22 Jul
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Tahapan Disyari’atkannya Sholat Tarawih
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Salah satu keistimewaan Bulan Romadhon adalah disyari’atkannya melaksanakan Qiyamul Lail secara berjama’ah di mesjid. Qiyamul Lail ini ma’ruf di tengah-tengah kita sebagai sholat tarawih.
[Pengertian Sholat Tarawih]
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
التراويح: هو قيامُ اللَّيلِ في رمضان، وسُمِّيَ تروايحُ؛ لأن النَّاسَ كانوا يُطيلون القيامَ فيه والرُّكوعَ والسُّجودَ، فإذا صَلُّوا أربعاً استراحوا، ثم استأنفوا الصَّلاةَ أربعاً، ثم استراحوا، ثم صَلُّوا ثلاثاً
“Tarawih adalah qiyamul lail/sholat malam di Bulan Romadhon. Disebut dengan tarawih karena para sahabat biasanya melaksanakan sholat dalam keadaan berdiri, ruku’ dan sujud dalam waktu yang lama. Apabila mereka telah melakukannya sebanyak 4 roka’at maka mereka beristirahat. Kemudian melanjutkannya lagi sebanyak 4 roka’at lalu istirahat lagi kemudian sholat 3 roka’at”[1].
Beliau juga mengatakan,
وسُمِّيت تراويح؛ لأنَّ مِن عادتهم أنَّهم إذا صَلُّوا أربعَ ركعات جلسوا قليلاً ليستريحوا
“Sholat ini disebut para ulama sebagai sholat tarawih karena para sahabat dahulu ketika melaksanakan sholat ini memiliki kebiasaan apabila telah mengerjakannya sebanyak 4 roka’at mereka duduk sebentar untuk beristirahat”[2].
[Hukum Sholat Tarawih]
Sholat ini hukumnya sunnah mu’akadah bagi laki-laki dan perempuan, hal ini merupakan salah satu hal yang merupakan bagian Min A’lami ad Din bi azh Zhohiroh. Sholat inilah yang dimaksudkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang mengerjakan qiyam/sholat malam pada Bulan Romadhon karena dorongan iman dan mengaharap pahala maka akan diampunkan dosanya yang telah lalu”[3].
[Tahapan Disyari’atkannya]
Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dahulu mengerjakannya sendirian kemudian para sahabat Rodhiyallahu ‘anhum mengikutinya selama beberapa hari. Namun Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam tidak melanjutkan mengerjakannya bersama para sahabat Rodhiyallahu ‘anhum karena khawatir akan diwajibkan bagi ummatnya berhubung wahyu belum terputus. Jika seandainya ini diwajibkan maka umat islam tidak akan mampu mengerjakannya. Ummul Mukminin ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha mencerikatan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى فِى الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ « قَدْ رَأَيْتُ الَّذِى صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِى مِنَ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّى خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ ». قَالَ وَذَلِكَ فِى رَمَضَانَ. فَتُوفِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
‘Sesungguhnya Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pernah melakukan sebuah sholat di mesjid pada suatu malam. Lalu para sahabat pun mengikuti beliau dengan menjadi makmum di belakangnya. Lalu semakin banyak para sahabat yang menjadi makmum di belakang beliau. Kemudian di hari ketiga atau keempat Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam tidak keluar untuk melakukannya lagi. Lalu ketika masuk waktu subuh beliau bersabda,
“Sungguh aku benar-benar telah melihat apa yang kalian lakukan semalam, tidak ada yang menghalangiku untuk keluar dan mengerjakannya bersama kaliam melainkan karena aku takut kalau hal ini akan diwajibkan atas kalian”.
Perowi hadits ini mengatakan, ‘Hal tersebut terjadi di Bulan Romadhon, lalu Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam diwafatkan dan demikianlah keadaan sepeninggal beliau’[4].
Lalu ketika zaman kekhalifan ‘Umar bin Al Khothob Rodhiyallahu ‘anhu sholat ini dilaksanakan secara berjama’ah. Hal ini sebagaimana dalam riwayat yang disampaikan oleh ‘Urwah bin Az Zubair dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anhuma,
فَتُوفِيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَذَلِكَ كَانَ فِيْ خِلَافَةِ أَبِيْ بَكْرٍ وَصَدَرَ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ حَتَّى جَمَعَهُمْ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ عَلَى أُبَيْ بْنِ كَعْبٍ فَقَامَ بِهِمْ فِيْ رَمَضَانَ وَكَانَ ذَلِكَ أَوَّلُ اجْتِمَاعِ النَّاسِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ فِيْ رَمَضَانَ
“Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam diwafatkan dan demikianlah keadaan sepeninggal beliau. Demikian juga di zaman Abu Bakar Ash Shiddiq. Hingga khilafah Abu Bakar digantikan ‘Umar bin Khothob, kemudian beliau mengumpulkan orang-orang untuk melaksanakannya secara berjama’ah dengan mengangkat Ubay bin Ka’ab[5] sebagai imamnya. Lalu beliaupun melaksanakannya bersama mereka di Bulan Romadhon. Itulah pertama kalinya orang-orang mengerjakannya secara berjama’ah di belakang imam yang satu di Bulan Romadhon”[6].
Dalam riwayat milik ‘Abdur Rohman bin ‘Abdul Qodir, dia mengatakan,
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ ، فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ : وَاللَّهِ إِنِّى لأَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ. ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ : ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ : نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِى يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ.
Suatu ketika aku keluar menuju mesjid bersama ‘Umar bin Khothob di malam Bulan Romadhon. Ketika itu kami mendapati orang-orang terpencar-pencar. Ada seorang yang sholat sendiri, ada juga yang sholat lalu beberapa orang mengikutinya di belakan. Lalu ‘Umar bin Al Khothob Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya aku memiliki pandangan apabila aku satukan/kumpulkan mereka dengan dipimpin satu imam maka hal itu lebih baik”. Lalu beliau bertekad kuat untuk merealisasikannya dengan mengangkat Ubay bin Ka’ab sebagai imamnya. Perowi mengatakan, ‘Lalu aku keluar bersamanya di malam lain berikutnya sedangkan orang-orang telah melaksanakan sholat mengikuti imam mereka (Ubay bin Ka’ab). Kemudian ‘Umar bin Khothob Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sebaik-baik perkara yang dulu telah ada kemudian dimunculkan lagi adalah hal ini, dan orang-orang yang tidur terlebih dahulu sebelum melakukannya (yaitu mengerjakannya pada akhir malam) lebih baik dari orang yang mengerjakannya pada awal malam”[7].
Syaikh Abu Malik hafidzahullah mengatakan, “Kemudian amalan ini berlanjut hingga sekarang, oleh karena itulah para ulama sepakat disyari’atkannya sholat tarawih secara berjama’ah”.
Malam ke 9 Romadhon 1434 H,
Aditya Budiman bin Usman
-yang mengharap ampunan Robbnya-
[1] Lihat Syarhul Mumthi’ hal. 79/II, terbitan Al Kitab Al ‘Alami, Beirut.
[2] idem hal. 102/II.
[3] HR. Bukhori no. 2009 dan Muslim no. 759
[4] HR. Bukhori no. 1129 dan Muslim no. 761
[5] Dalam riwayat lain disebutkan sahabat lain juga yang dijadikan imam ketika itu adalah Tamim Ad Dariy Rodhiyallahu ‘anhu.
[6] HR. Bukhori no. 924 dan An Nasa’i no. 155/IV dengan sanad yang shohih.
[7] HR. Bukhori no. 2010 dan Malik dalam Al Muwatho’ no. 252.
Leave a Reply