Meminta Dido’akan Orang Sholeh

24 Jul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Meminta Dido’akan Orang Sholeh

Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepadaDzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.

Tak pelak lagi ibadah do’a adalah sebuah ibadah yang amat agung kedudukannya di dalam islam. Terdapat banyak sekali dalil baik dari Al Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan keutamaannya. Diantaranya adalah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Do’a adalah Ibadah”[1].

Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah mengatakan,

“Dalam hadits ini Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan bahwa do’a adalah ibadah, dan dapat juga kita simpulkan bahwa ibadah adalah do’a”[2].

Dari keterangan di atas cukuplah bagi kita untuk memahami bagaimana agungnya do’a. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mendefenisikan do’a adalah ibadah. Kemudian jika kita simpulkan dari apa yang dijelaskan Syaikh ’Ali di atas maka kita dapati bahwa dalam sebuah ibadah terkandung di dalamnya makna do’a yaitu permintaan seorang hamba agar ibadahnya diterima Allah dan dibalas dengan pahala dan surganya.

Namun ada sebuah hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.  Yang kami maksudkan adalah permintaan untuk dido’akan oleh orang yang dianggap sholeh.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin Rohimahullah mengatakan,

وطلب الدعاء من الغير ينقسم إلى أقسام:

القسم الأول: أن يطلب من الغير الدعاء لصالح المسلمين جميعا أي شيء عام فهذا لا بأس به، وقد دخل رجل يوم الجمعة والنبي صلى الله عليه وسلم يخطب فقال: يا رسول الله هلكت الأموال وانقطعت السبل فادع الله يغيثنا فرفع النبي صلى الله عليه وسلم يديه وقال: اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا فأنشأ الله سحابة فانتشرت وتوسعت وأمطرت ولم ينزل النبي صلى الله عليه وسلم من المنبر إلا والمطر يتحادر من لحيته، وبقي المطر أسبوعا كاملا. وفي الجمعة الثانية دخل رجل آخر أو الأول فقال: يا رسول الله غرق المال وتهدم البناء فادع الله يمسكها عنا فرفع النبي صلى الله عليه وسلم يديه وقال: اللهم حوالينا ولا علينا وجعل يشير إلى النواحي فما يشير إلى ناحية إلا انفرجت وتمايز السحاب حتى خرج الناس يمشون في الشمس فإذا طلبت من شخص صالح مرجو الإجابة شيئا عاما للمسلمين فهذا لا بأس به لأنك لم تسأل لنفسك مثال ذلك: لو أن رجلا جاء إليك يطلب منك الشفاعة لتغيث رجلا ملهوفا أو تقضى عنه دينه أو ترفع الظلم عن رجل ضعيف من المسلمين فإن هذا لا بأس به لأن المصلحة لغيره

“Meminta agar dido’akan orang lain dibagi menjadi beberapa jenis :

Pertama : Meminta do’a orang lain untuk kemashlahatan/kebaikan kaum muslimin secara umum, berupa apa saja yang sifatnya umum. Maka jenis ini tidaklah mengapa.  Hal ini telah terjadi di masa Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Suatu ketika di hari Jum’at datanglah seorang laki-laki ke hadapan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sedangkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sedang berkhutbah. Laki-laki tersebut mengatakan, ‘Wahai Rosulullah, sungguh binatang ternak telah sengsara dan jalan-jalan pun telah retak. Maka berdo’alah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kita’. Lalu Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pun mengangkat tangannya kemudian berdoa,

اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا

“Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami”.

Maka Allah Subhana wa Ta’ala pun mendatangkan awan dan menjadikannya menjadi meluas kemudian turunlah hujan sedangkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam masih berada di atas mimbarnya hingga air hujan membasahi jenggot beliau yang mulia. Kemudian hujan terus menerus turun selama sepekan penuh.

Kemudian di Hari Jum’at berikutnya seorang laki-laki tersebut atau laki-laki lainnya. Kemudian dia berkata, ‘Wahai Rosulullah, binatang ternak telah kebanjiran, bangunan pun mulai rusak. Maka berdo’alah kepada Allah agar menghentikan hujan’.

Lalu Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pun menengadahkan kedua tangannya kemudian berdo’a,

اللَّهُمَّ حَوْلَنَا وَلاَ عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah turunkanlah hujan di sekitar kami bukan merusak kami. Ya Allah, turunkanlah hujan ke

dataran tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan tanah yang tumbuh pepohonan”[3].

Kemudian berubahlah awan hingga orang-orang yang berjalan, berjalan dalam keadaan matahari berada di atas mereka.

Jika anda meminta dari seorang yang sholeh agar dikabulkan do’anya yang isinya umum bagi kaum muslimin maka hal ini adalah sebuah perkara yang boleh. Karena anda tidaklah meminta di do’akan semata-mata untuk kepentingan anda pribadi, misalnya ada seorang laki-laki yang datang menemui anda dan meminta bantuan mendo’akan dalam rangka membantu orang lain yang bangkrut agar (dimudahkan untuk) melunasi hutangnya, atau agar kedzoliman yang ada pada diri orang yang lemah dari kalangan muslimin sirna. Maka yang semisal ini tidaklah mengapa. Karena mashlahat yang diharapkan dari terkabulnya do’a tadi adalah untuk orang lain”.

Beliau Rohimahullah melanjutkan,

القسم الثاني: أن يطلب الدعاء من الرجل الصالح من أجل أن ينتفع الرجل بهذا الدعاء ولا يهمه هو أن ينتفع لكن يحب من هذا الرجل الذي طلب منه الدعاء أن يلجأ إلى الله وان يسأل الله عز وجل وأن يعلق قلبه بالله وأن يعلم أن الله سبحانه وتعالى سميع الدعاء المهم أن يكون قصده مصلحة هذا الرجل فهذا لا بأس به أيضا لأنك لم تسأله لمحض نفعك ولكن لنفعه هو فأنت تريد أن يزداد هذا الرجل الصالح خيرا بدعاء الله عز وجل وأن يتقرب إلى الله بالدعاء وأن يحصل على الأجر والثواب

Kedua, meminta agar dido’akan seorang yang sholeh dengan tujuan agar orang yang dimohonkan do’a darinya mendapatkan manfaat (berupa pahala) dan orang yang memintanya tidak berniat dialah yang mendapat manfaat dari permintaan do’anya. Namun yang diinginkannya adalah agar orang yang ia minta do’anya memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan menggantungkan hatinya kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Mendengar Do’a. Intinya maksud dari permintaan do’a ini adalah untuk kemashlahatan orang yang dimintai do’anya. Maka yang demikian tidaklah mengapa. Karena anda meminta do’a darinya bukanlah semata-mata kemanfaatan bagi anda akan tetapi untuk kemashlahan orang tersebut agar orang tersebut mendapatkan tambahan kebaikan berupa pahala dari Allah ‘Azza wa Jalla  karena telah berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah dengan ibadah do’a.

القسم الثالث: أن يطلب الدعاء من الغير لمصلحة نفسه هو فهذا أجازه بعض العلماء وقال لا بأس أن تطلب من الرجل الصالح أن يدعو لك لكن شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله قال لا ينبغي إذا كان قصدك مصلحة نفسك فقط لأن هذا قد يدخل في المسألة المذمومة لأن النبي صلى الله عليه وسلم بايع أصحابه ألا يسألوا الناس شيئا وكذلك لأنه ربما يعتمد هذا السائل الذي سأل غيره أن يدعو له ربما يعتمد على دعاء هذا الغير وينسى أن يدعو هو لنفسه فيقول: أنا قلت لفلان وهو رجل صالح ادع الله لي وإذا استجاب الله هذا الدعاء فهو كاف فيعتمد على غيره وكذلك لأنه ربما يلحق المسئول غرور في نفسه وأنه رجل صالح يطمع الناس إلى دعائه فيحصل في هذا شر على المسئول وعلى كل حال فإن هذا القسم الثالث مختلف فيه فمن العلماء من قال: لا بأس أن تقول للرجل الصالح يا فلان ادع الله لي ومنهم من قال لا ينبغي والأحسن ألا تقول ذلك لأنه ربما يمن عليك بهذا وربما تذل أمامه بسؤالك ثم إنه من الذي يحول بينك وبين ربك ادع الله بنفسك لا أحد يحول بينك وبين الله لماذا تذهب تفتقر إلى غيرك وتقول: ادع الله لي وأنت ليس بينك وبين ربك واسطة ؟ قال الله تعالى: وقال ربكم ادعوني استجب لكم وقال: { وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان }

Ketiga, meminta dido’akan orang lain untuk kemashlahatan diri sendiri. Jenis ketiga ini dibolehkan/dinilai tidak mengapa oleh sebagian ulama’. Namun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahullah berpendapat jenis ketiga ini tidak sepantasnya dilakukan karena yang anda inginkan adalah kemashlahatan anda pribadi. Selain itu ini juga hal ini bisa jadi termasuk dalam perkara yang tercela karena Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada para sahabatnya Rodhiyallahu ‘anhum agar tidak(bermudah-mudah –ed) meminta sesuatu kepada orang lain. Demikian juga betapa banyak orang yang sengaja melakukan hal ini yaitu meminta orang lain agar mendo’akan dirinya sangat menggantungkan/menyandarkan dirinya kepada orang yang dimintai do’anya tersebut sedangkan orang yang meminta dido’akan lupa/lalai berdo’a untuk dirinya sendiri. (tak jarang dari mereka yang –ed.) Mengatakan, ‘Aku telah meminta si Fulan yang dia adalah orang sholeh agar berdo’a kepada Allah untuk ku. Ketika Allah mengabulkan do’anya yang dimintanya maka orang ini merasa cukup dengan adanya do’a dari orang lain tadi.  Alasan lainnya adalah betapa banyak orang yang melakukan hal ini jatuh dalam ketidakpercayaan bahwa Allah akan mengabulkan do’anya apabila ia sendiri yang berdo’a. sehingga banyak sekali orang lain yang demkian inginnya dido’akan orang yang sholeh ini. Ringkasnya jenis ketiga ini adalah jenis yang diperselisihkan para ulama tentang kebolehannya. Sebagian ulama berpendapat bolehnya meminta orang yang sholeh agar mendo’akannya kepada Allah. Sebagian ulama lainnya berpendapat hal ini tidak boleh. Dan yang lebih baik adalah tidak meminta didoakan orang lain untuk kepentingan pribadi. Boleh jadi Allah menganugrahi anda dengan terkabulkanya do’a yang anda inginkan namun boleh jadi juga anda akan merendahkan diri anda dihadapan orang yang anda minta do’anya. Padahal tidaklah ada penghalang antara anda dan Allah dalam masalah do’a. Berdo’alah sendiri untuk kepentingan pribadi anda, tidak ada yang dapat menghalangi anda dan Allah. Maka mengapa anda menghinakan diri anda untuk memohon agar dido’akan orang lain, dengan anda katakan, ‘Wahai Fulan do’akanlah saya kepada Allah’. Padahal tidaklah ada perantara antara diri anda dan Allah ? Allah Subhana wa Ta’ala, berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. [QS. Ghofir (40) : 60].

Firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat lain,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Aku adalah dekat. Aku mengabulkan do’a orang yang berdoa apabila ia berdo’a kepada-Ku”. (QS : Al Baqoroh [2] : 186).

Mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

 [Diterjemahkan dengan penyesuian seperluanya dari Kitab Syarh Riyadhush Sholihin oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 29/II terbitan Darul Aqidah, Mesir]

 

Aditya Budiman bin Usman

-yang mengharap ampunan Robbnya-



[1] HR. Ahmad no. 17629, Abu Dawud no. 1624, At Tirmidzi no. 2895, Ibnu Majah no. 3818, hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani.
[2]Demikian kurang lebih yang disampaikan beliau dalam salah satu ceramahnya Ad Du’a wa Atsaruhu”.
[3]HR. Muslim no. 2115.

Tulisan Terkait

Leave a Reply