Menyesal Jadi Orang Baik ?

7 Jun

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Menyesal Jadi Orang Baik ?

Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

Pernah ragu ketika anda ingin kembali kepada agama Allah ? Pernah berpikir bahwa rizki yang halal yang anda pilih ketimbang yang haram akan berakibat buruk bagi perekonomian keluarga anda ? Pernah berpikir ketika anda memutuskan untuk tidak pacaran lagi akan berakibat buruk pada diri anda dan dia ? Pernah berpikir aturan agama Islam kok sangat menyulitkan di zaman sekarang ini ya ? Atau anda menyesal menjadi orang yang lebih baik, lebih dekat dengan agama ? Dan seterusnya, masih banyak lagi hal-hal yang kita ragukan apakah sesuatu itu bener-bener baik bagi kita atau malah buruk.

Mari simak firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Al Baqoroh [2] : 216).

Ketika menafsirkan ayat yang mulia ini Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,

Menyesal Jadi Orang Baik 1

Az Zuhri Rohimahullah mengatakan, “Zihad itu wajib bagi setiap orang, baik bagi orang yang sedang berperang ataupun orang yang duduk (tidak ikut perang). Maka orang yang tidak ikut berperang ketika dia dimintai bantuan maka dia harus memberikan bantuan. Jika diminta ikut berperang maka dia harus ikut berperang. Namun jika tidak diminta / tidak dibutuhkan maka hendaklah dia duduk tidak ikut”.

Aku (Ibnu Katsir) mengatakan, “Oleh sebab itulah terdapat dalam sebuah hadits dalam Shohih Muslim,

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ

“Barangsiapa yang mati dan tidak ikut berperang, tidak juga pernah berniat ikut berperang di dalam hatinya maka dia mati dalam keadaan jahiliyah”[1].

Demikian juga sabda Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam setelah penaklukan Kota Mekkah,

لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا

“Tidak ada hijroh setelah penaklukan Kota Mekkah namun yang ada adalah jihad dan niat. Jika kalian diminta untuk berperang maka majulah berperang”[2].

Menyesal Jadi Orang Baik 2

“Firman Allah Ta’ala (وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ) ‘padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci’ yaitu sangat berat dan menyulitkan kalian. Memang demikianlah perang, kalau tidak mati maka akan mengalami luka-luka bersamaan dengan mengalami kesulitan dalam perjalanan dan menghadapi/melawan musuh”.

Menyesal Jadi Orang Baik 3

“Firman Allah Ta’ala (وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ) ‘Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi’ maksudnya karena perang datang setelahnya pertolongan, kemenangan atas musuh, menguasai wilayah mereka, harta-harta mereka, wanita mereka serta anak-anak mereka’.

Menyesal Jadi Orang Baik 4

“Firman Allah Ta’ala (وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ) ‘boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu’. Hal ini bersifat umum pada semua perkara. Boleh jadi seseorang menyukai/mencintai sesuatu padahal tidak ada kebaikan dan mashlahat padanya. Diantaranya adalah tidak berangkat perang. Boleh jadi hal itu menyebabkan daerah, wilayahnya dikuasai musuh”.

Menyesal Jadi Orang Baik 5

“Kemudian Allah Ta’ala berfirman (وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ) ‘Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahu’ yaitu Dia (Allah) lebih mengetahui daripada kalian tentang akhir/akibat suatu perkara. Allah telah mengabarkan suatu hal yang padanya terdapat kebaikan kalian untuk urusan dunia dan akhirat kalian. Maka terimalah perkara tersebut, tunduk pada perintah Nya agar kalian termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk”[3].

Sekian perkataan Ibnu Katsir Rohimahullah

Namun ada penjelasan menarik dari apa yang disampaikan Ibnul Qoyyim Rohimahullah[4]. Mudah-mudahan ketika kita memahami yang beliau sampaikan.

Menyesal Jadi Orang Baik 6

“Firman Allah Ta’ala

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Al Baqoroh [2] : 216).

Pada ayat ini terdapat banyak hikmah dan rahasia serta kebaikan bagi diri seorang hamba. Karena sesungguhnya seorang hamba jika dia mengetahui bahwasanya hal yang dia benci mungkin mendatangkan sesuatu yang dicintainya. Sebaliknya hal yang dia cintai mungkin mendatangkan hal yang dia benci. Maka dia tidak akan pernah akan merasa aman jika hal yang membahayakannya datang dari perkara yang dia cintai. Demikian juga dia tidak akan putus asa dari harapan bahwa kebaikan, sesuatu yang dia cintai mungkin datang dari perkara yang dia tidak sukai. Hal itu terjadi karena dia tidak memiliki ilmu tentang ujung sesuatu, akhir suatu hal. Sesungguhnya hanya Allah lah yang mengetahuinya dan seorang hamba tidak mengetahuinya”.

Sehingga yang menjadi acuan bagi kita adalah benci atau suka kita terhadap satu hal jangan sampai merusak penilaian kita tentang apa yang ditakdirkan Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita. Karena kita tidak mengetahui akhir dari suatu perkara sedangkan Allah Maha Mengetahuinya. Artinya ketika kita mendapatkan sesuatu yang kita sukai jangan sampai nikmat tersebut melalaikan kita, membuat kita jumawa bahwa Allah Ta’ala sayang pada kita. Sebaliknya ketika kita mendapatkan suatu hal yang tidak kita sukai maka janganlah kita marah, mengupat, tidak puas dengan takdir Allah. Karena boleh jadi itu yang terbaik bagi kita di dunia dan untuk akhirat kita. Allahu a’lam.

Beliau Rohimahullah melanjutkan[5],

Menyesal Jadi Orang Baik 7

“Yang demikian itu mewajibkan beberapa perkara :

Melaksanakan Perintah,

Diantaranya adalah ketika dia melaksanakan perintah dia merasa bahwa sesungguhnya tidak ada yang lebih bermanfaat baginya daripada melaksanakan perintah. Walaupun pada awal melaksanakannya dia merasa berat. Karena akibat/akhir dari melaksanakan perintah adalah kebaikan, kegembiraan, kelezatan dan kesenangan. Walaupun jiwanya tidak menyukai hal tersebut namun hal itu sebenarnya baik dan bermanfaat baginya”.

Artinya ketika dia melaksanakan perintah dari Allah ‘Azza wa Jalla dan Rosulullah Shollalahu ‘alaihi wa Sallam, yang terhujam di hatinya adalah yang penting saya melaksanakan perintah Allah dan Rosul Nya. Masalah apa yang dia dapatkan setelah itu di dunia maka dia akan menganggapnya ringan. Karena dia sadar dan benar-benar yakin bahwa akhir dari apa yang dia lakukan pasti manis dan menyenangkan baik di dunia dan di akhirat.

Beliau Rohimahullah melanjutkan,

Menyesal Jadi Orang Baik 8

“Demikian juga tidak ada suatu hal yang lebih dia takutkan daripada melanggar larangan walaupun jiwanya sangat menginginkan dan condong pada hal tersebut. Karena akhir perkara itu seluruhnya adalah kepedihan, kesedihan, keburukan dan bencana malapetaka. Sehingga hati/akalnya yang baik mampu membawanya memikul rasa sakit yang sedikit demi mengharapkan akhir yang lezat, agung dan kebaikan yang sangat banyak. Serta mampu menjauhkannya dari mendahulukan kelezatan sesaat yang mengakibatkan akhir yang sangat pedih dan berkepanjangan”[6].

Artinya ketika dia mampu meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rosulullah Shollalahu ‘alaihi wa Sallam larang, yang terbertik di dalam hatinya adalah yang penting saya tidak melanggar larangan Allah dan Rosul Nya. Ketika itu sudah menghujam kuat dalam hatinya maka akan ringan baginya masalah yang dia akan hadapi dalam perjalanannya menjauhi larangan Allah dan Rosul Nya. Terasa ringan baginya hal tersebut walaupun hatinya sangat ingin. Karena dia yakin dan percaya bahwa akhir urusannya akan baik bagi kehidupan dunia dan akhiratnya.

Beliau Rohimahullah melanjutkan,

Menyesal Jadi Orang Baik 9

Pandangan orang yang bodoh hanya sampai pada awal sebuah perkara dan tidak mampu melewati akhirnya dan puncaknya. Sedangkan pandangan orang yang berakal dan cerdas senantiasa tertuju pada tujuan, akhir dan puncak dari awal sebuah perkara”[7].

Menyesal Jadi Orang Baik 10

“Maka dia melihat bahwa larangan-larangan Allah dan Rosul Nya seperti makanan yang lezat namun mengandung racun yang membunuh. Sehingga setiap kali jiwanya mengajaknya untuk menikmatinya dia mampu mencegahnya karena pada hal tersebut terkandung racun. Dia juga melihat perintah-perintah Allah dan Rosul Nya sebagai obat yang rasanya tidak disukai namun berakibat baik pada kesehatan dan kesembuhannya. Sehingga ketika jiwanya berat, benci melaksanakan perintah dia mampu memotivasi dirinya karena dia mengetahui manfaat di balik perintah tersebut”[8].

