5 Mar
Mentauhidkan Allah tetapi Musyrik
Pendahuluan
Tauhid merupakan sebuah kata yang sangat tidak asing di telinga kita kaum muslimin bahkan mungkin di tengah-tengah orang kafir juga hal ini tidak asing. Namun tauhid apakah yang diinginkan Allah ‘azza wa jalla dan NabiNya shallallahu ‘alaihi was sallam ? Maka marilah merapat kepadaku wahai saudaraku barang sejenak kita telaah apa yang dikatakan para ulama tentangnya.
Pengertian Tauhid
Tauhid secara bahasa arab merupakan mashdar (kata benda yang berasal dari kata kerja) dari kata (تَوْحِيْدًا– يُوَحِّدُ–وَحَّدَ) yang artinya menjadikan sesuatu satu[1] tauhid ini tidaklah dikatakan sebagai tauhid sampai terdapat padanya peniadaan selainnya (secara mutlaqpent.) dan penetapan[2]. Sedangkan pengertian tauhid sebagai perbuatan hati adalah beriman tentang adanya Allah, mengesakan Allah dalam hal rububiyah, ulihiyah dan beriman terhadap seluruh nama dan shifat Allah[3]. Kemudian pengertian tauhid secara cabang ilmu adalah hal-hal yang berhubungan dengan aqidah[4] seorang muslim karena inti aqidah adalah tauhid[5], namun aqidah lebih luas dari pada tauhid[6]. Adapun secara istilah maka tauhid artinya adalah mengesakan Allah ‘Azza wa Jalla terhadap seluruh perkara yang merupakan kekhusuan Allah. Sedangkan pengertian secara syar’i adalah menunggalkan Allah dalam hal uluhiyah Allah, sebagaimana hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,
إِنَّكَ سَتَأْتِى قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ….
“Sesungguhnya engkau nanti wahai mu’adz akan bertemu dengan sebuah kaum dari Ahli Kitab, jika engkau bertemu mereka maka ajaklah mereka untuk bersyahadat bahwa Tiada Sesembahan yang Berhak disembah kecuali Allah dan Aku (Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam) adalah Rosulullah….”[7].
Dalam lafadz yang lain dari hadits ini,
إِنَّكَ سَتَأْتِى عَلَى نَّاسِ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى التَّوْحِيْد
“Sesungguhnya engkau nanti wahai Mu’adz akan bertemu dengan sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka ajak mereka kepada tauhid”[8].
Sisi pendalilannya adalah pada lafadz yang pertama Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam katakan kepada Mu’adz hal pertama kali yang didakwahkan adalah 2 kalimat syahadat dan pada lafadz yang kedua Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam mengatakan kepada Mu’adz untuk mendakwahkan tauhid sehingga secara syar’i yang dimaksud dengan tauhid adalah syahadatain. Maka demikianlah makna tauhid secara ringkas.
Macam-Macam Tauhid
Adapun macam-macam tauhid, berdasarkan penelitian yang dilakukan para ulama, maka mereka membagi tauhid menjadi tiga macam yaitu,
1. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah adalah ikrar/pengakuan bahwasanya Allah adalah satu-satunya Dzat Pencipta alam semesta, Dzat yang mengaturnya, Dzat yang menghidupkan dan mematikan mahlukNya, Dzat yang member rizki, Dzat yang Memilki seluruh kekuatan[9]. Ada juga ulama yang memberikan defenisi untuk tauhid ini dengan pengertian pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla adalah satu-satunya Pencipta, Pemilik, dan Pengatur (alam semestapent.)[10]. Namun pengertian yang lebih menyeluruh adalah pengertian yang disampaikan oleh Syaikh Prof. DR. Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin hafidzahullah, beliau mengatakan, “Tauhid rububiyah adalah iman terhadap adanya Allah dan meyakini keesaanNya dalam semua perbutanNya”. Kemudian beliau melanjutkan, “Tauhid jenis ini tidaklah lepas dari dua perkara,
- Iman terhadap adanya Allah
- Ikrar/pengakuan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, Dialah Pemilik segala sesuatu, Dialah Dzat yang memberi rizki, Dialah Dzat yang menghidupkan dan mematikan, Dialah Dzat yang dapat memberikan kemanfaatan dan kemudhorotan, Dialah Dzat yang mengabulkan do’a, Dialah Dzat yang kepadaNya kembali segala urusan, Dialah Dzat yang di tanganNya lah segala kebaikan, Dialah Dzat yang kuasa atas segala sesuatu, Dialah Dzat yang menakdirkan segala perkara, Dialah Dzat yang mengatur semua urusan, Dialah Dzat yang tidak ada sekutu bagiNya atas semua hal di atas”[11].
