Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi

18 May

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi

Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

Pertama merupakan sebuah kata yang sering begitu membekas di memori kita. Misalnya gaji pertama, istri pertama, anak pertama, teman pertama dan lain sebagainya. Kita biasanya ingat persis dengan semua hal di atas.

Anda tau kemusyrikan ? Anda tahu kesyirikan ? Tahu pertama terjadi kapan ? Tahu penyebabnya ? Mari simak artikel ringkas berikut.

Pertama, kita mengetahui keburukan (termasuk kemusyrikan) bukan untuk mengikutinya.

Hudzaifah ibnul Yaman Rodhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِى

“Dahulu para shahabat Rodhiyallahu ‘anhum biasanya bertanya kepada Rosulullah Shollalahu ‘alaihi wa Sallam tentang kebaikan. Namun aku biasa bertanya kepada beliau Shollalahu ‘alaihi wa Sallam tentang keburukan, karena aku takut keburukan tersebut menimpaku[1].

Selanjutnya seorang penyair pernah mengatakan,

عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّرِّ لَكِنْ لِتَوْقِيهِ

“Aku mengetahui keburukan bukan untuk keburukan namun untuk menjauhinya”[2].

Kedua, makna kemusyrikan atau kesyirikan.

‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al Qosim Hafidzahullah dan ulama lainnya mendefinisikan kemusyrikan atau kesyirikan dengan kalimat,

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi 1

Kemusyrikan atau kesyikiran adalah memalingkan ibadah apapun yang merupakan bagian dari ibadah kepada selain Allah[3].

Atau dengan kalimat lain,

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi 2“Kemusyrikan atau kesyikiran adalah penyetaraan selain Allah dengan Allah pada hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah”[4]

Ketiga, kemusyrikan pertama terjadi pada zamannya Nabi Nuh ‘alaihissalaam.

Dalilnya adalah firman Allah Subhana wa Ta’ala,

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ

“Dahulu manusia adalah ummat yang satu. Kemudian Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan memberikan kabar peringatan”. (QS. Al Baqoroh [2] : 213)

Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan[5],

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi 3

Ibnu Jarir Rohimahullah mengatakan, ‘Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, Abu Dawud mengatakan, ‘Telah menceritakan kepada kami, ‘Hammam mengatakan, ‘Telah menceritakan kepada kami dari Qotadah dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

Diantara Nuh dan Adam terdapat 10 kurun. Semuanya berada di atas syari’at yang benar (tauhid[6]). Kemudian mereka berselisih pendapat maka Allah pun mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan”[7].

Beliau Rohimahullah melanjutkan tafsirnya[8],

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi 4

“’Abdur Rozzaq mengatakan, ‘Ma’mar telah mengabarkan kepada kami dari Qotadah tentang firman Allah Ta’ala,

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً

“Dahulu manusia adalah ummat yang satu”. (QS. Al Baqoroh [2] : 213)

Qotadah Rohimahullah mengatakan,

Mereka semuanya dahulu berada di atas petunjuk kemudian mereka berselisih pendapat maka Allah pun mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan”. Sehingga Nabi pertama yang diutus kepada manusia adalah Nuh ‘alaihissalam. Inilah pendapatnya Mujahid Rohimahullah dan Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma sebagaimana disebutkan di awal”.

Pendapat bahwa Nabi Nuh ‘alaihissalam merupakan rosul pertama juga merupakan pendapat yang dipilih Ibnu Hajar Rohimahullah dalam Fathul Bari[9].

Dari pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa kemusyrikan pertama kali terjadi pada zamannya Nabi Nuh ‘alaihissalam dan beliau adalah rosul pertama yang Allah ‘Azza wa Jalla utus kepada manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan.

Pendapat ini merupakan pendapat yang sangat kuat. Walaupun ada perselisihan di kalangan para ulama tentang hal ini. Jika anda ingin mengulasnya silakan lihat Kitab Asy Syirku fi Al Qodiim wal Hadiits oleh Syaikh Abu Bakr bin Zakariya (Tesis beliau) hal. 205/I dan seterusnya.

Keempat, sebab terjadinya kemusyrikan di zamannya Nabi Nuh ‘alaihissalam.

Apakah mereka berkeyakinan bahwa berhala yang mereka sembah adalah sang pencipta mereka ?

Tentang hal ini mari kita merujuk kepada Firman Allah Subhana wa Ta’ala,

قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلَّا خَسَارًا (۲۱) وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا (۲۲) وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (۲۳

“Nuh berkata, ‘Wahai Robbku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan sesembahan-sesembahana kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. (QS. Nuh [71] : 21-23)

Ibnu Katsir Rohimahullah[10] mengatakan,

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi 5

Ibnu Jarir Rohimahullah mengatakan, ‘Ibnu Humaid telah menceritakan kepada kami, Mihron telah menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qois tentang firman Allah Ta’ala,

يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

yaghuts, ya’uq dan nasr”. (QS. Nuh [71] : 23)

Muhammab bin Qois Rohimahullah mengatakan,

Itu adalah nama-nama orang sholeh dahulu di antara zaman Nabi Adam dan Nuh ‘alahimassalam. Dahulu mereka memiliki pengikut yang meneladani mereka. ketika mereka meninggal maka murid-murid dari pengikut orang-orang yang meneladani mereka mengatakan, ‘Seandainya kita buat gambar mereka maka kita akan lebih khusyuk, lebih khidmat ketika kita beribadah karena kita dapat mengingat mereka’. lalu orang-orang ini pun membuat gambar-gambar orang sholeh tersebut. Ketika orang-orang ini meninggal lantas datanglah orang-orang berikutnya yang telah dirasuki iblis. Kemudian mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya pendahulu kita beribadah kepada (menyembah) gambar-gambar berhala ini dan mereka meminta hujan melalui berhala-berhala ini’. Maka berhala-berhala tersebutpun mereka ibadahi dan dijadikan sesembahan”.

