22 Oct
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Puasa Arofah Bagi Yang Tidak Sedang Berhaji
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Puasa merupakan ibadah yang amat penting kedudukannya di dalam Islam. Demikian juga sudah kita ketahui bersama bahwa puasa dapat menjadikan seseorang bertaqwa di sisi Allah ‘Azza wa Jalla (tentu saja jika puasanya benar secara fikih, jiwa dan perbuatannya).
Lebih jauh lagi puasa merupakan salah satu amalan yang sangat utama yang merupakan salah satu ibadah yang paling dicintai Allah Subhana wa Ta’ala. Sampai-sampai pahalanya hanya Allah lah yang tahu nilainya[1] sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam riwayatkan dalam sebuah hadits qudsi,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى
“Seluruh anak keturunan Adam dilipatgandakan sepuluh kebaikan yang semisal, bahkan hingga tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu milikku/untukku dan aku yang akan membalasnya (dengan besaran yang tidak ditentukan –pent.) karena orang yang berpuasa telah menahan syahwatnya dan makanannya disebabkan Aku”[2].
Demikian juga dalam sebuah hadits qudsi yang lain,
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Tidaklah seorang hamba Ku (Allah) mendekatkan dirinya kepada Ku (Allah) dengan ibadah nafilah/sunnah hingga Aku (Allah) akan mencintainya”[3].
Alhamdulillah sekarang ini kita sedang memasuki tanggal 6 Dzul Hijjah 1433 H, dan ada salah satu diantara sekian banyak puasa sunnah yang dalam syari’at kita dianjurkan untuk mengerjakannya. Puasa tersebut adalah Puasa Arofah bagi yang tidak sedang menjalankan ibadah haji.
[Dalil Disyari’atkannya Puasa Arofah]
Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan dari sahabat Abu Qotadah rodhiyallahu ‘anhu,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
“Puasa Hari Arofah, Aku (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) mengharap kepada Allah akan menghapuskan dosa-dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya”[4].
Para ulama’ diantaranya Imam Nawawi Asy Syafi’i Rohimahullah menjelaskan bahwa penghapusan dosa selama dua tahun dalam hadits di atas dapat mengandung dua pengertian,
[1]. Allah manghapus dosa-dosanya selama dua tahun (jika dia menjauhi dosa-dosa besar) atau,
[2]. Allah akan menjaga diri orang tersebut sehingga dia tidak melakukan dosa-dosa[5].
Sesuai dengan judul di atas, jika ada yang bertanya manakah yang lebih utama bagi seorang yang sedang melaksanakan ibadah haji, berpuasa atau tidak ?
Maka jawabannya adalah lebih utama bagi orang yang sedang berhaji untuk tidak berpuasa Arofah walaupun keutamaan puasa tersebut sangat besar sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Hal ini berdasarkan apa yang dituntunkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Khulafaur Rosyidin Rodhiyallahu ‘anhum. Dan sebuah hal yang kita ketahui bersama bahwa mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah sebuah keutamaan dan keselamatan dalam beramal. Diriwayatkan dari Maimunah Rodhiyallahu ‘anha,
أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِي صِيَامِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عَرَفَةَ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ، وَهُوَ وَاقِفٌ فِي الْمَوْقِفِ، فَشَرِبَ مِنْهُ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“orang-orang ragu tentang apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berpuasa pada hari Arofah. Aku mengirimkan susu kepada beliau ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sedang melaksanakan wuquf di Arofah. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam meminumnya dan manusia melihatnya”[6].
‘Abdullah bin ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang puasa Arofah. Ia menjawab,
حَجَجْتُ مَعَ النَّبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَلَمْ يَصُمْهُ ( يَعْنِي يَوْمَ عَرَفَةَ ) وَمَعَ أَبِيْ بَكْرٍ فَلَمْ يَصُمْهُ وَمَعَ عُمَرَ فَلَمْ يَصُمْهُ وَمَعَ عُثْمَانَ فَلَمْ يَصُمْهُ وأَنَا لَا أَصُوْمُهُ وُلَا آمَرَ بِهِ وَلَا أَنْهَى عَنْهُ
“Aku melaksanakan haji bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan beliau tidak melaksanakan puasa Arofah pada saat itu. Demikian juga ketika aku berhaji bersama Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Utsman mereka tidak melaksanakan puasa Arofah pada saat itu. Aku pun ketika haji tidak melaksanakan puasa Arofah, tidak pula memerintah orang untuk melakukannya dan tidak pula melarang orang yang melakukannya”[7].
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa orang yang sedang haji lebih utama tidak berpuasa. Namun seandainya ada orang yang sedang haji ingin melaksanakan puasa ini maka tidak boleh dilarang, Allahu a’lam.
Insya Allah kita akan memasuki hari Arafah pada hari Kamis tanggal 9 Dzul Hijjah atau 25 Oktober 2012.
Sigambal, Setelah Isya’ 5 Dzul Hijjah 1433 H / 21 Oktober 2012
Aditya Budiman bin Usman
[1] Silakan rujuk tulisan kami yang berjudul “Pahala Puasa Tidak Terbatas Bilangan”. (www.alhijroh.com)
[2] HR. Bukhori no. 1904 dan Muslim no. 1151
[3] HR. Bukhori 6502.
[4] HR. Muslim 1162.
[5] Lihat Al Majmu’ oleh An Nawawi Rohimahullah hal. 381/VI.
[6] HR. Bukhori no. 1989 dan Muslim no. 1124.
[7] HR. Tirmidzi no. 751, hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani.
Leave a Reply