17 Sep
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Pencintalah Yang Layak Dicinta
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah. Setiap muslim tentu tidak akan ragu mengatakan bahwa dia mencintai Allah ‘Azza wa Jalla. Bahkan mungkin orang munafiq, nashrani dan yahudi pun demikian adanya. Allah Ta’ala mengabadikan ucapan mereka,
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan : “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Nya”. (QS. Al Maidah [5] : 18)
Namun apakah klaim tersebut hanya mengalir begitu saja ? Mari Simak Firman Allah Subhana wa Ta’ala berikut.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imron [3] : 31)
Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim/pemutus terhadap semua orang yang mengklaim cinta kepada Allah. Orang yang tidak berada di atas jalannya Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam berarti sesunggunya dia adalah orang yang berdusta atas klaimnya dengan sebenar-benar dusta. Hingga dia mengikuti syari’at Nabi Muhammad pada seluruh ucapan-ucapannya, perbuatan-perbuatannya dan keadaannya”[1]. Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan, “Semua orang dapat mengatakan bahwa dia mencintai Allah, sebab sekedar klaim itu mudah. Namun ucapan harus disertai bukti karena orang yang mengklaim harus mendatangkan bukti. Jika mereka benar-benar mencintai Allah dengan benar maka mereka harus mengikuti Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam”[2]. Beliau juga mengatakan, “Masalahnya bukanlah mencintai namun dicintai. Adapun mencintai semata tanpa ada kecintaan dari sesuatu maka sebenarnya itu merupakan siksa. Lihatlah keadaan Bariroh dan Mughits. Bariroh demikian benci terhadap Mughits padahal Mughits demikian mencintainya. Sehingga kecintaan Mughits pada Bariroh merupakan siksa baginya ketika Bariroh meminta cerai”[3]. Mughits demikian cinta kepada Bariroh, hingga ketika Mughits melihat Bariroh di pasar dia hanya mampu menangis. Hingga diapun meminta agar Nabi menjadi perantara untuknya agar Bariroh tidak meminta cerai. Lantas Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pun meminta agar Bariroh kembali kepada Mughits. Namun Bariroh mengatakan kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, “Jika permintaanmu tersebut merupakan perintah[4] maka aku akan mendengar dan patuh. Namun jika itu sekedar nasihat/saran maka aku tidak memiliki hajat terhadapnya lagi[5]. Firman Allah Ta’ala,
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku”. (QS. Ali Imron [3] : 31)
Firman Allah ‘Azza wa Jalla ini memiliki susunan kalimat syarat. Namun Allah ‘Azza wa Jalla tidak menyebutkan bagian mana dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang harus diikuti. Sehingga kalimat (فَاتَّبِعُونِي) maksudnya : “Terhadap (semua) yang aku (Nabi) berada di atasnya berupa aturan syari’at. Baik berupa aqidah/keyakinan, ucapan, perbuatan dan tidak melakukan[6] amalan. Sehingga orang yang mengikuti Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pada 4 hal ini maka dia adalah orang yang jujur mengikuti beliau. Sedangkan orang yang tidak demikian berarti dia orang yang tidak jujur mengikuti beliau”. Kemudian Allah Subhana wa Ta’ala menjelaskan faidah mengikuti Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana kelanjutan ayat :
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu”. (QS. Ali Imron [3] : 31)
Maka faidah pertama adalah Kecintaan Allah Ta’ala kepada anda. Artinya anda akan menjadi orang yang Allah cintai. Sedangkan faidah kedua adalah ampunan dari Allah ‘Azza wa Jalla atas dosa-dosa anda. Dalam artian Allah Subhana wa Ta’ala akan menutupi dosa-dosa anda dari pandangan orang lain serta Allah pun memaafkan/mengampuninya. Bentuk pengampunan Allah ini dapat saja berupa Allah mudahkan bagi anda sebab-sebab diampuninya dosa (berupa taubat dan melaksanakan berbagai keta’atan) atau Allah tidak nilai dosa-dosa yang pernah anda lakukan sebelumnya[7]. Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menutup firman Nya ini dengan menyebutkan 2 Shifat Nya,
غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imron [3] : 31)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan, “Penyebutan kedua shifat ini Maha Pengampun dan Penyayang pada ayat ini memiliki faidah yang agung yaitu : penggabungan antara penjagaan dan pertolongan. Artinya Allah menjaga anda dengan ampunan Nya atas anda dengan Allah Subhana wa Ta’ala jaga anda dari keburukan dosa-dosa. Juga Allah tolong anda dengan kasih sayang Nya. Artinya Allah akan menolong anda sehingga Dia akan mudahkan dan jauhkan anda dari kesusahan”[8].
Terakhir, simaklah, camkanlah ucapan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah berikut.
“Tidak ada seorangpun yang Allah cintai melainkan dia adalah orang yang cinta kepada Allah. Sebab jika anda benar-benar cinta kepada Allah maka anda akan beramal sehingga Allah akan mencintai anda”.
Mudah-mudahan kita termasuk orang yang dicintai Allah Subhana wa Ta’ala.
Sigambal, 14 Dzul Hijjah 1437 H / 16 September 2016 M. Aditya Budiman bin Usman Bin Zubir
[1] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim hal. 32/II terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.
[2] Lihat Tafsir Surat Ali ‘Imron hal. 189/I terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[3] Idem.
[4] Lihatlah bagaimana kepasarahan shohabiyah ini terhadap aturan Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
[5] HR. Bukhori no. 5283.
[6] Artinya apabila Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam tidak melakukan sebuah amalan padahal beliau memiliki kemampuan untuk itu dan ada hajat terhadap hal tersebut namun beliau tidak melakukannya. Maka orang yang betul-betul mengikuti beliau tentu tidak akan melakukannya pula.
[7] Lihat Tafsir Surat Ali ‘Imron hal. 191-192/I.
[8] Idem hal. 193/I.
Leave a Reply