Kaitannya dengan judul di artikel kita ini adalah :

Ketika anda, saya, kita semua telah memiliki keinginan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Janganlah jiwa, hati dan diri ini gundah gulana, galau dan risau akan kesulitan dunia yang berada di depan mata. Karena kesulitan yang kita akan hadapi itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan ganjaran yang Allah ‘Azza wa Jalla janjikan di dunia dan terlebih lagi di akhirat kelak. Tidakkah kita pernah membaca firman Allah Tabaroka wa Ta’ala in ???

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Al Nahl [16] : 97).

Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,

Menyesal Jadi Orang Baik 11

“ ‘Ali bin Abu Tholhah berkata dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma, bahwa (حَيَاةً طَيِّبَةً) ‘kehidupan yang baik’ adalah kebahagiaan[9].

Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy Rohimahullah menafsirkan ayat di atas,

Menyesal Jadi Orang Baik 12

“Firman Allah Ta’ala (فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً) ‘Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik’ hal itu dengan tenangnya hati, tentramnya jiwa serta tidak berpaling pada hal yang membuat was-was hatinya. Allah akan memberikannya rizki yang halal dan baik dari arah yang tidak dia sangka-sangka”[10].

Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan[11],

السَّعَادَةُ بِيَدِ اللهِ وَلَا تُنَالُ إِلَّا بِطَاعَةَ اللهِ

Kebahagiaan itu berada di tangan Allah dan tidak akan dapat digapai melainkan dengan keta’atan kepada Allah”.

Apa yang kita cari wahai saudaraku ??!!! Bukankah kebahagiaanlah tujuan kita di dunia ini ??!!!

Pertanyaan Besar, “Mengapa tidak semua kita mampu melaksanakan apa yang disebutkan Ibnul Qoyyim Rohimahullah di atas ???

Maka di bagian akhir uraian beliau tentang melaksanakan perintah dan menjauhi larangan ini, beliau mengatakan,

Menyesal Jadi Orang Baik 13

“Akan tetapi hal ini membutuhkan tambahan ilmu yang dengannya dapat diketahui akibat, kesudahan dari suatu permulaan sebuah perkara. (Selain itu) kekuatan kesabaraan juga dibutuhkan agar dapat membuat jiwanya siap untuk memikul kesulitan ketika meniti jalan dalam mencapai tujuan akhir. Apabila hilang rasa yakin dan sabar maka mustahil menggapai hal ini. Namun apabila kayakinan dan kesabarannya kuat maka akan ringan baginya semua kesulitan yang harus dipikulnya dalam perjalanan mencari kebahagiaan dan kelezatan yang abadi/terus menerus”[12].

Kesimpulannya :

  1. Ketika kita sudah mulai sadar ingin menjadi lebih baik, maka sangat mungkin kita akan diuji dengan sesuatu yang jiwa kita berat menitinya, jiwa tidak suka terhadapnya atau kehidupan dunia kita terasa kian susah dan sempit. Maka ketahuilah bahwa hal itu dapat kita lalui apabila kita mengetahui akhir dari kesusahan ini adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan ini tidak ternilai dibandingkan kecilnya kesulitan yang kita harus lalui.

  2. Kehidupan terbaik yang kita cari di dunia ini adalah kebahagiaan hati kita. Kebahagiaan ini tidak mungkin dicapai melainkan dengan menegakkan keta’atan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena di Tangan Nya lah kebahagiaan itu terletak.

  3. Agar kita tetap tegar di atas jalan menuju kebahagiaan ini kita membutuhkan [1]. Ilmu yang kokoh, [2]. Keyakinan yang kuat, [3]. Kesabaran yang tidak berbatas. Jika kita memiliki ketiga hal ini maka rintangan seberat apapun akan terasa ringan di pundak kita.

 

Allahu a’lam

Selesai Isya, 17 Sya’ban 1436 H, 4 Juni 2015 M/Aditya Budiman bin Usman.

[1] HR. Muslim no. 1910.

[2] HR. Bukhori no. 1834, Muslim no. 1353.

[3] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim oleh Ibnu Katsir hal. 572-573/I terbitan Dar Thoyyibah, KSA.

[4] Lihat Fawaidul Fawa’id hal. 147 terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA cet. 1429 H.

[5] Idem.

[6] Idem.

[7] Idem.

[8] Idem hal. 147-148.

[9] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim hal. 601/IV.

[10] Lihat Taisir Karimir Rohman hal. 901/IV Terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.

[11] Dengarkan rekaman Tabligh Akbar beliau yang berjudul Sebab-Sebab Datangnya Kebahagiaan di Mesjid Istiqlal.

[12] Lihat Fawaidul Fawa’id hal. 148.

Tulisan Terkait

Leave a Reply