25 Aug
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Berhari Raya Bersama Pemerintah
Segala puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya kepadaNya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk. Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hambaNya dan utusanNya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim jami’an.
Diantara permasalahan yang sering kita jumpai di masyarakat adalah mereka dibingungkan dengan kapankah kita mulai berhari raya. Dengan kata lain bagaimanakah cara penentuan tanggal 1 Syawal yang benar, dengan hisab atau dengan melihat hilal. Nah untuk itulah kami sajikan pembahasan mengenai hal itu secara ringkas.
Pertama, setiap muslim dan muslimah memiliki kewajiban jika mereka berselisih pendapat mengenai agama mereka maka wajiblah bagi mereka mengembalikan perkara yang mereka perselisihkan tersebut kepada Al Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Hal ini sebagaimana firman Allah Jalla Jalaluhu,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. [ QS. An Nisa’ (4) : 59]
Jika kita menyepakati hal di atas maka barulah kita akan beranjak ke masalah yang menjadi topik bahasan kita. Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam telah bersabda mengenai hal ini sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُبِّىَ -غُمِّىَ- عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
“Berpuasalah kalian karena telah melihat hilal (Romadhon) dan berbukalah (berhari rayalah) kalian karena telah melihat hilal (Syawal). Maka jika pandangan kalian tertutupi ketika melihat hilal maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari”[1].
Jika kita jeli melihat hadits ini maka jelaslah masalahnya, karena Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dengan tegas mengatakan (لِرُؤْيَتِهِ) “karena telah melihat hilal (Syawal)”. Sehingga jelaslah bagi kita masalah ini yaitu penentuan 1 Syawal (dimana kita tidak diperbolehkan berpuasa lagi) adalah dengan melihat hilal bukan dengan hisab.
Kemudian hadits ke dua juga dari Sahabat Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Hari puasa adalah hari kalian (kaum muslimin) berpuasa dan hari raya (‘idul fitri) adalah kalian (kaum muslimin) berbuka (berhari raya) serta hari raya (‘idul adha) adalah hari (kaum muslimin) menyembelih hewan kurban”[2].
Dari hadits ini juga dapat terlihat bahwa hari berpuasa bagi kaum muslimin adalah hari dimana seluruh kaum muslimin berpuasa bukan hari dimana sebagian kaum muslimin (ormas tertentu) berpuasa. Demikian juga halnya untuk ‘idul fitri/lebaran adalah hari dimana kaum muslimin berbuka/tidak lagi berpuasa seluruhnya. Dan hal ini merupakan kewenangan pemerintah negeri kaum muslimin yang mengumumkannya dan bukanlah kelompok tertentu. Allahu a’lam.
Sebagai penutup tulisan yang amat singkat ini kami sampaikan firman Allah Subahanahu wa Ta’ala yang berisi ancaman bagi orang yang menyelisihi perintah NabiNya shollallahu ‘alaihi was sallam,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Allah dan RosulNya[3]) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. [ QS. An Nuur (24) : 63]
Sigambal, Selepas Sholat Tarawih, 24 Romadhon 1432 H/ 24 Agustus 2011
Aditya Budiman bin Usman
www.alhijroh.com
[1] HR. Bukhori No. 1909, Muslim No. 1081.
[2] HR. At Tirmidzi no. 697, At Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan ghorib”. Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Al Albani di Al Irwa’ no. 905.
[3] Lihat Tafsir Jalalain oleh Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahalliy dan Abdurrohman bin Abu Bakr As Suyuthiy dengan tahqiq Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuriy hal. 370 terbitan Darus Salam, Riyadh, KSA.
Leave a Reply