Syarat Laa Ilaaha Illallah (4)

16 Nov

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Syarat Laa Ilaaha Illallah (4)

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.

Melanjutkan artikel yang sudah setahun lebih terbengkalai (klik disini) karena suatu dan lain hal.

Syarat keempat dari kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah Jujur.

Syaikh Ibrohim Al Khuroisy Hafizhahullah mengatakan[1],

syarat-laa-ilaaha-illallah-4-1

“Keempat : Jujur yang menafikan (meniadakan) kedustaan dan pencegah kemunafikan

Maksudnya syarat (Laa Ilaaha Illalah) keempat adalah kejujuran yang meniadakan kedustaan. Sudah seharusnya orang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah penuh kejujuran dari hatinya. Hatinya harus sesuai dengan ucapan lisannya. Jika dia mengucapkan dengan lisannya secara zhohir namun dia berdusta di hatinya maka inilah bentuk kemunafikan. Kemunafikan adalah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan –mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari kemunafikan–”.

Maksudnya orang yang mengucapkan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah haruslah jujur. Hatinya dan lisannya harus benar-benar mengikrarkan bahwasanya satu-satunya sesembahan yang berhak disembah hanyalah Allah ‘Azza wa Jalla semata. Adapun orang yang mengucapkan kalimat tauhid namun masih percaya adanya sesembahan yang berhak diberikan ibadah selain Allah, tentulah dia mengucapkannya tidak jujur dari hatinya. Allahu a’lam.

Beliau Hafizhahullah melanjutkan,

syarat-laa-ilaaha-illallah-4-2

“Allah telah membongkar (kebusukan) orang-orang munafiq yang mereka mengucapkan kedustaan terhadap banyak ayat di dalam kitab Allah Yang Aziz. Bahkan Allah menurunkan tentang mereka 1 surat penuh –yaitu Surat Al Munafiqun – sebab bahayanya yang besar. Demikian pula mayoritas isi Surat At Taubah membicarakan seputar mereka. Surat At Taubah ini juga dikenal dengan Al Fadhohah. Karena Allah membuka tabir kemunafikan mereka, menunjukkan borok mereka dan memperingatkan (kita) dari mereka serta shifat-shifat mereka. Tidaklah yang demikian itu kecuali menunjukkan bahayanya keburukan mereka dan tercampur baurnya mereka dengan kaum muslimin. Merekalah musuh-musuh Islam yang tidak terlihat. Adapun orang kafir maka mereka adalah musuh Islam secara terang-terangan”.

syarat-laa-ilaaha-illallah-4-3

Jujur merupakan syarat. Jika syaratnya tidak terpenuhi maka hal yang merupakan konsekwensi syarat dinafikan/tidak dianggap ada. Jujur secara bahasa berarti sesuainya sesuatu antara kenyataan dan apa yang ada di hati/aqidah. Sedangkan kebalikannya adalah kedustaan”.

Adapun dalil syarat ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)

 “Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang jujur/benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al Ankabut [29] : 1 – 3).

Syaikh Ibrohim Al Khuroisy Hafizhahullah mengatakan[2],

syarat-laa-ilaaha-illallah-4-4

“Pada ayat-ayat yang mulia padanya Allah kabarkan bahwasanya orang yang ingin termasuk menjadi golongan orang-orang yang beriman pasti ditimpakan musibah dan diuji”.

syarat-laa-ilaaha-illallah-4-5

“Firman Allah (أَحَسِبَ) merupakan kata tanya namun maksudnya mengingkari. Yaitu janganlah seorang hamba mengira bahwa dia hanya dibiarkan mengklaim dengan lisannya bahwa dia beriman otomatis menjadi menjadi orang yang benar-benar beriman. Bahkan dia akan dicoba agar jelas jujur atau dusta[3].

syarat-laa-ilaaha-illallah-4-6

“Ini merupakan sunnah Alllah Ta’ala terhadap orang-orang sebelum kita dari kalangan ummat terdahulu. Orang yang benar-benar jujur dalam ucapannya akan tetap tegar ketika terjadi fitnah/cobaan dan musibah bak gunung yang kokoh. Adapun pendusta dalam klaimnya maka dia akan berbalik arah dan mundur ketika terjadi cobaan dan musibah. Kita memohon keselamatan dan ‘afiyah kepada Allah. Fitnah/cobaan akan memperjelas mana orang yang benar-benar jujur dan pendusta, orang yang benar-benar beriman dan orang yang munafiq. Allahul Musta’an[4].

Dalil lainnya adalah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dari jalurnya Mu’adz bin Jabal Rodhiyallahu ‘anhu. Bahwasanya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda,

ما مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللهُ عَلى النَّارِ

“Tidaklah seorang yang bersaksi bahwasanya kalimat Laa Ilaaha Illallah dan Muhammad adalah utusan Allah jujur dari hatinya maka Allah akan haramkan baginya neraka”[5].

Syaikh Ibrohim Al Khuroisy Hafizhahullah mengatakan[6],

syarat-laa-ilaaha-illallah-4-7

“Syahid dari hadits di atas adalah sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ) ‘jujur dalam hatinya’. Maka beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mempersyaratkan kejujuran ketika mengucapkan 2 kalimat syahadat. Kejujuran kebalikannya adalah dusta”.

 

Demikianlah mudah-mudahan bermanfaat.

Menjelang Tidur, 10 Shofar 1437 H

 

Aditya Budiman bin Usman

[1] At Tanbihaat Al Mukhtashoroh hal. 37 terbitan Dar Shomi’i, Riyadh, KSA

[2] Idem hal. 49.

[3] Idem hal. 50.

[4] Idem.

[5] HR. Bukhori no. 128.

[6] Idem hal. 52.

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply