5 Nov
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Hawa Nafsu Sebagai Pelindungmu Atau Allah ?
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah. Ketika amarah kian memuncak sebab diri dan kehormatan anda diganggu orang lain. Sebenarnya anda dihadapkan pada 2 pilihan besar. Memilih balas dendam dengan memperturutkan dorongan hawa nafsu? Atau memilih bersabar dan mengharap perlindungan Allah ‘Azza wa Jalla ? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Wafat 728 H) Rohimahullah mengatakan[1]. “Ketigabelas, Hendaklah seseorang mengetahui bahwasanya jika dia bersabar (atas gangguan orang lain pada dirinya –pen) maka Allah pasti menjadi Pelindung baginya. Karena Allah merupakan Pelindung/Wakil bagi orang yang sabar. Orang yang demikian akan menyerahkan kezholiman orang pada dirinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sedangkan orang yang memperturutkan hawa nafsunya (dengan membalaskan dendamnya -pen) maka Allah pun menjadikan hawa nafsunya tersebut menjadi pelindung dan penolong untuknya. Lantas bagaimanakah orang yang Penolongnya adalah Allah, yang Dia adalah sebaik-baik penolong dibandingkan orang yang hawa nafsunya menjadi penolongnya, yang hal itu merupakan selemah-lemah penolong ?!” Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan, “Maksudnya hendaklah seorang hamba mempercayakan urusannya kepada Allah, memohon pertolongan Nya, meminta haknya dan urusannya dari Allah serta memasrahkan urusannya hanya kepada Allah Subhana wa Ta’ala. Sehingga demikianlah keadannya, dia bersabar dan berharap ganjaran kesabarannya berupa pertolongan dari Allah, kekuatan dan taufiq Nya. Disebutkan dalam sebuah hadits,
وَأنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ
“Sesungguhnya pertolongan itu ada bersama kesabaran”[2].
Rantauprapat, 2 Shofar 1438 H, 2 Nopember 2016 M Aditya Budiman bin Usman bin Zubir -Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni dosa kami, orang tua kami, atok kami dan para pendahulu generasi kami- [1] Al Umur Al Mu’inah ‘ala Ash Shobri ‘ala Adzaa Al Kholq dengan ta’liq Syaikh ‘Abdur Rozzaq hal. 33 Terbitan Dar Al Ilmu Ash Shohih [2] HR. Ahmad no. 2800 dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma dan dinilai shohih oleh Al Albani dalam Ash Shohihah no. 2382.
Leave a Reply