14 Dec
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Buktikan Cintamu
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Anda cinta Allah ? Sudah benarkah cinta anda ? Bagaimana menyalurkan kecintaan yang benar ? Jika ada yang menyelisihi yang dicintai ?
Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin tidak pernah kita tanyakan kepada diri kita sendiri. Mungkin karena kita menganggapnya tidak penting atau kita memang terlalu pede bahwa kita sudah cinta kepada Allah dan Allah pun cinta kepada kita.
Cobalah kita timbang lagi benarkah kita cinta Allah ? Pertanyaan selanjutnya sudah benarkah cinta anda ?
Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman tentang tolak ukur cinta kita kepada Allah,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imron [3] : 31)
Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,
“Ayat yang mulia ini merupakan hakim/pemutus terhadap semua orang yang mengklaim cinta kepada Allah. Orang yang tidak berada di atas jalannya Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam berarti sesunggunya dia adalah orang yang berdusta atas klaimnya dengan sebenar-benar dusta. Hingga dia mengikuti syari’at Nabi Muhammad pada seluruh ucapan-ucapannya, perbuatan-perbuatannya dan keadaannya”[1].
Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
“Semua orang dapat mengatakan bahwa dia mencintai Allah, sebab sekedar klaim itu mudah. Namun ucapan harus disertai bukti karena orang yang mengklaim harus mendatangkan bukti. Jika mereka benar-benar mencintai Allah dengan benar maka mereka harus mengikuti Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam”[2].
Jadi ayat inilah tolak ukur kebenaran cinta kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Bagaimana menyalurkan klaim cinta tersebut dengan benar ?
Firman Allah Ta’ala,
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku”.
(QS. Ali Imron [3] : 31)
Firman Allah ‘Azza wa Jalla ini memiliki susunan kalimat syarat. Namun Allah ‘Azza wa Jalla tidak menyebutkan bagian mana dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang harus diikuti. Sehingga kalimat (فَاتَّبِعُونِي) maksudnya :
“Terhadap (semua) yang aku (Nabi) berada di atasnya berupa aturan syari’at. Baik berupa aqidah/keyakinan, ucapan, perbuatan dan tidak melakukan[3] amalan. Sehingga orang yang mengikuti Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pada 4 hal ini maka dia adalah orang yang jujur mengikuti beliau. Sedangkan orang yang tidak demikian berarti dia orang yang tidak jujur mengikuti beliau”.
“Aqidah maksudnya aqidahnya yang Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya berada di atasnya. Tanpa tahrif, ta’thil, takyif, tamtsil, tidak ragu dan bimbang. Bahkan harus dengan iman yang sempurna terbebas dari seluruh cacat/ kotoran”.
“Perkataan yaitu tidak boleh menambahi, mengurangi syari’at yang datang berupa ucapan-ucapan.
Demikian pula perbuatan”.
“Meniggalkan sesuatu, yaitu sesuatu yang ditinggalkan dan tidak diamalkan Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Oleh sebab itulah seluruh yang Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam tidak beribadah dengannya maka seseorang wajib untuk tidak beribadah dengannya. Sebab jika dia beribadah dengannya walaupun dia mengatakan bahwa dia mencintai Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Karena klaimnya tersebut adalah kedustaan. Jika sekiranya anda benar-benar mencintainya dengan benar maka tentulah anda akan mengikutinya dengan benar”.
Jika ada yang menyelisihi yang dicintai ?
Ketika kita benar-benar mencintai Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan ingin menjadi pengikut beliau dengan benar, tentulah apa yang berasal dari beliau kita tempatkan setinggi-tingginya di atas perkataan orang selain beliau, siapa pun orangnya. Sikap inilah yang diajarkan para ulama kita kepada kita.
Imam Malik Rohimahullah yang merupakan guru Imam Syafi’i mengatakan,
لَيْسَ أَحَدٌ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ إِلَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang perkataannya boleh diambil atau ditinggalkan kecuali Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam”[4].
Imam Syafi’i Rohimahullah pun mengatakan yang serupa,
أَجْمَعُ المُسْلِمُوْنَ عَلَى أَنَّ مَنْ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
“Ummat islam sepakat bahwa siapa saja yang sunnah Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam telah jelas baginya maka tidak halal/ boleh baginya menginggalkan sunnah tersebut karena ucapan/ pendapat siapa pun”[5].
Maka inilah bukti kecintaan para ulama dan seluruh orang yang mengklaim dirinya mencintai Allah dan Rosul Nya Shollallahu ‘alaihi wa Sallam. Ketika ada hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam maka tidak layak bagi seseorang untuk meninggalkannya atau berpaling darinya hanya karena pendapat imam fulan dan ucapan syaikh ‘allan. Ingatlah apa yang kita lakukan sama sekali bukan merendahkan keilmuan para imam, bahkan kita melakukan demikian karena itulah pesan mereka. Allahu Ta’ala a’lam.
Terakhir, kami ulangi ucapan ucapan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah yang telah lalu,
“Semua orang dapat mengatakan bahwa dia mencintai Allah, sebab sekedar klaim itu mudah. Namun ucapan harus disertai bukti karena orang yang mengklaim harus mendatangkan bukti”[6].
Ayo buktikan cintamu adalah cinta sungguhan.
Sigambal, 26 Robi’ul Awwal 1439 H / 14 Desember 2017 M.
Aditya Budiman bin Usman Bin Zubir
[1] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim hal. 32/II terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.
[2] Lihat Tafsir Surat Ali ‘Imron hal. 189/I terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[3] Artinya apabila Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam tidak melakukan sebuah amalan padahal beliau memiliki kemampuan untuk itu dan ada hajat terhadap hal tersebut namun beliau tidak melakukannya. Maka orang yang betul-betul mengikuti beliau tentu tidak akan melakukannya pula.
[4] Lihat Shifat Sholat Nabi oleh Al Albani hal. 44 terbitan Maktabah Ma’arif Riyadh, KSA.
[5] Idem hal. 45.
[6] Lihat Tafsir Surat Ali ‘Imron hal. 189/I terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
Tia ?
Dec 25, 2017 @ 20:27:18
“Semua orang dapat mengatakan bahwa dia mencintai Allah, sebab sekedar klaim itu mudah. Namun ucapan harus disertai bukti karena orang yang mengklaim harus mendatangkan bukti”
Masyaallah ❤