2 Kemudahan vs 1 Kesulitan

12 Nov

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

2 Kemudahan vs 1 Kesulitan

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.

Akhir-akhir ini musibah tak henti-hentinya menerpa negri kita, Indonesia ini. Beragam sikap orang dalam menghadapi musibah tersebut. Bahkan ada kabar yang menyebutkan bahwa ada yang bunuh diri karena tidak kuat menghadapi cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala ini.

Sikap-sikap seperti ini akan terus muncul jika kita ummat islam tidak kembali kepada kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya yaitu, Al Qur’an dan kepada sebaik-baik pentunjuk yaitu, Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi was Sallam. Oleh karena itulah maka wajib bagi kita untuk mengembalikan semua perkara kita kepada keduanya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman (dengan sebenar-benarnya iman) hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS : An Nisaa’ [4] : 65).

Demikianlah sikap setiap muslim dalam semua perkaranya yang diatur dalam agamanya, baik itu urusan dunia terlebih utama urusan diin/agamanya.

Saudaraku….ketahuilah tidaklah Allah memberikan sebuah cobaan melainkan sesuai kemampuan hambaNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya”. (QS : Al Baqoroh [2] : 286).

وَلا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا

“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya”. (QS : Al Mukminun [23] : 62).

Demikian juga dalam ayat yang lain Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Bertaqwalah kalian kepada Allah sesuai kemampuan kalian”. (QS : At Taghobun [64] : 16).

Maka marilah kita tanamkan di hati kita bahwa tidaklah Allah memerintahkan kita untuk bertaqwa kepadaNya (sabar menghadapi cobaan dan takdir Allah merupakan bagian dari taqwa) melainkan sesuai kemampuan kita. Demikian juga tidaklah Allah membebankan pada hambaNya sebuah beban melainkan sesuai dengan kesanggupan mereka.

Saudaraku sesama muslim…

Ketahuilah jalan keluar dari segala masalah yang kita hadapi adalah bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan islam”. (QS : Ali Imron [3] : 102).

Bukankah taqwa adalah menjalan perintah Allah (semampunya) dan menjauhi laranganNya?! Lalu bukankah setiap kita mendapatkan musibah baik harta, anak dan istrinya ?! Bukankah tujuan Allah menimpakan sebagian musibah sebagai akibat dosa mereka agar mereka kembali bertaqwa kepada Allah dengan bertaubat kepadaNya ?!! Wahai mata…….Tidakkah pernah membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena kemaksiatan dan dosa mereka, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar, taubat)[1]”. (QS. Ar Ruum [30] : 41)

[Kiat Tegar Menghadapi Musibah]

Saudaraku…………Kenalilah Allah ‘Azza wa Jalla dalam keadaan lapangmu maka Allah akan mengenalimu dalam keadan sempitmu. Nabi junjungan kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi was Sallam bersabda,

تَعرَّفْ إِلَى اللهِ في الرَّخَاءِ يَعْرِفكَ في الشِّدَّةِ

“Kenalilah Allah ketika lapangmu maka Allah akan mengenalimu ketika kedaan sempitmu”[2].

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah mengatakan,

“Yang dimaksud hadits tersebut (“Kenalilah Allah ketika lapangmu”) adalah laksanakan hak-hak Allah ‘Azza wa Jalla ketika keadaan lapang, dalam keadaan badan masih sehat dan ekonomi masih memadai. (Allah akan mengenalimu ketika kedaan sempitmu) jika badan sudah tidak lagi sehat, ekonomi telah susah dan rasa butuh kepada Allah semakin besar maka Allah akan mengingatmu disebabkan (ketaqwaanmu) kepadaNya dalam keadaan lapangmu[3][4].

Saudaraku sesama muslim, ketahuilah bahwa setiap kesusahan pasti bersamanya ada kemudahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“Allah pasti[5] kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. Ath Tholaaq [65] : 7)

Demikian juga firman Allah ‘Azza wa Jalla,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا . إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Al Insyiroh [94] : 5-6)

Hal ini dikuatkan sabda junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi was Sallam,

أَنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْراً

“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”[6].

Inilah janji Allah ‘Azza wa Jalla dan NabiNya Shollallahu ‘alaihi was Sallam yang tidak ada keraguan di dalamnya. Tentang ayat yang mulia di atas tiga orang sahabat yang mulia yaitu Umar bin Khottob, Ali bin Abi Tholib dan Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhum mengatakan,

وَإِنَّهُ لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ

Sesungguhnya satu kesusahan tidaklah dan mengalahkan dua kemudahan[7].

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah mengatakan ketika menjelaskan firman Allah di atas,

“(الْعُسْرِ) : kesulitan yang pertama dalam bentuk ma’rifat diulangi pada  (الْعُسْرِ) : kesulitan yang kedua. Huruf alif dan lam di sini berfungsi sebagai alif lam lil ‘ahdidz dzkir –alif lam untuk mengikat ingatan- sedangkan (يُسْرًا) : kemudahan tidak dalam bentuk ma’rifat namun nakiroh. Kaidah dalam ilmu balaghoh jika terjadi pengulangan kata dalam bentuk ma’rifat maka kata yang kedua sama dengan kata yang pertama, sedangkan jika terjadi pengulangan kata dalam bentuk nakiroh maka kata yang kedua bukanlah kata yang pertama[8]. Dengan demikian dalam ayat yang mulia ini terdapat dua kemudahan dalam satu kesulitan”[9].

Kemudian beliau rohimahullah mengatakan, “Ketika semakin sebuah perkara makin susah untukmu maka tunggulah (namun dengan usaha, pasti akan ada) kemudahan”[10].

Jika hal di atas telah kita pahami dan kita sebarkan maka Insya Allah kejadian bunuh diri karena kesulitan dunia tidak akan terjadi lagi. Allahu a’lam.

Ketika gelapnya malam menyelimuti sekitarku,

Aditya Budiman bin Usman

4 Dzul Hijjah 1431 H – 11 November 2010 M.


[1] Lihat penjelasan ayat ini dalam tulisan kami “Musibah [Sebab, Obat dan Hikmahnya]” di www.alhijroh.com

[2] HR. Ahmad no. 2857, hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk Riyadhush Sholihin.

[3] Demikianlah harusnya sikap kita, bukan malah melakukan berbagai kesyirikan –semisal menyembelih sembelihan untuk penunggu gunung Merapi, mengaitkan letusan Merapi dengan keinginan juru kunci Merapi dan penunggunya. –Allahul Mutsa’an-.

[4] Lihat Syarh Al Arab’in An Nawawiyah oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsiamin hal. 227, terbitan Mu’asasah Risalah, Riyadh, KSA.

[5] Kami terjemahkan dengan kata-kata pasti karena kaidah dalam masalah ini, setiap fi’il mudhori’ yang bersifat harapan yang berkaitan dengan perbuatan Allah maka memberikan faidah kepastian. [Silakan merujuk ke rekaman ceramah Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah yang berjudul Atsarut Taubah.]

[6] HR. Ahmad no. 2857, hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk Riyadhush Sholihin.

[7] Al Imam Malik menisbatkan perkataan ini kepada ‘Umar bin Khottob rodhiyallahu ‘anhu dalam Al Muwaththo’ no. 1621, Ibnu Khuzaimah meriwayatkannya melaui jalan Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma dalam Shohihnya, dan Al Hakim meriwayatkannya dalam Mustadroknya no. 3949 dari jalan Umar bin Khottob dan ‘Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhuma.

[8] Artinya ada dua kemudahan.

[9] Lihat Tafsir Al Qur’anul Kariim (bagiab Juz ‘Amma) oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 253, terbitan Dar Tsuroya, Riyadh, KSA.

[10] Idem.

Tulisan Terkait

2 Comments ( ikut berdiskusi? )

  1. anas
    Dec 25, 2010 @ 10:36:36

    addinunashihah…
    ditunggu….

    Reply

Leave a Reply