Menyentuh Kain Penutup Ka’bah

20 Nov

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Menyentuh Kain Penutup Ka’bah

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.

Mungkin ada sebagian kita yang bercerita, mengapa ketika musim haji kain penutup (Kiswah) Ka’bah kok diangkat tinggi. Padahal kita kan pengen pegang, mumpung ke Masjidil Harom.

Mungkin salah satu alasannya adalah apa yang disebutkan dalam tanya jawab berikut[1].

 Pertanyaan

hukum-menyentuh-kain-penutup-kabah-1

Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah pernah ditanya tentang menyentuh, mengusap Ka’bah dan Rukun Yamani dalam rangka mencari berkah (ngalap berkah -pen)

Jawaban :

hukum-menyentuh-kain-penutup-kabah-2

“Apa yang dilakukan sebagian orang yang kurang pengetahuan agamanya berupa menyentuh, mengusap Ka’bah, Rukum Yamani dan Hajarul Aswad dalam rangka mencari berkah (ngalap berkah) maka hal ini merupakan perkara baru dalam agama. Sebab tidak boleh menyentuh, mengusap Ka’bah dalam rangka ibadah dan mencari berkah. ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhu bertutur ketika beliau mencium Hajarul Aswad,

إِنِّيْ لَأَعْلَم إِنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ

“Sungguh aku benar-benar mengetahui sesungguhnya engkau (Hajarul Aswad) hanyalah batu. Kalaulah bukan karena aku pernah melihat Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pernah menciummu maka aku tidak akan menciummu”. (HR. Bukhori dan Muslim)

Perkara ini (ibadah atau mencari berkah -pen) dibangun atas dasar ittiba’ mengikuti Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan bukan mengada-adakan perkara baru dalam agama. Oleh sebab itu tidak boleh menyentuh, mengusap Ka’bah kecuali Rukun Yamani dan Hajarul Aswad. Barangsiapa yang menyentuh/mengusap dari bagian Ka’bah selain 2 yang telah disebutkan maka dia telah mengada-ngada dalam agama. Oleh sebab itulah Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma mengingkari Mu’awiyah Rodhiyallahu ‘anhu ketika beliau mengusap/menyentuh/mencium dua Rukun Ka’bah yang lain”.

 

Diterjemahkan Setelah Maghrib,  11 Shofar 1438 H, 10 Nopember 2016 M

(dengan bantuan Ustadz Boris dan Ustadz M. Ichwan Muslim Hafizhahumallah)

 

Aditya Budiman bin Usman bin Zubir

[1] Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 320/II Terbitan Darul Wathon, Riyadh, KSA

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply