada Allah untuk orang menzholiminya semisal dengan kezholiman yang diterimanya atau kurang dari itu. Adapun jika melebihi kezholiman yang diterimanya maka ini merupakan bentuk melampaui batas. Maka Allah tidak akan mengabulkannya’[11].
Syaikh Bakr bin ‘Abdullah Abu Zaid Rohimahullah mengatakan,
‘Jauhilah sebab-sebab do’a keburukan kepada anda dari orang-orang yang terzholimi, walaupun berasal dari orang yang kafir, fajir (ahli maksiat) karena kemaksiatannya berkaitan dengan dirinya sendiri. Sesungguhnya do’a orang-orang yang terzholimi mustajab/dikabulkan, do’a ini laksana percikan api yang menghujam terangkat ke langit’[12].
Beliau Rohimahullah mengatakan,
‘Alangkah celaka orang-orang yang do’a keburukan diarahkan kepadanya dari orang-orang yang terzholimi. Semoga Allah merahmati Ibnul Qoyyim ketika mengatakan,
“Betapa besar bedanya antara orang-orang yang tertidur sedangkan mata orang lain terbangun untuk mendo’akan kebaikan untuknya. Dengan orang yang tertidur sedangkan mata orang lain terbangun mendo’akan keburukan untuknya”. Sekian kutipan dari Ibnul Qoyyim[13].
Pointnya,
-
Jangan pernah meremehkan kezholiman sekecil apapun itu.
-
Takutlah do’a orang-orang yang terzholimi walaupun berasal dari orang kafir ataupun pelaku maksiat.
-
Berbuatadillah walaupun kepada orang kafir atau ahli maksiat.
-
Jangan pernah berputus asa dari berdo’a kepada Allah karena kemaksiatan anda. Namun bukan berarti membiarkan diri anda di dalam kubangan maksiat.
Ya Robb, Jauhkanlah diri kami dari kezholiman, menzholimi orang lain dan do’a orang-orang yang terzholimi. Amin.
Selepas Isya’,
2 Dzul Qo’dah 1435 H/ 28 Agustus 2014 M.
Aditya Budiman bin Usman
-yang mengharap ampunan Robbnya-
[1] Lihat Fathul Bari hal. 296/IV cet. Dar Thoyyibah.
[2] HR. Bukhori no. 1458, Muslim no. 19.
[3] Menurut sebagian penafsiran ulama.
[4] HR. Ahmad no. 7501, Abu Dawud no. 1536, Tirmidzi no. 1906, Ibnu Majah no. 3862, Al Bukhori dalam Adabul Mufrod no. 32. Hadits ini dinilai hasan oleh Al Albani.
[5] Lihat Fathul Bari hal. 355/IV terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh.
[6] HR. Ahmad no. 8781. Hadits ini dinilai dhoif oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth Rohimahullah. Namun hadits ini dinilai hasan oleh Al Albani Rohimahumallah dalam Ash Shohihah no. 767.
[7] Lihat Fathul Bari hal. 355/IV.
[8] Idem.
[9] Lihat Syarh Riyadhush Sholihin oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 58-59/II terbitan Darul Aqidah, Mesir.
[10] Idem hal. 212-213/III.
[11] Idem.
[12] Lihat Tashih Ad Du’a oleh Syaikh Bakr bin ‘Abdullah Abu Zaid hal. 36 terbitan Darul ‘Ashimah, Riyadh.
[13] Idem.
Leave a Reply