Tolak Ukur Benar di Masa Jahiliyah

21 Nov

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tolak Ukur Benar di Masa Jahiliyah

 

Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

Banyak pengikut berarti benar, pengikut yang kaya raya, berkedudukan, memiliki rentetan gelar akademisi menunjukkan seseorang berada di atas kebenaran. Inilah kaidah, tolak ukur sebagain kaum muslimin.

Padahal kaidah inilah kaidah menilai kebenaran masa jahiliyah.

Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab Rohimahullah mengatakan,

المسائل السابعة

الاستدلال بقوم أعطوا قوى في الأفهام والأعمال وفي الملك والمال والجاه

“Perkara Jahiliyah Ketujuh

Berdalil, beralasan bahwa (kebenaran hanya ada pada –ed.) orang-orang yang diberikan kekuatan pemahaman, perbuatan, kekuasaan , harta dan kedudukan sosial”[1].

Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan hafidzahullah mengatakan,

Tolak Ukur Jahiliyah 1a

“Sesungguhnya mereka (orang-orang jahiliyah) berasalan, berdalil bahwa kebenaran ada pada orang-orang yang kuat/mapan, orang yang memiliki status sosial tinggi dan orang-orang yang pintar/cerdas. Inilah tolak ukur mereka, yang mereka nilai adalah orangnya. Apabila suatu hal berasal dari orang-orang yang kuat, kaya, sejahtera, memiliki status sosial tinggi maka mereka menilah bahwa hal itu merupakan sebuah kebenaran. Sedangkan yang berasal dari orang-orang yang lemah, miskin mereka anggap bathil/salah. Inilah keadaan orang-orang di masa jahiliyah.

Tolak Ukur Jahiliyah 1b

“Ini merupakan tolak ukur yang bathil/salah. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mengabarkan orang-orang terdahulu bahwa mereka adalah orang-orang yang kuat, kaya raya dalam banyak ayat. Mereka memiliki status sosial yang tinggi, mereka adalah orang-orang yang cerdas namun semata-mata hal itu tidaklah bermanfaat bagi mereka (dalam menilai kebenaran –ed.) Bahkan mereka adalah orang-orang yang berada di atas kebathilan. Hal ini Allah Subhana wa Ta’ala sebutkan di banyak ayat, diantaranya adalah firman Allah Subhana wa Ta’ala,

وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آَيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَيُّ الْفَرِيقَيْنِ خَيْرٌ مَقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا

“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas (maksudnya), niscaya orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan (nya) ?” (QS. Maryam [19] : 73)[2]

Yang mereka (orang-orang kafir) maksudkan ialah diri mereka sendiri, maka mereka mengatakan ‘kami lebih baik dari mereka (orang-orang beriman)’[3].

Kemudian Allah Subhana wa Ta’ala menolak, membantah ungkapan mereka,

وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِئْيًا

“Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap di pandang mata”. (QS. Maryam [19] : 74)

Yaitu yang lebih baik harta dan perhiasannya. Sebagaimana Kami (Allah) binasakan mereka maka demikian juga akan Kami (Allah) binasakan orang-orang yang demikian[4].

 

Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,

Tolak Ukur Jahiliyah 1c

“Allah Subhana wa Ta’ala mengabarkan tentang keadaan orang-orang kafir ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang jelas maksudnya, kuat hujjahnya dan bukti yang kuat. Maka mereka akan berpaling dari hal itu dan menolaknya dengan mengatakan, berhujjah, beralasan kepada orang-orang yang beriman dengan penuh sombong bahwasanya yang mereka yakini dan mereka di atasnya yaitu agama kebathilan adalah kebenaran. Mereka menilai demikian karena mereka adalah orang-orang,

خَيْرٌ مَقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا

“……….yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan (nya) ?

(QS. Maryam [19] : 73)

Yaitu lebih baik, lebih tinggi tempat tinggal dan lebih indah tempat pertemuannya”[5].

 

Dalam ayat yang lain Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَكَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِنْ شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيمًا قَدِيرًا

“Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka ?[6] Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS. Fathir [35] : 44)

 

“Allah Subhana wa Ta’ala memerintakan kepada Nabi Muhammad untuk mengatakan kepada orang-orang yang mendustakan risalah yang didatangkan kepada mereka, ‘Berjalanlah kalian di muka bumi, lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan para rosul ? Bagaimana Allah memusnahkan mereka dan orang-orang yang kafir semisal mereka, rumah mereka dihancurkan, Allah rontokkan mereka padahal sebelumnya mereka adalah orang-orang yang sangat kuat, banyak jumlahnya dan berkualitas, banyak perbendaharaan harta dan anak. Itu semua tidak bermanfaat bagi mereka ketika demikian. Semuanya tidak dapat mencegah mereka sedikitpun dari adzab Allah ketika datang telah datang perintah Robb mu tidak ada yang dapat melemahkan Nya”[7].

Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan hafidzahullah mengatakan,

Tolak Ukur Jahiliyah 1e

Ayat-ayat ini dan yang semisal menunjukkan bahwasanya tolak ukur kebenaran bukanlah dengan kuatnya, banyaknya harta. Jika orang-orang yang memilikinya di atas kesesatan. Karena sesungguhnya kekuatan, harta dan kedudukan sosial tidaklah memberikan manfaat kepada mereka (jika mereka sebenarnya di atas kesesatan/kebathilan –ed)”[8].

 

Demikianlah saudaraku, tolak ukur kebenaran bukanlah apabila orang-orang yang mengatakannya, meyakininya adalah orang-orang yang memiliki harta, status akademis dan status sosial serta kedudukan. Bahkan tolak ukur kebenaran adalah hujjah dan dalil yang dibawakan, apakah sesuai Al Qur’an dan Hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana yang dipahami para shahabat Rodhiyallahu ‘anhum dan para ulama yang mengikuti mereka. Allahu a’lam.

 

 

Setelah Subuh 20 Muharrom 1436 H/ 13 Nopember 2014 M. Aditya Budiman bin Usman

[1] Lihat Syarh Masail Jahiliyah Syaikh DR. Sholeh Al Fauzan hal. 44 cet. Darul Bashiroh, Mesir.

[2] Idem.

[3] Lihat Tafsir Jalalain.

[4] Idem.

[5] Lihat Tafsir Qur’anil Azhim oleh Ibnu Katsir hal. 257/V terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.

[6] Kemudian Allah binasakan mereka karena mereka mendustakan Rosul-rosul yang diutus kepada mereka. [Lihat Tafsir Jalalain]

[7] Lihat Tafsir Qur’anul Azhim hal. 560/VI.

[8] Lihat Syarh Masail Jahiliyah hal. 45.

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply