Cara Mengikuti Gerakan Imam Dalam Sholat Berjama’ah

8 Oct

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Cara Mengikuti Gerakan Imam Dalam Sholat Berjama’ah

Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

Judul di atas merupakan jawaban atas sebuah realita yang kita saksikan, mungkin pernah kita alami atau pernah kita pertanyakan di dalam hati kita.

Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit menukilkan hadits-hadits dan penjelasan para ulama dalam perkara ini.

Imam Diangkat untuk Diikuti

Dalilnya adalah sabda Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,

إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ. وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ

“Sesungguhnya imam diangkat menjadi untuk diikuti. Jika imam telah bertakbir maka bertakbirlah kalian, jika dia telah ruku’ maka ruku’ lah kalian, jika dia telah mengucapkan ‘Sami’allahu liman hadimah’ maka ucapkanlah ‘Allahumma Robbanaa lakalhamdu’. Jika dia sholat berdiri maka sholat berdirilah kalian, jika dia sholat dalam keadaan duduk maka sholatlah kalian semua dengan duduk”[1].

 

Ash Shon’aniy Rohimahullah,

mengikuti imam1

“Hadits tersebut merupakan dalil yang menunjukkan atas disyari’atkannya kepemimpinan/imamah dalam sholat agar makmum menjadikan imam sebagai seorang yang diikuti. Diantara kewajiban makmum adalah tidak mendahului yang diikuti (yaitu imam –pent.), tidak menyamainya, tidak lebih di depan dari tempat imam berdiri. Bahkan tidak boleh menyertai/memperhatikan/melihat gerakan imam baru kemudian mengikutinya. Konsekwensinya makmum juga tidak boleh menyelisihi imam dalam gerakannya. Bahkan hadits telah menjelaskan hal itu dalam potongan Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,

فَإِذَا كَبَّرَ …

“Jika imam telah bertakbir………..” dan seterusnya hadits.

Gerakan lain yang tidak disebutkan dalam hadits semisal salam diqiyaskan/dianalogikan dengan gerakan yang disebutkan. Barangsiapa yang menyelisihi imam terhadap hal-hal yang telah disebutkan maka dia telah berdosa. Namun sholatnya tidak batal. Kecuali dalam hal takbirotul ihrom. Jika mendahului imam dalam takbirotul ihrom maka dia tidak dianggap sholat bersama imam. Karena dia tidak menjadikan imam sebagai ikutan. Karena jika dia melakukan takbirotul ihrom bersama imam dan melakukan gerakan setelahnya mengikuti imam maka hal itu merupakan bagian dari mengikuti imam dan menjadikannya sebagai ikutan”[2].

 

Mendahului Imam

Agar kita memahami sub judul ini, berikut kami nukilkan hadits-hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam seputar masalah mendahului imam.

 

Hadits pertama, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengancam orang yang mendahului imam dengan ancaman yang keras dalam Sabdanya Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu,

أَمَا يَخْشَى الَّذِى يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ

“Apakah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam menganggkatnya tidak takut Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai[3].

Dalam lafazh Imam Bukhori disebutkan,

أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ , أَوْ يَجْعَلَ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ

“Apakah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam menganggkatnya tidak takut Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau Allah menjadikan dirinya dengan rupa keledai[4].

Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,

mengikuti imam2

“Huruf (أَمَا) asalnya adalah bentuk penafian/peniadaan. Huruf hamzah ditempelkan padanya sebagai bentuk pertanyaan. Pertanyaan dalam konteks penghinaan[5].

Ibnu Hajar Rohimahullah kemudian mengatakan,

mengikuti imam3

“Zhohir hadits ini memberikan konsekwensi haramnya mengangkat kepala sebelum imam mengangkat kepala. Berdasarkan adanya ancaman penyerupaan (dengan keledai). Hal merupakan seburuk-buruk hukuman[6].

Kedua, hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘anhu,

قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى إِمَامُكُمْ فَلاَ تَسْبِقُونِى بِالرُّكُوعِ وَلاَ بِالسُّجُودِ وَلاَ بِالْقِيَامِ وَلاَ بِالاِنْصِرَافِ فَإِنِّى أَرَاكُمْ أَمَامِى وَمِنْ خَلْفِى – ثُمَّ قَالَ – وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ رَأَيْتُمْ مَا رَأَيْتُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا. قَالُوا وَمَا رَأَيْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأَيْتُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ.

Anas Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Kami sholat bersama Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam suatu ketika. Ketika sholat telah selesai beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam menghadapkan dirinya kepada kami kemudian bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian maka janganlah kalian mendahuluiku ketika ruku’, sujud, berdiri/bangkit dan menoleh/salam. Karena sesungguhnya aku dapat melihat kalian baik ketika aku mengahadap kalian dan membelakangi kalian”. Kemudian beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan, “Demi Dzat Yang Jiwa Muhammad Berada di TanganNya, seandainya kalian melihat apa yang telah aku lihat sungguh kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. Para shahabat Rodhiyallahu ‘anhum kemudian bertanya, “Apakah yang telah engkau lihat wahai Rosulullah ?” Beliau menjawab, “Surga dan neraka”[7].

