24 Sep
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Syarat Orang yang Berqurban dan Syarat Hewan Qurban (Seputar Ibadah Qurban 2)
Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Melanjutkan pembahasan sebelumnya seputar qurban/udhiyah (klik di sini). Pada kesempatan ini kita akan sambung dengan tema syarat orang yang berqurban dan syarat hewan yang diqurbankan
Dalam Fiqh Muyassar disebutkan,
Syarat disyari’atkannya qurban bagi orang yang berqurban
Berqurban disunnahkan bagi orang-orang yang padanya terdapat syarat berikut :
- Islam, selain muslim tidak disyari’atkan baginya berqurban.
- Baligh dan berakal, maka orang yang belum baligh dan tidak/belum berakal tidak dibebani qurban.
- Mampu, maksudnya bahwa orang yang akan berqurban memiliki materi senilai harga hewan qurban di luar nafkah untuk dirinya dan orang-orang yang wajib dia beri nafkah selama hari raya idhul ‘adha dan hari-hari tasyriq.[1]
Selanjutnya syarat yang berkaitan dengan hewan yang akan diqurbankan.
Dalam Fiqh Muyassar juga disebutkan[2],
Syarat yang harus terpenuhi pada hewan qurban :
-
Umurnya :
-
Unta, disyaratkan harus telah sempurna 5 tahun (jalan tahun ke-6ed) ;
-
Sapi, disyaratkan harus telah sempurna 2 tahun (jalan tahun ke-3 ed);
-
Kambing, disyaratkan harus telah sempurna 1 tahun (jalan tahun ke-2 ed);
-
Domba, disyaratkan harus telah sempurna 1 tahun (jalan tahun ke-2 ed), pendapat lain menyebutkan telah sempurna 6 bulan.
Dalil pokok untuk permasalah ini adalah sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dari Shahabat Jabir bin ‘Abdullah Rodhiyallahu ‘anhu,
لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Jangankah kalian menyembelih (qurban) melainkan yang sudah musinnah, kecuali bila sulit bagi kalian mendapatkannya maka sembelihlah jadza’ah dari domba”[3].
Penulis shohih Shohih Fiqh Sunnah mengatakan,
‘Musinnah (yang sudah tumbuh gigi serinya) adalah dua dari segala sesuatu, berupa unta, sapi dan kambing atau lebih.
Musinnah pada sapi adalah yang telah berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke-3.
Musinnnah pada unta adalah yang telah berumur 5 tahun dan telah masuk tahun ke-6. Sehingga tidak diterima sebagai qurban apabila kurang dari ketentuan tersebut.[4]
Sedangkan untuk kambing para ulama mengatakan bahwa musinnah pada kambing adalah 1 tahun dan domba 6 bulan[5].
- Selamat dari 4 cacat
Dalam Fiqh Muyassar disebutkan[6],
Selamat atau terbebas dari cacat.
Unta, sapi, kambing dan (domba) disyaratkan harus terbebas/selamat keadaannya dan hal-hal yang menyebabkan berkurangnya kwalitas daging. Maka tidak sah qurban jika ‘ajfaa’, ‘auroo’, al mariidhoh dan al hadziilah laa tunqoo. Berdasarkan hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dari shababat Al Baaro’ bin ‘Aazib Rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam beliau bersabda,
أَرْبَعٌةٌ لَا يجْزِيْنَ فِيْ الْأُضَاحِى الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تُنْقِي
“4 hal yang tidak sah qurban dengannya : [1] ‘auroo’ yang jelas, [2] Al Mariidhoh yang jelas, [3] ‘arjaa’ yang jelas dan [4] kurus yang tidak ada tulang sum-sumnya”[7].
Penulis Shohih Fiqh Sunnah[8] mengatakan,
-
(الْعَوْرَاءُ)Picek/cacat mata yang jelas cacat/piceknya. Yaiti jika warna putih menutupi sebagian besar penglihatannya sehingga hanya tersisa sedikit bagian mata yang dapat melihat. Maka tidak sah qurban dengannya. Demikian pula lebih tidak sah jika buta.
-
(الْمَرِيضَةُ) penyakitan yang jelas terlihat. Jika sakit yang ringan maka sah.
-
(وَالْعَرْجَاءُ) pincang yang jelas terlihat. Terlebih jika kakinya patah, maka tidak sah.
-
(وَالْكَسِيرُ) kurus/cungkring yang tidak memiliki daging atau sum-sum pada tulangnya.
Demikian pembahasan seputar syarat yang berkaitan dengan orang yang akan berqurban dan hewan qurban. Mudah-mudahan bermanfaat.
Catatan dari guru kami Ustadz Ghufron hafidzahullah keempat hal ini dihukumi sesuai urf/hukum kepantasan masyarakat bukan perasaan personal. Allah a’lam.
Setelah Subuh 29 Dzul Qo’dah 1435 H/24 September 2014 M.
Aditya Budiman bin Usman
[1] Lihat Fiqh Muyassar hal. 192.
[2] Idem hal. 193, dengan perubahan redaksi.
[3] HR. Muslim no. 1963.
[4] Lihat Shohih Fiqh Sunnah oleh Syaikh Kamaal bin Abdul Malik Sayyid Saalim hafidzahullah hal. 370-371/II terbitan Maktabah Tauqifiyah Mesir.
[5] Lihat Syarhul Mumthi’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 425-426/VII terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[6] Hal. 194.
[7] HR. An Nasaa’i 215/VII, Ibnu Majah no. 3144 dan Ahmad no. 18565.
[8] Hal. 326-327/II.
3 Comments ( ikut berdiskusi? )
Leave a Reply