Dalil akan adanya tauhid Rububiyah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji yang diiringini dengan kecintaan dan pengagungan hanya milik Allah Rob Semesta Alam”. (QS : Al Fatihah [1] :1).[12]
Demikian juga firman Allah ‘azza wa jalla,
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Sesungguhnya Rob kalian adalah Rob yang menciptakan langit dan bumi”. (QS : Al A’rof [7] :45).
Demikian juga firman Robbuna ‘azza wa jalla,
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ
“Bukankah milik Allah seluruh mahluk dan seluruh ketentuan[13]”. (QS : Al A’rof [7] :45).
Dan nash-nash lain yang terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah yang disana terdapat kata Rob (رَبِّ) atau disebutkan kekhususan rububiyah Allah semisal Pencipta, Pemberi rizki, Pemilik segala sesuatu, Pengatur dan lain sebagainya maka nash tersebut adalah dalil yang menunjukkan Rububiyah Allah[14].
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah Subahanahu wa Ta’ala dalam seluruh jenis peribadatan. Tauhid ini juga disebut tauhid ibadah jika ditinjau dari sisi bahwa penisbatan kepada mahluk dan disebut juga sebagai tauhid uluhiyah jika ditinjau dari sisi dinisbatkan kepada Allah. Perlu diketahui ibadah jika dimutlakkan mencakup dua hal,
- Adanya ta’abbud yang berarti perendahan diri serendah-rendahnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya diiringi dengan kecintaan dan pengagungan kepada Allah. Syaikh Sulaiman bin Abdullah Alu Syaikh rohimahullah menambahkan bahwa dalam hal ini juga harus disertai ikhlas, rasa takut, berharap tawakkal roghbah dan rohbah[15].
- Adanya Muta’abbad bihi (perbuatan yang dijadikan sebagai ibadah), maka maknanya sebagaimana definisi ibadah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah “Ibadah adalah sebuah kata yang mencakup banyak makna (isim jami’) untuk seluruh perkara yang Allah cintai dan ridhoi baik berupa perkataan, pebuatan secara lahir dan bathin”[16]. Demikianlah ibadah jika dimutlakkan maka harus mencakup 2 hal di atas yang dikatakan syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah. Maka mentauhidkan Allah dengan tauhid jenis ini harus tercakup penghambaan diri hanya kepada Allah disertai adanya perendahan diri serendah-rendahnya, kecintaan dan pengagungan dan beribadah kepadaNya dengan apa yang disyari’atkanNya[17].
Sebagaian ulama menyebut tauhid ini tauhid ‘ubudiyah, tauhidullah bi af’alil ibaad (mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba), tauhid ‘amal, tauhid al qoshdu dan tauhid irodah wa tholab karena tauhid ini harus dibangun di atas niat yang ikhlas dan mengharap wajah Allah dalam semua peribadatan[18]. Karena tujuan untuk menegakkan tauhid jenis inilah Allah Subahanahu wa Ta’ala menciptakan seluruh jin dan seluruh manusia, firman Allah,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh[19] manusia melainkan untuk mentauhidkanKu[20]“. (QS : Adz Dzariyat [51] :56).
Dalil akan adanya tauhid ini dalah firman Allah di atas. Demikian juga firman Allah Jalla Jalaluhu,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh benar-benar telah kami utus rosul kepada seluruh ummat (agar) menyembah Allah semata dan menjauhi toghut“. (QS : An Nahl [16] :36).
3. Tauhid Asma’/nama dan Shifat
Tauhid asma’ dan shifat adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam semua nama dan shifat yang dimilikiNya. Hal ini mengandung dua hal yaitu,
- Al Itsbat/menetapkan nama dan shifat yang Allah tetapkan bagiNya dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam adalah milik Allah ‘azza wa jalla.
- An Nafyu/menihilkan kesamaan shifat dan nama Allah (dengan mahlukNyapent.).
Kedua hal di atas bersumber dari firman Allah ‘azza wa jalla,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Sesungguhnya tidak ada yang serupa dengan Allah dan Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Melihat”. (QS : Asy Syura’ [42] :11)[21].
Dalam ayat ini Allah menihilkan kesamaan antara dirimya dan mahluk dalam firmanNya (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ) dan menetapkan bagiNya nama dan shifat (وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ). Kita mengimani nama dan shifat Allah ‘azza wa jalla yang Allah tetapkan sendiri untuk diriNya melalui KitabNya dan Sunnah NabiNya shallallahu ‘alaihi was sallam tanpa mentahrif[22], menta’thil[23], mentakyif[24] dan tamtsil[25][26].
Inilah tiga jenis tauhid kepada Allah Robbul ‘Alamin, pembagian tauhid menjadi tiga jenis tauhid di atas bukanlah termasuk perkara bid’ah dalam agama dan angka tiga bukan merupakan pembatasan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian ulama mereka membagi tauhid menjadi 2 bagian, [1] Tauhid Al Ma’rifat wal Itsbat dan [2] Tauhid At Tholab wal Qosdu semacam Ibnu Taimiyah dan Muridnya Ibnul Qoyyim rohimahumallah[27]. Dalil yang menunjukkan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga bukanlah perkara yang bid’ah adalah firman Allah Jalla Jalaluh dalam surat yang sangat mulia,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ . إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Segala puji yang diiringini dengan kecintaan dan pengagungan hanya milik Allah Rob Semesta Alam. Dialah Dzat Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dialah Dzat Yang Menguasai hari pembalasan. Hanya kepadaMu lah kami menyembah dan hanya kepadaMu lah kami meminta pertolongan”. (QS : Al Fatihah [1] :1-4).
Dalam potongan surat yang mulia ini terdapat 3 jenis tauhid,
- Tauhid Rububuyah terdapat dalam firman Allah, (رَبِّ الْعَالَمِينَ),
- Tauhid Asma’ dan Shifat terdapat dalam firman Allah,
(الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ)
- Tauhid Uluhiyah terdapat dalam firman Allah, (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ).
Demikian juga dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla,
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Rob Pemilik langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia”. (QS : Al Fatihah [1] :1-4).
Demikian juga telah ma’ruf bagi kita adanya pembagian para ulama tentang adanya syarat dan wajib sholat dan sebagainya yang mana pembagian ini tidak ada salah seorang ulama pun yang mengatakannya bid’ah karena pembagian semisal ini hanya untuk memudahkan bagi para penuntut ilmu dan mendekatkan ilmu kepada mereka[28].
Tauhid yang Menjadi Titik Bentrok Antara Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan Orang-orang Kafir Quroisy
Nah selah kita paham 3 jenis tauhid di atas maka perkara yang seharusnya kita ketahui adalah manakah jenis tauhid yang menjadi titik bentrok antara Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dan orang-orang kafir Quroisy. Ternyata Allah ‘Azza wa Jalla telah mengabarkan kepada seluruh kita dalam Al Qur’anul Adzim bahwa yang menjadi titik bentrok adalah tauhid yang kedua, yaitu tauhid uluhiyah karena mereka kaum kafir Quroisy yang diperangi Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam mengakui tauhid yang pertama (tauhid rububiyah) dan sebagian tauhid asma’ dan shifat. Dalil akan hal ini adalah firman Robbuna ‘Azza wa Jalla,
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah (kepada mereka yang berbuat kemusyirikan kepada Allah) siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan dan menguasai) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah.” Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?”. (QS : Yunus [10] : 31).
Demikian juga,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Jika engkau tanyakan kepada mereka (kaum musyrikin) siapakah yang menciptakan langit-langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Maka mereka akan menjawab, “Allah”. “Maka bagaimankah mereka tersesat padahal telah jelas dalil bagi mereka”. (QS : Al Ankabut [29] : 61).