Iman An Nawawiy Rohimahullah mengatakan,

فيه تحريم هذه الأمور وما في معناها والمراد بالانصراف السلام

“Pada hadits ini terdapat faidah haramnya perkara ini (mendahului imam dalam hal ruku’, sujud, berdiri/bangkit dan menoleh/salam –ed.), yang dimaksud dengan (الانصراف) adalah salam”[8].

Hadits ketiga adalah hadits yang diriwayatkan dari shahabat Al Barroo’ bin ‘Aziib Rodhiyallahu ‘anhu,

كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا قَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ». لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَضَعَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَبِهَتَهُ عَلَى الأَرْضِ (ثُمَّ يَخُرُّ مِنْ وَرَاءِهِ سَاجِدًا) ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ.

“Kami dahulu ketika sholat di belakang Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam ketika beliau mengucapkan (سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ) kami belum membungkukkan punggung kami hingga Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam meletakkan dahinya ke tanah tempat sujud. Kemudian kami sujud setelahnya[9].

Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,

mengikuti imam4

Ibnul Jauziy[10] Rohimahullah menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa makmum tidak dianjurkan mulai mengerjakan gerakan rukun sholat hingga imam menyempurnakannya[11].

Hadits keempat adalah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang diriwayatkan dari Shahabat Amru bin Huraits Rodhiyallahu ‘anhu,

صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- الْفَجْرَ فَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ (فَلاَ أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ الْجَوَارِ الْكُنَّسِ) وَكَانَ لاَ يَحْنِى رَجُلٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَسْتَتِمَّ سَاجِدًا.

‘Aku sholat subuh di belakang Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Aku mendengar beliau sedang membaca (فَلاَ أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ الْجَوَارِ الْكُنَّسِ) ‘Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam’. Merupakan kebiasaanku tidak membungkukkan punggung kita hingga imam telah berisikap sempurna pada sujudnya[12].

Imam An Nawawiy Rohimahullah mengatakan,

وفي هذا الحديث هذا الأدب من آداب الصلاة, وهو أن السنة أن لا ينحني المأموم للسجود حتى يضع الإمام جبهته على الأرض إلا أن يعلم من حاله أنه لو أخر إلى هذا الحد لرفع الإمام من السجود قبل سجوده.

قال أصحابنا رحمهم الله تعالى في هذا الحديث وغيره ما يقتضى مجموعة أن السنة للمأموم التأخر عن الإمام قليلا بحيث يشرع في الركن بعد شروعه وقبل فراغه منه, والله أعلم

“Pada hadits ini terdapat adab dari adab-adab sholat yaitu sesungguhnya merupakan sunnah Nabi makmum tidak membungkukkan dirinya untuk sujud hingga imam telah meletakkan keningnya di atas lantai tempat sujudnya. Kecuali jika dia mengetahui bahwa jika dia mengakhirkan hal itu hingga batasan ini maka imam akan benar-benar bangkit dari sujud sebelum sang makmum melakukan sujudnya.

Para ulama Mazhab kami (Mazhab Syafi’i) berpendapat bahwa hadits ini dan semisalnya memberikan konsekwensi secara umum bahwa sunnah Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bagi makmum untuk mengakhirkan/memperlambat diri sedikit untuk memulai gerakan mengikuti imam. Dalam artian makmum memulai mengerjakan rukun sholat setelah imam (sempurna) memulainya dan sebelum imam selesai dari salah satu rukun tersebut dalam sholatnya. Allahu a’lam[13].

Syaikh DR. Sa’id bin Wahf Al Qohthoniy hafidzahullah mengatakan,

mengikuti imam5

‘Aku mendengar Syaikh Kami ‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz[14] Rohimahullah menjelaskan hadits Abu Huroiroh terdahulu. Syaikh ‘Abdul ‘Aziiz bin Baaz Rohimahullah mengatakan, “Maksudnya bahwa sesungguhnya mereka (para shahabat) memperlambat sedikit gerakan mereka dan tidak terlalu lama. Jika suara takbir imam telah selesai maka barulah mereka bertakbir, jika punggung imam telah lurus ketika ruku’ barulah mereka ruku’, jika imam telah benar-benar sujud barulah mereka sujud dengan segera. Pada hadits ini disebutkan seluruh ucapan dzikir sholat dan gerakan sholat namun tidak menyebutkan niat. Hal ini menunjukkan bahwa niat adalah suatu hal yang tidak termasuk hal yang haru diikuti makmum”[15].

Makna Diubah Menjadi Keledai

Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,

mengikuti imam5a

“Para ulama berselisih pendapat mengenai makna ancaman dalam hadits di atas. Ada yang berpendapat bahwa maknanya adalah makna abstrak bukan nyatanya. Karena sesungguhnya keledai merupakan hewan yang disifati dengan kebodohan. Sehingga ungkapan demikian menyebar luas bahwa ungkapan keledai adalah untuk orang yang bodoh terhadap hal yang wajib baginya dalam sholat dan mengikuti imam. Pendapat ini dinilai kuat oleh Al Majaziy karena ancaman tidak terjadi nyata walaupun banyak orang yang mendahului imam”[16].

mengikuti imam5b

Ibnu Buzaizah Rohimahullah mengatakan, “Dimungkinkan yang dimaksud dengan ancaman dirubah keadaan fisik dan makna abstrak atau bahkan keduanya”.

