Persoalan Puasa dan Wanita Haidh

14 Jul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Persoalan Puasa dan Wanita Haidh

Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepadaDzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.

Dari judul di atas, mungkin telah mencukupi apa yang akan kita bahas kali. Masalah ini kami kemukakan karena tidak sedikit perempuan sekarang yang kurang memahami hal ini.

Penulis Shohih Fiqh Sunnah[1] mengatakan,

haidh

“Masalah Yang berkaiatan dengan Wanita Haid dan Puasa

  • Jika wanita haid suci pada siang hari Bulan Romadhon, maka dia tiak berpuasa pada hari itu. Dia boleh makan dan minum. Jika suaminya kembali/pulang dari safar dan dia mengambil rukhsoh tidak puasa maka boleh bagi suaminya berjima’/bersetubuh dengan istrinya. Serta tidak ada kewajiban bagi si istri untuk menahan dirinya dari makan dan minum pada sisa harinya dengan puasa[2].
  • Jika wanita yang haid telah suci sebelum fajar subuh dan berniat puasa maka puasanya sah. Walaupun dia mengakhirkan mandi junub hingga setelah fajar terbit/waktu subuh tiba. Inilah pendapat jumhur/mayoritas ‘ulama”.

[Perkataan penulis ini diambil dari Kitab Jami’ Ahkaami An Nisaa’ karya Syaikh Musthofa Al Adaawiy hafidzahullah hal. 391-393/I]

 

Diterjemahkan,

Aditya Budiman bin Usman

 

[1]Lihat Shohih Fiqh Sunnah oleh Syaikh Abu Malik Kamaal bin Sayyid Saalim hal. 127/I terbitan Maktabah Taiqifiyah, Kairo, Mesir.

[2]Namun hendaklah dia tetap menghormati Bulan Romadhon dan orang lain yang sedang berpuasa dengan tidak makan dan minum di depan orang yang berpuasa. (pent.)

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply