21 Aug
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Iedul Fithri dan Iedul Adha, Afdhol Mana ?
a.k.a Hari Raya Dunia Akhirat
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Insya Allah besok kaum muslimin di negeri kita akan merayakan salah satu hari raya ummat Islam, Iedul Adha. Berikut catatan ringan terkait hari raya, yang mungkin terlupa bagi kita atau malah belum pernah kita baca. Mudah-mudahan dengan ini hari raya besok lebih bermakna. Amin.
Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabi Hafizhahullah mengatakan[1],
“Ied adalah setiap hari ketika terjadi perkumpulan. Kata ini berasal dari kata (dalam bahasa Arab) ‘Aada – ya’udu (عاد – يعود) yang berarti kembali. Seakan-akan mereka kembali ke hari tersebut. Pendapat lain menyebutkan bahwa asal kata Ied adalah Al ‘Aadah (العَادَةُ) yang berarti suatu kebiasaan. Sebab orang-orang sudah membiasakan hari tersebut sebagai sebuah kebiasaan. Sedangkan bentuk jama’ (pluralnya) adalah a’yaad. Disebutkan dalam kalimat (عَيَّدَ المُسْلِمُوْنَ) artinya dia menyaksikan perayaan kaum muslimin. Ibnul ‘Arobi mengatakan, “Ied disebut sebagai Ied karena hari itu berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru”.
Ibnu Rojab (wafat Tahun 795 H) mengatakan,
“Hari Ied merupakan waktu kebahagiaan dan senang-senang. Kebahagiaan seorang mukmin dan kegembiraannya di dunia hanyalah ketika dia menuruti kehendak Penciptanya. Jika dia telah berhasil menyempurnakan keta’atan kepada Penciptanya dan mendapatkan ganjaran pahala atas amal-amal yang dijanjikan kepada mereka berupa berbagai keutamaan dan ampunan dari Nya. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala,
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah, “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus [10] : 58).
Sebagian ulama mengatakan, “Tidaklah seseorang bahagia selain karena Allah kecuali dia telah lupa kepada Allah. Orang yang lalai akan bergembira dengan perbuatan sia-sia yang sesuai dengan hawa nafsunya. Sedangkan orang yang berakal akan gembira dengan Penciptanya”[2].
Ibnu Rojab Rohimahullah menyebutkan[3] bahwa kaum muslimin di dunia memiliki 3 Ied. Pertama hari Ied yang senantiasa berulang yaitu hari Jum’at; Kedua dan Ketiga adalah Hari Ied yang hanya sekali dalam setahun yaitu Hari Ied Fithri dan Ied Adha. Seluruhnya terkait dengan penyempurnaan ibadah.
Hari Jum’at karena kaum muslimin telah sempurna melaksanakan kewajiban harian yaitu sholat wajib 5 waktu. (silakan cek keutamaan hari Jum’at di sini)
Ibnu Rojab Rohimahullah mengatakan,
“Adapun 2 Ied lainnya adalah 2 Ied yang berulang setiap tahun. Keduanya hanya datang setahun sekali.
Pertama, Iedul Fithri (hari berbuka) dari puasa Romadhon. Hari ini terkait telah disempurnakannya puasa Romadhon, yang merupakan rukun keempat dari rukun-rukun Islam. Jika kaum muslimin telah sempurna melaksanakan puasa pada bulan yang diwajibkan atas mereka maka Allah akan mengganjar mereka dengan ampunan dan pembebasan dari api neraka. Sebab puasa memberikan harapan adanya ampunan atas dosa-dosa yang telah lalu dan pembebasan dari api neraka. Maka Allah mensyari’atkan hari Ied bagi mereka ketika telah sempurna berpuasa sebagai bentuk syukur kepada Allah, mengingatnya dan membesarkan nama Nya atas hidayah yang telah Dia berikan untuk melakukan berbagai keta’atan termasuk puasa. Disyari’atkanlah bagi mereka ketika itu sholat Ied dan mengeluarkan zakat fithri. Di hari dimana orang-orang yang berpuasa diberikan pemenuhan ganjaran pahala puasa mereka dan kembali kepada hari raya mereka dengan penuh ampunan”[4].
“Kedua, hari raya qurban. Hari raya ini lebih besar dan lebih utama. Hari raya ini terkait dengan penyempurnaan ibadah haji, yang berupakan rukun kelima dari rukun-rukun Islam. Jika kaum muslimin telah menyempurnakan ibadah haji mereka maka dosa-dosa mereka pun akan diampuni. Sedangkan haji mereka dianggap telah sempurna manakala mereka telah menyempurnakan ibadah pada hari Arofah dengan wukuf di padang Arofah, yang mana dia adalah rukun haji yang paling utama”[5].
Kemudian Ibnu Rojab menyampaikan sisi penguatan beliau sebab pada bulan haji demikian banyak jenis ibadah yang tidak ada pada bulan selainnya. Lalu beliau mengatakan,
“Sholat dan berqurban yang mana kedua ibadah ini terkumpul pada Iedul Adha lebih utama dibandingkan sholat dan zakat pada Iedul Fithri. Oleh karena itu Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan untuk mewujudkan syukurnya sebab telah Allah berikan Al Kautsar dengan sholat kepada Tuhannya dan berqurban untuk Nya. Firman Allah Ta’ala kepadanya,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah, “Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanya milik Allah Robb semesta alam”. (QS. Al An’am [6] : 162).
Kesimpulan sampai di sini, bahwa Ibnu Rojab Rohimahullah berpendapat bahwa hari Iedul Adha lebih utama dibandingkan dengan Iedul Fithri. Allahu a’lam.
Kemudian Ibnu Rojab Rohimahullah mengatakan,
“Adapun hari raya orang-orang yang beriman di surga adalah hari-hari dimana mereka berjumpa dengan Robb mereka ‘Azza wa Jalla. Mereka akan bertemu denganNya dengan penuh kemuliaan, wajah mereka berseri-seri ketika itu karena melihatNya. Tidaklah diberikan kepada mereka sesuatu yang lebih mereka cintai melainkan hal itu (memandang wajah Robb mereka –pen). Inilah tambahan nikmat yang Allah Ta’ala berfirman tentangnya,
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (yaitu melihat Allah di surga)”. (QS. Yunus [10] : 26).
Tidak ada kebahagiaan bagi orang yang mencinta lebih membahagiakan dibanding dekat dengan sesuatu yang dicintainya”[6].
NB :
Inilah kenikmatan yang diingkari sebagian orang-orang yang menyimpang dalam masalah Asma dan Shifat Allah. Sungguh merugi orang yang memiliki penyimpangan dalam masalah aqidah… Ingat lagi kawan, aqidah itu penting bahkan itulah kenikmatan dalam beragama sejatinya. Allahu a’lam.
Yaa Allah anugrahkan kepada kami nikmat memandang Wajah Mu di surga.
Sigambal, setelah subuh,
9 Dzul Hijjah 1439 H, 21 Agustus 2018 M
Aditya Budiman bin Usman Bin Zubir
[1] Lihat Ahkamul ‘Iedain hal. 13 terbitan Dar Ibnu Hazm, Beirut, Lebanon.
[2] Lihat Lathoif Al Ma’arif dengan tahqiq Syaikh Thoriq bin ‘Iwadhallah hal. 479 terbitan Al Maktab Al Islamiy, Beirut, Lebanon
[3] Idem diringkas dari hal. 479-481.
[4] Idem hal. 481-482.
[5] Idem hal. 482.
[6] Idem hal. 485.
Leave a Reply