Imam Bukhori juga menafsirkan firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Nuh di atas dengan tafsiran yang sama. Beliau mengatakan,

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi 6

“Bab firman Allah Ta’ala (وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا)

Ibrohim bin Musa telah menceritakan kepada kami, Hisyam telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij dan ‘Atho’ mengatakan, ‘Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma’,

“Jadilah (wadd, suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr -pen) berhala yang ada di zaman kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam kemudian menjadi berhala di daerah ‘Arab setelah itu. adapun (وَدًّا) wadd dahulunya adalah Kalb Bidaumah Al Jandal, (سُوَاعًا) suwwa’ dahulunya adalah Hudzail, (يَغُوثَ) yaghuts dahulunya adalah Murod kemudian Bani Ghuthoif Biljarfi di Saba’, (يَعُوقَ) ya’uq dahulunya adalah Hamdan, (نَسْرًا) nasr adalah Himyar bagi Alu Dzil Kalla’.

Semuanya merupakan nama-nama orang sholeh dari kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Ketika mereka meninggal syaithon membisikkan kepada kaum mereka agar mereka dibuat menjadi tugu/prasasti di tempat mereka beribadah, tugu/prasasti/patung/berhala ini kemudian diberi nama dengan nama orang-orang sholeh tersebut. Merekapun melakukan apa yang dibisikkan syaithon. Namun mereka belum menyembahnya, beribadah kepada berhala tersebut. Hingga saat mereka yang membuat berhala ini meninggal dan ilmu hilang maka berhala itupun disembah, diibadahi[11].

Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,

Kemusyrikan Pertama Yang Terjadi Di Bumi 7

“Maksud (تنسخ العلم) yaitu ilmu hilang adalah ilmu tentang berhala dan asal muasalnya secara khusus”[12].

Beliau Rohimahullah juga membawakan riwayat bahwa nama-nama orang sholeh tersebut merupakan nama anak-anak yang berbakti kepada orang tuanya[13].

Dari berbagai uraian para ulama di atas dapat kita simpulkan bahwa sebab kemusyrikan yang pertama kali terjadi yaitu pada zamannya Nabi Nuh ‘alaihissalam bukanlah karena mereka meyakini bahwa berhala yang mereka sembah adalah sang pencipta mereka. bahkan sebabnya adalah ghuluw/berlebih-lebihan dalam beribadah, berlebih-lebihan dalam pengagungan orang-orang sholeh dan ibadah tanpa diiringi ilmu.

Dengan ini in sya Allah terjawab sudah semua pertanyaan yang ada di awal tulisan.

Oleh karena itu pula janganlah anda merasa aneh, risih dengan orang-orang yang mewanti-wanti kaum muslimin agar tidak ghuluw, berlebih-lebihan dalam menghormati dan mengagungkan orang sholeh. Bahkan Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam pun mewanti-wanti kita agar tidak ghuluw pada beliau,

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan[14], jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied. Bersholawatlah, bedo’alah kalian (kepada Allah) untukku. Karena sesungguhnya dimanapun kalian bersholawat, berdo’a akan sampai untukku”[15].

Syaikh ‘Abdul Muhsin Al ‘Abbad Hafidzahullah menjelaskan,

قوله: (ولا تتخذوا قبري عيداً) يعني: بتكرار الترداد عليه

“Sabda Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam (وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا) ‘jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied’ adalah dengan kalian kalian sering mondar-mandir mendatangi kuburanku”[16].

Allahu a’lam

#marijagadirikitadaripenyembahankepadaberhala

Selesai Subuh, 24 Rojab 1436 H, 13 Mei 2015 M

 

Aditya Budiman bin Usman.

[1] HR. Muslim 4890.

[2] Lihat Kasyful Musykil min Hadits Ash Shohihain oleh Ibnul Jauziy hal. 252 terbitan Darul Wathon Riyadh.

[3] Lihat Taisir Al Ushul Syarh Tsalatsatul Ushul hal. 52 terbitan Maktabah Mulk Fahad Al Wathoniyah, Riyadh.

[4] Idem hal. 53

[5] Lihat Tafsir Ibnu Katsir hal. 569/I terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.

[6] Karena poros dakwah para nabi dan rosul adalah tauhid kepada Allah Ta’ala.

[7] HR. Al Hakim 546/II, beliau mengatakan, “Shohih sesuai syarat Bukhori Muslim”. Hal ini disetujui oleh Adz Dzahabiy Rohimahumallah.

[8] Lihat Tafsir Ibnu Katsir hal. 569/I.

[9] Hal. 14/II terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.

[10] Sekilas tentang Ibnu Katsir Rohimahullah, beliau merupakan salah seorang ulama yang kitab tafsirnya diterima secara umum oleh hampir semua kalangan ummat Islam terutama di Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi’i. Beliau ini juga termasuk ulama di mazhab Syafi’i.

[11] HR. Bukhori no. 4920.

[12] Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Rohimahullah hal. 27/XI terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.

[13] Idem.

[14] Tentang makna potongan hadits ini In Sya Allah akan ada tulisan berikutnya,

[15] HR. Abu Dawud no. 2044, Ahmad no. 8790. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani dan dinilai hasan oleh Syu’aib Al Arnauth rohimahumullah.

[16] Lihat Syarh Sunan Abu Dawud hal. 393/X via Syamilah.

 

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply