16 Feb
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Tingkatan Tawakkal
Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Ada sebuah ayat yang amat populer di telinga kita. Bahkan kita sudah hafal. Bahkan ada yang menamakannya ayat 1000 dinar. Ayat tersebut adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah maka Dia akan mencukupinya”. (QS. Ath Tholaq [64] : 3)
Ibnu Katsir Rohimahullah ketika menafsirkan ayat ini beliau membawakan hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang dikeluarkan Imam Ahmad dalam musnadnya. Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
يَا غُلَامُ أَوْ يَا غُلَيِّمُ أَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِنَّ فَقُلْتُ بَلَى فَقَالَ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ تَعَرَّفْ إِلَيْهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ قَدْ جَفَّ الْقَلَمُ بِمَا هُوَ كَائِنٌ فَلَوْ أَنَّ الْخَلْقَ كُلَّهُمْ جَمِيعًا أَرَادُوا أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ عَلَيْكَ لَمْ يَقْدِرُوا عَلَيْهِ وَإِنْ أَرَادُوا أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ عَلَيْكَ لَمْ يَقْدِرُوا عَلَيْهِ
“Wahai anak, maukah engkau aku kabarkan beberapa patah kata yang dengannya Allah akan bermanfaat untukmu ?” Lantas akupun menjawab, ‘Tentu’. Beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu dan engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Ingatlah kepada Allah ketika engkau sedang lapang maka Dia akan mengingatmu di kala sempitmu. Jika engkau berdo’a maka berdo’alah kepada Allah. Jika engkau meminta pertolongan mintalah kepada Allah. Pena takdir telah kering. Seandainya seluruh ciptaan Allah ingin memberikan manfaat apapun yang tidak Allah takdirkan untukmu maka mereka tidak akan sanggup melakukannya. Demikian pula jika mereka semua ingin membahayakanmu dengan apapun yang tidak Allah tetapkan untukmu maka mereka tidak akan sanggup melakukannya”[1].
Ibnul Qoyyim Rohimahullah mengatakan,
“Orang yang merealisasikan tawakkal adalah orang yang melaksanakan sebab-sebab yang diperintahkan untuk dilaksanakan. Maka barangsiapa menolak sebab-sebab tersebut maka tawakkalnya tidak akan benar. Sebagaimana orang yang hanya melaksanakan sebab yang berakibat pada tercapainya kebaikan yang dirahapkan. Maka barangsiapa yang tidak mau mengambil sebab berarti harapannya adalah angan-angan belaka. Sebagaimana orang yang tidak mau dan meninggalkan sebab maka tawakkalnya akan menjadi lemah dan kelemahannya adalah tawakkalnya itu sendiri”[2].
Beliau Rohimahullah melanjutkan,
“Rahasia dan hakikat tawakkal adalah menyandarkan hari hanya kepada Allah semata. Sehingga interaksi dengan sebab (dengan mengambilnya –pen) bersamaan dengan hati yang tidak tergantung, tersandar pada sebab tidak akan membahayakan tawakkalnya. Sebagaimana juga halnya ucapan, ‘Aku bertawakkal kepada Allah !’ Namun hatinya bersandar, mengandalkan dan sangat percaya dengan selain Allah”[3].
Artinya bagian terpenting dari tawakkal adalah tersandarnya hati hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla semata. Sedangkan mengambil sebab yang diizinkan syari’at tidak bertentangan dengan tawakkal selama hati orang tersebut tetap bersandar hanya kepada Allah Ta’ala. Namun demikian bukanlah tawakkal yang benar meninggalkan sebab yang dibenarkan syari’at. Allahu a’lam.
Ibnul Qoyyim Rohimahullah juga mengatakan dan ini yang menjadi judul artikel ini,
“Tawakkal kepada Allah ada dua jenis :
Pertama, Tawakkal kepada Allah dalam hal mendapatkan kebutuhan dan bagian kehidupan dunia seorang hamba atau dalam mencegah hal-hal yang tidak disukai berupa musibah duniawiyah.
Kedua, Tawakkal kepada Allah dalam hal mendapatkan hal yang dicintai dan diridhoi Nya. Berupa iman, yakin, jihad dan menyeru/dakwah kepada Allah”[4].
“Diantara kedua jenis tawakkal ini terdapat keutamaan yang tidak dapat dihitung melainkan hanya Allah. Ketika seorang hamba bertawakkal kepada Allah pada jenis kedua dengan sebenar-benar tawakkal maka Allahpun akan mencukupinya pada tawakkal jenis yang pertama dengan kecukupan yang sempurna. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah pada jenis yang pertama namun tidak pada yang kedua maka Allah pun akan mencukupinya. Namun tidak pada bagian, hasil yang didapatkan pada orang yang bertawakkal terhadap hal-hal yang dicintai dan diridhoi Allah”[5].
Namun catatan yang perlu diingat bahwa rahasia tawakkal adalah menyandarkan diri dan hati kepada Allah semata dan mengambil sebab tanpa menyandarkan diri dan hati kepada sebab tersebut.
Allahu a’lam
Selesai Isya, 25 Robi’ul Akhir 1437 H, 3 Pebruari 2016 M
Aditya Budiman bin Usman.
[1] HR. Ahmad no. 2804, Dinilai shohih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth Rohimahullah. Hadits ini juga diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.
[2] Lihat Fawaidul Fawaid hal. 77 terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[3] Idem.
[4] Idem hal. 76.
[5] Idem.
Leave a Reply