Bukan Sekedar Ucapan

29 Jul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bukan Sekedar Ucapan


Sesungguhnya sholat kita, sembelihan kita, hidup kita dan mati kita hanyalah untuk Allah ‘azza wa jalla dan tidak untuk selainnya. Demikianlah yang seharusnya senantiasa terpatri dalam hidup dan kehidupan setiap muslim.

Hal ini merupakan realisasi dan perwujudan nyata dari sebuah kalimat yang agung yaitu ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) Tiada Sesembahan yang Benar Disembah Melainkan Hanya Allah ‘Azza wa Jalla Semata.

Namun sayang sungguh sangat disayangkan demikian banyak orang yang mengucapkan kalimat ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) namun tidak mengerti konsekwensinya yang ia adalah rukun dan syarat[1] diterimanya kalimat tersebut.

Penjelasan tentang hal ini tidaklah luput dari perhatian Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam bahkan ia adalah misi terbesar diutusnya para Nabi dan Rosul yaitu untuk menegakkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) dan merealisasikannya. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas melalui hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim rohimahullah dalam kitab Shohihnya,

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ

“Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah dan kufur/mengingkari terhadap seluruh ibadah kepada selain Allah (maka) darahnya dan hartanya haram (terlindungi) sedangkan hisabnya (perhitungan amalmya) di sisi Allah”[2].

Hadits yang mulia ini adalah seagung-agung dan sejelas-jelasnya dalil yang menjelaskan bahwa sekedar mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) tidaklah memasukkan seseorang ke dalam islam. Melainkan harus ada padanya 2 unsur yang merupakan hakikat dari tafsir tauhid yaitu penetapan seluruh tauhid uluhiyah hanya kepada Allah semata dan peniadaaan seluruh tauhid uluhiyah terhadap selain Allah[3].

Pada hadits yang mulia ini Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam jelas mengaitkan adanya keterlindungan jiwa dan harta dengan 2 hal yaitu,

[1.]   Dengan mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ)

[2.]  Dengan mengingkari (baik dengan secara lahir dan bathin pent.) seluruh  bentuk peribadatan kepada selain Allah.

Jika dua hal ini telah terealisasi maka harta dan jiwanya terlindungi karena ia telah menjadi seorang muslim dan seorang muslim harta dan jiwanya terlindungi[4].

Berdasarkan hadits yang agung ini Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah mengatakan,

“Jika ada orang yang mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) dan menilai/berpendapat bahwa orang nashrani dan yahudi pada zaman ini berada dalam agama yang benar[5] maka ia bukanlah seorang muslim. Demikian juga barang siapa yang menilai/berpendapat bahwa agama-agama yang ada hanyalah berupa pola pikir (أَفْكَار) yang mana setiap orang bebas memilih agama mana yang ia kehendaki[6] maka ia bukanlah seorang muslim”[7].

Sedangkan sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam (وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ) maksudnya jika orang mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) jujur dalam perkataannya maka ia menjadi seorang muslim yang sebenarnya secara lahir dan bathin serta berhak masuk surga namun apabila ia mengatakan (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) secara lahiriyah saja maka hal ini adalah bentuk kemunafikan namun apa yang ia lakukan tersebut melindungi harta dan jiwanya di dunia akan tetapi di akhirat tempatnya adalah di neraka sebagaimana firman Allah Subahanahu wa Ta’ala,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ

Sesungguhnya orang-orang munafik tempat mereka adalah di keraknya neraka. (QS. An Nisaa’ [4] : 145).[8]

Kesimpulannya hadits yang mulia ini merupakan dalil yang menjelaskan makna tauhid dan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) yaitu mengucapkan kalimat syahadat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) bersamaan dengan itu mengingkari seluruh bentuk peribadatan selain Allah ‘Azza wa Jalla dan berlepas diri dari hal itu. Adapun orang yang mengucapkan kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) akan tetapi tidak mengingkari seluruh bentuk peribadatan selain Allah ‘Azza wa Jalla berupa peribadatan kepada kubur, berdo’a wali penghuni kubur maka hal ini tidaklah menyebabkan jiwa dan harta pelakunya terlindung karena ia tidak melaksanakan 2 perkara yang Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam sebutkan namun hanya melaksanakan 1 perkara saja yaitu mengucapkan kalimat syahadat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) saja dan ia tidaklah melaksanakan tujuan/maksud kalimat (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ).[9] Allahu A’lam.

Pagi yang cerah, Rabu 16 Sya’ban 1431 H/ 28 Juli 2010 M,

Hamba yang Lemah di Hadapan Robbnya

(Aditya Budiman)


[1] Insya Allah akan ada pembahasan khusus tentang hal ini pada tulisan kami selanjutnya di www.alhijroh.com yang berisi Syarat kalimat ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) dan Dalilnya, mudah-mudahan Allah mudahkan untuk menyelesaikannya.

[2] HR. Muslim no. 23.

[3] Lihat Al Qoulul Sadiid fi Maqoshidit Tauhid oleh Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy rohimahullah dengan tahqiq oleh Shobriy bin Salamah Syahin hal. 98, terbitan Darul Qobas, Riyadh, KSA.

[4] Lihat I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah hal. 177/I terbitan Darul Ashimah, Riyadh, KSA.

[5] Artinya menyakini, berpendapat atau mengatakan bahwa agama yang dianut orang nashrani dan yahudi pada zaman setelah diutusnya Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam adalah agama yang benar.

[6] Artinya ia menyakini, berpendapat atau mengatakan bahwa seluruh agama sama.

[7] Lihat Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah hal. 158/I terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.

[8] Lihat I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah hal. 178/I.

[9] Idem, dengan sedikit perubahan redaksi.

Tulisan Terkait

Leave a Reply