Sebagian ulama lain berpendapat maknanya adalah makna zhohirnya. Karena tidak ada penghalang yang menyatakan bahwa hal itu bisa terjadi[17].

Status Sholat Makmum yang Mendahului Imam

Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,

mengikuti imam6

“Zhohir hadits ini memberikan konsekwensi haramnya mengangkat kepala sebelum imam mengangkat kepala”[18].

Beliau melanjutkan,

mengikuti imam7

“Berdasarkan hadits inilah An Nawawiy menegaskan haramnya (mendahului gerakan imam –ed.) dalam Syarh Al Muhadzab. Jumhur ulama berpendapat haramnya hal itu namun mereka berpendapat bahwa orang yang melakukannya sholatnya tetap sah. Terdapat riwayat dari Ibnu ‘Umar beliau berpendapat bahwa sholat orang yang demikian batal. Inilah pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat dan ini juga pendapat Madzhab Zhohiriyah. Berdasarkan kaidah bahwa adanya larangan pada sesuatu menunjukkan batalnya sesuatu tersebut. Dalam Al Muhghiy dari Imam Ahmad bahwa beliau mengatakan dalam risalahnya ‘Tidak ada sholat bagi orang yang mendahului imam’ berdasarkan hadits ini. Beliau mengatakan, ‘Walaupun bagi orang yang demikian teranggap sholat dan sungguh diharapkan dia mendapatkan pahala namun tidaklah diragukan bahwa dia akan mendapatkan dosa (atas perbuatannya mendahului imam –ed.)’”[19].

Syaikh ‘Abdullah Alu Al Bassam Rohimahullah mengatakan,

mengikuti imam8

“Pendapat yang tepat adalah pendapat yang disebutkan dalam risalah (Imam Ahmad -ed) tersebut, yaitu semata-mata mendahului imam dalam gerakan sholat dengan sengaja maka sholatnya batal. Inilah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahullah. Karena Adanya ancaman menunjukkan larangan dan larangan menunjukkan batal sesuatu yang terkena larangan[20].

Kesimpulan

  • Adanya imam dalam sholat berjama’ah adalah untuk dijadikan ikutan.

  • Cara mengikuti gerakan dan ucapan imam adalah dengan makmum mulai mengikuti ucapan dan gerakan imam apabila imam telah sempurna melakukannya namun belum berpindah ke rukun yang setelahnya.

  • Patokannya adalah ketika imam telah selesai mengucapkan takbir (baik takbirotul ihrom/takbir memulai sholat ataupun takbir intiqol/takbir perpindahan gerakan sholat) barulah makmum mulai melakukan gerakan imam.

  • Termasuk tidak menjadikan imam sebagai ikutan ketika makmum menyamai imam dalam gerakan.

  • Mendahului imam merupakan sebuah dosa yang berat ancamannya.

Setelah Isya 13 Dzul Hijjah 1435 H/8 Oktober 2014 M.

 

Aditya Budiman bin Usman

[1] HR. Bukhori no. 722, Muslim no. 414.

[2] Lihat Subuulus Salaam oleh Ash Shon’aniy Rohimahullah dengan tahqiq Muhammad Subhi Hasan Khollaaq hal.64/III terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.

[3] HR. Muslim no. 427.

[4] HR. Bukhori no. 691.

[5] Lihat Fathul Baarii oleh Ibnu Hajar dengan tahqiq Ibnu Baaz dan ‘Abdur Roham bin Nashir Al Baraak hal. 566/II terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh.

[6] Idem hal. 567/II.

[7] HR. Muslim no. 426.

[8] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 370/II terbitan Darul Ma’rifah, Beirut.

[9] HR. Bukhori no. 690, Muslim no. 474.

[10] Dalam Kasyful Musykil hal. 235/II.

[11] Lihat Fathul Baari hal. 566/II.

[12] HR. Muslim no. 475.

[13] Lihat Al Minhaaj hal. 414-415/II.

[14] Ketika pengajian Kitab Bulughul Marom.

[15] Lihat Al Imaamah Fi Sholat hal. 105.

[16] Lihat Fathul Baari hal. 566-567/II.

[17] Idem hal. 567/II.

[18] Idem.

[19] Lihat Fahtul Baari hal. 576/II.

[20][20] Lihat Taisirul Alaam hal. 148 terbitan Maktabah Ar Rusy, Riyadh.

 

Tulisan Terkait

2 Comments ( ikut berdiskusi? )

  1. Nur
    Mar 24, 2016 @ 00:02:51

    ibnu hajar berkata?
    و يرجح هذا المجازي/ أن التحويل لم يقع مع كثرة الفاعلين

    al majaazi nama ulama pa?

    bukannya majaz

    Reply

    • Aditya Budiman
      Mar 24, 2016 @ 21:05:09

      Allahu a’lam.. Demikian yang kami pahami dengan keterbatasan kami.

      Reply

Leave a Reply