3 Aug
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
3 Kelompok Menyimpang Dalam Masalah Takdir
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah.
Beriman terhadap takdir baik dan buruknya merupakan salah satu bagian dari rukun iman yang enam. Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya Jibril ‘alaihissalam tentang apa itu iman. Lantas beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab,
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Engkau beriman kepada Allah, malaikat Nya, kitab-kitab Nya, para rosul Nya, hati akhir dan engkau beriman terhadap takdir baik serta buruknya”[1].
Lalu Jibril ‘alaihissalam pun membenarkan jawaban beliau.
Namun di kehidupan nyata kita menemui berbagai macam orang dalam memahami takdir ini. Kelompok tersebut memahami takdir dengan hanya condong pada suatu dalil semata namun melupakan dalil yang lain. Syaikh Nu’man bin ‘Abdul Karim Al Watr Rohimahullah mengatakan[2],
“Manusia dapat dibagi menjadi 4 golongan terkait keyakinannya terhadap takdir :
Pertama, golongan yang terlalu berlebihan dalam menetapkan takdir mereka adalah sekte jabariyah. Mereka memandang nash-nash yang ada dengan mata yang picik/buruk. Lalu mereka pun berpendapat, ‘Sesungguhnya seorang hamba itu dipaksa atas perbuatannya dan tidak punya pilihan serta kemampuan’.
“Kedua, golongan yang terlalu berlebihan dalam meniadakan takdir. Kelompok tersebut adalah sekte qodariyah. Mereka memandang nash-nash yang ada dengan pandangan yang buruk juga. Sehingga mereka berpendapat bahwa sesungguhnya seorang hamba betul-betul bebas atas amalnya dan Allah bukanlah Pencipta amal para hamba Nya serta tidak pula berkehendak atas amal tersebut. Sesungguhnya Allah tidak punya kemampuan dan kehendak terhadap perbuatan seorang hamba beserta akibatnya”.
“Ketiga, golongan pertengahan mereka adalah orang-orang yang Allah berikan petunjuk untuk menggabungkan berbagai nash dan kandungannya. Mereka adalah ahlu sunnah wal jama’ah. Mereka menetapkan adanya perbuatan, kemampuan dan kehendak bagi Allah. Mereka juga menetapkan bahwasanya para hamba memiliki kemauan, pilihan dan kehendak selama tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ (28) وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. At Takwir [81] : 28-29).
“Keempat, orang yang memiliki keyakinan qodariyah dalam masalah keta’atan. Namun berkeyakinan jabariyah dalam masalah kemaksiatan. Inilah kelompok orang yang mengikuti hawa nafsunya dan bermazhab dengan hawa nafsunya. Mereka inilah seburuk-buruk pengikut syaithon dan tidak termasuk dari golongan yang dikenal (telah disebutkan sebelumnya). Inilah pendapat orang yang suka melanggar larangan dan perintah. Ketika melakukan keta’atan maka dia menyandarkan keta’atan tersebut pada dirinya semata. Sehingga dia akan takjub pada dirinya sendiri lantas rusaklah amal keta’atannya tersebut. Namun ketika melakukan kemaksiatan maka dia (berubah) dan mencari udzur/ beralasan dengan takdir. Inilah seburuk-buruk hujjah/alasan dan tidak akan diterima. Anda dapat melihat orang yang berkeyakinan demikian ketika orang lain menzholiminya maka dia akan (langsung) membalaskannya dan tidak akan memberikan udzur pada orang tersebut semisal udzur yang dia berikan pada dirinya sendiri, yaitu takdir”.
[Mohon maaf karena keterbatasan waktu kami belum sempat mencantumkan teks Arab ucapan beliau.]
Artinya ketika ada orang yang menzholimi dirinya. Maka dia akan langsung ingin segera menuntut balas dan tidak mau memberikan udzur pada orang tersebut. Dia tidak akan mau mengatakan bahwa kezholiman orang lain atas dirinya itu memang sudah ditakdirkan Allah Ta’ala atas dirinya. Namun ketika dia menzholimi diri orang lain maka dia akan berdalih itu sudah ditakdirkan Allah ‘Azza wa Jalla.
Hati-hati dengan 3 golongan menyimpang ini. Mungkin yang paling banyak di zaman kita sekarang ini adalah golongan yang keempat. Mudah-mudahan kita termasuk Ahlu Sunnah Sejati dalam masalah aqidah, amal, akhlak dan lainnya. Amin.
#belajartakdiryangbener
Kamis, 10 Dzul Qo’dah 1438 H, 3 Agustus 2017 M
Aditya Budiman bin Usman bin Zubir
[1] HR. Muslim no. 8.
[2] Lihat Taisirul Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul hal. 83-84 terbitan Maktabah Darul Haromain Al Islamiyah, Shon’a, Yaman.
Leave a Reply