Demikian juga,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
Jika engkau tanyakan pada mereka kaum musyirikin siapakah yang menurunkan air dari langit yang dengan sebab itu hidup kembali bumi setelah matinya”. Maka mereka akan mengatakan, “Allah”. (QS : Al Ankabut [29] : 63).
Demikian juga,
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ . قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ . قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ . سَيَقُولُونَ لِلَّهِ
Katakanlah, “Milik siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?” Maka mereka akan menjawab, “Milik Allah”. Maka apakah kamu tidak ingat. Katakanlah, “Siapakah Rob tujuh lapis langit dan Rob Arsy yang agung?” Maka meka akan mengatakan, “Allah”. Maka apakah kalian tidak bertakwa. Katakanlah siapakah yang di tanganNyalah kekuasaan segala sesuatu dan Dia adalah Dzat yang melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)Nya, jika kamu mengetahui ?” Mereka akan mengatakan, “Allah”. (QS : Al Mu’minun [23] : 84-87 ).
Demikianlah beberapa ayat yang tegas menunjukkan kepada kita bahwa orang-orang musyrik di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam mentauhid Allah dalam hal kerububiyahan Allah dan sebagian Asma’ dan Shifat bahkan mereka adalah orang-orang yang kenal Arsy dan Pemiliknya. Sehingga jelaslah bagi kita tidaklah dapat dikatakan seseorang muslim/muwahhid sampai ia mentauhidkan Allah dengan tiga jenis tauhid di atas seluruhnya. Terlebih lagi jenis kedua, tauhid uluhiyah yang karenanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Rosul ‘alaihush sholatu was salam sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Sungguh telah kami utus pada setiap ummat/generasi seorang Rosul untuk memerintahkan kepada mereka agar menyembah Allah semata dan menjauhi toghut”. (QS : Al Nahl [16] : 36).
Maka demikianlah tauhid yang diinginkan Allah dan RosulNya shallallahu ‘alaihi was sallam. Mudah-mudahan apa yang kami nukilkan dari kitab para ulama ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan kaum muslimin seluruhnya, amin.
Menjelang subuh,
Aditya Budiman
[1] Lihat Taisirul ‘Azizil Hamiid fi Syarhi Kitabit Tauhid oleh Syaikh Sulaiman bin Abdullah, hal. 17, dengan tahqiq oleh Syaikh Zuhair Asy Syawis, terbitan Al Maktab Al Islamiy, Beirut, Lebanon.
[2] Lihat Syarh Tsalatsatul Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin hal. 98, penyunting Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrohim As Sulaiman, terbitan Daruts Tsuraya, Riyadh, KSA,
[3] Lihat Tahdzib Tashil Al Aqidah Al Islamiyah oleh Syaikh Prof. DR. Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin hafidzahullah hal. 19, terbitan Maktabah Al Mulk Fahd, cetakan pertama, 1425 H.
[4] Lihat tulisan kami yang berjudul Fawaid Kitab Tahdzib Tashil Al Aqidah Al Islamiyah [1] di www.alhijroh.com untuk merujuk pengertian aqidah.
[5] Sebagaimana yang disampaikan guru kami yang mulia Ustadz Aris Munandar dalam pelajaran beliau untuk kitab Tahdzib Tashil Al Aqidah Al Islamiyah.
[6] Sebagaimana yang dikatakan Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy dalam sesi Tanya Jawab Muhadhorohnya yang berjudul Al Iman bil Qodho’ wal Qodar.
[7] HR. Bukhori no. 1390,Muslim no. 19, dan lain-lain
[8] HR. Abdurrozaq dalam Mushonafnya no. 9420.
[9] Lihat Al Irsyad ilaa Shohihil I’tiqhod oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah hal. 27, terbitan Maktabah Darul Minhaaj, Riyadh, KSA.
[10] Lihat Al Quolul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 9/I terbitan Dar Ibnul Jauzy, Riyadh, cetakan kedua.
[11] Lihat Tahdzib Tashil Al Aqidah Al Islamiyah oleh Syaikh Prof. DR. Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin hafidzahullah hal. 21.
[12]Faidah tambahan : Tidak semua pujian terlarang, pujian yang hanya diberikan kepada Allah adalah pujian yang diiringi dengan pengagungan dan kecintaan yang dalam bahasa Arab disebut sebagai (الْحَمْدُ), adapun pujian selain semisal yang dalam bahasa Arab disebut dengan (المَدْحُ) atau (الثَنَاءُ) itu maka hukum asalnya mubah asalkan tidak melanggar syari’at semisal adanya dusta di dalamnya, membuat orang yang dipuji ujub/sombong dan lain-lain. [lihat penjelasan detail masalah ini dalam Tafsir Juz ‘Amma oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 11-12 Terbitan Dar Tsuraya, Riyadh, KSA]
[13] Faidah tambahan : ketentuan (الْأَمْرُ) mencakup ketentuan Allah berupa Syari’atNya dan takdirNya.
[14] Lihat Tahdzib Tashil Al Aqidah Al Islamiyah oleh Syaikh Prof. DR. Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin hafidzahullah hal. 21.
[15] Lihat Taisir Al Azil Al Hamiid oleh Syaikh Sulaiman bin Abdullah Alu Syaikh rohimahullah hal. 19, tahqiq Zuhair Asy Syawis, terbitan Al Maktab Al Islamiy, Beirut, Lebanon.
[16] Lihat Al ‘Ubudiyah oleh Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah rohimahullah hal. 44 dengan tahqiq oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah hal. 19, terbitan Darul Mughni, Riyadh, cetakan kelima.
[17] Lihat Al Quolul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 14/I.
[18] Lihat Tahdzib Tashil Al Aqidah Al Islamiyah oleh Syaikh Prof. DR. Abdullah bin Abdul Aziz Al Jibrin hafidzahullah hal. 29.
[19] Kami terjemahkan menggunakan kata seluruh karena sesuai kaidah tafsir yang disebutkan para ulama, lihat penjelasannya di www.alhijroh.com dengan judul Kaidah Ketiga Huruf Alif dan Lam yang Masuk pada Isim Sifat[1], Isim Jenis[2] Memberikan Faidah Keumuman Sesuai Kata yang Dimasukinya.
[20] Hal ini sebagaimana yang ditafsirkan para ulama lihat Syarh Tsalatsatul Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin hal. 38.
[21] Lihat Al Quolul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 16-17/I.
[22] Tahrif ada dua jenis : [1] Tahrif Lafdzi/mengubah lafadz ayat dan [2] Tahrif Ma’ani/mengubah makna ayat atau terkadang disebut takwil bathil.
[23] Ta’thil adalah mengingkari nama dan shifat yang Allah tetapkan untuk diriNya baik bersifat menyeluruh ataupun sebagian.
[24] Takyif adalah menyerupakan Allah tanpa memberikan contoh, semisal mengatakan tangan Allah jarinya sekian.
[25] Tamtsil adalah menyerupakan Allah dengan memberikan contoh, semisal tangan Allah seperti tangan manusia.
[26] Lihat Al Quolul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 18/I.
[27] Lihat Taisir Al Azil Al Hamiid oleh Syaikh Sulaiman bin Abdullah Alu Syaikh rohimahullah hal. 17.
[28] Bagi yang ingin merujuk bantahan dalam masalah ini lebih lanjutvkami persilakan untuk membaca kitab Syarh Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dengan penyunting Muhammad Saamih hal. 8 cetakan Darul Qobas.
6 Comments ( ikut berdiskusi? )
Leave a Reply
m.qusyairi
Sep 19, 2011 @ 17:03:31
afwan ,,mohon izin untk ngopi makalahx.
budi
Sep 20, 2011 @ 01:05:39
silakan…asal menjaga amanat ilmiyah serta mencantumkan sumber. kalo boleh tahu mau di posting dimana?
heri
May 05, 2012 @ 07:44:23
Bismillah,
Assalamu’alaikum.
afwan, iman itu artinya apa akhi??
minta dalil”nya juga yah akhi…!!
jazakumullah khoir
Aditya Budiman
May 15, 2012 @ 01:10:06
Alaikumussalam, silakan baca di artikel kami di alamat https://alhijroh.com/aqidah/iman-adalah/
wa iyyak
Heri
May 15, 2012 @ 13:05:46
Terima kasih atas balasannya…!!