25 Feb
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Maksiat (Renungkan Sejenak)
Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Diri kami, diri anda dan seluruh manusia pasti pernah terjerembab dalam jurang kemaksiatan. Sekecil apapun itu, maksiat tetaplah maksiat. Lantas orang yang paling baik dari orang yang pernah melakukan kemaksiatan adalah mereka yang bertaubat. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ, وَخَيْرُ اَلْخَطَّائِينَ اَلتَّوَّابُونَ
“Semua anak keturunan Nabi Adam banyak melakukan kemaksiatan dan sebaik-baik orang yang melakukan kemaksiatan adalah mereka yang banyak bertaubat”[1].
Namun sering kita tergoda untuk kembali melakukan kemaksiatan itu. Untuk itu mari kita simak, renungkan dan selalu ingat penuturan Ibnul Qoyyim Rohimahullah berikut.
“Diantara (dampak buruk kemaksiatan) adalah terhalangi dari keta’atan. Sendainya tidak ada hukuman dari perbuatan dosa, kemaksiatan melainkan terhalangi dari keta’atan yang bersesuaian, terputus dari jalan keta’atan berikutnya, ketiga, keempat dan seterunsya niscaya itu sudah cukup. Kemaksiatan, perbuatan dosa akan memutus berbagai keta’atan. Padahal setiap keta’atan itu lebih baik dibandingkan dunia dan yang ada padanya. Gambaran ini semisal dengan seorang laki-laki yang memakan sebuah makanan yang melahirkan konsekwensi sakit berkepanjangan yang mencegahnya dari berbagai makanan yang lebih lezat dari itu. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan”[2].
Apa yang beliau tuturkan bukanlah isapan jempol belaka. Lihatlah firman Allah ‘Azza wa Jalla ini,
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
“Dan balasan suatu keburukan adalah keburukan yang semisal”. (QS. Asy Syuro [42] : 40)
Terakhir, kalaulah kita divonis dokter terkena suatu penyakit tertentu, misalnya asam urat yang tinggi. Masihkah kita berani memakan makanan pantangannya ??!!
Allahu a’lam
Bersama Hudzaifah
Selesai Subuh, 16 Jumadil Awwal 1437 H, 25 Pebruari 2016 M
Aditya Budiman bin Usman.
[1] HR. Tirmidzi no. 2499, Ibnu Majah no. 2451. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani Rohimahullah.
[2] Lihat Ad Daa’u wa Ad Dawaa’u hal. 88 terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh tahun 1423 H.
Leave a Reply