25 Jul
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
2 Kiat Bersabar di Atas Sunnah
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Berpegang teguh di atas Sunnah Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam merupakan sebuah kenikmatan luar biasa. Tidak setiap muslim mendapatkan nikmat ini. Sunnah yang dimaksud di sini bukanlah sunnah dalam istilah fiqih. Sunnah di sini merupakan sebuah istilah yang dipakai para ulama salaf dalam memberikan judul kitab mereka yang berkaitan dengan permasalahan aqidah dan pokok-pokok agama.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan[1],
“Sesungguhnya para ulama memutlakkan penyebut nama untuk kitab mereka yang berisikan aqidah dan pokok-pokok agama dengan sebutan As Sunnah. Diantaranya adalah kitab As Sunnah oleh Ibnu Abu ‘Ashim Rohimahullah. As Sunnah oleh Imam Ahmad Rohimahullah. Syarhus Sunnah oleh Al Bahbahari Rohimahumallah. Shorihus Sunnah. Shorihus Sunnah oleh Ibnu Jarir Ath Thobari Rohimahullah”.
Berpegang teguh dengan sunnah bukanlah perkara yang mudah, apalagi di zaman kita hidup. Tauhid disebut sebagai pemecah belah ummat. Sunnah Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam telah banyak yang asing di tengah kaum muslimin. Kesabaran di atas sunnah inilah yang dikemukan oleh Al Muzani (wafat tahun 264 H) Rohimahullah jauh hari sebelum kita ada. Beliau ini merupakan seorang ulama besar mazhab Syafi’i dan langsung mengambil ilmu dari Imam Syafi’i Rohimahullah. Beliau mengatakan di awal-awal Kitab Syarhus Sunnahnya,
“Sesungguhnya engkau telah memintaku untuk menjelaskan sunnah kepadamu. Sebuah perkara yang engkau harus berusaha menyabarkan dirimu untuk memegang teguhnya”.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan[2],
“Penulis Rohimahullah (Al Muzani) menggunakan ungkapan (تُصَبِّرُ) ‘berusaha untuk bersabar’ dalam rangka menjelaskan bahwasanya seorang hamba yang muslim akan menghadapi benturan samudra fitnah yang besar, banyaknya syubhat, berbagai hal yang dibenci yang sangat membutuhkan kesabaran untuk (tetep berada) di atas agama dan sunnah. Hal ini hanya dapat digapai dengan berusaha sabar dengan melakukan berbagai sebab yang dapat membantu anda sabar atasnya, terutama dengan 2 sebab berikut,”
“Perkara pertama : Berdo’a, memohon dengan sangat kepada Allah agar diberikan taufik, penjagaan dari fitnah, serta meminta agar diteguhkan di atas agama dan sunnah. Oleh sebab itulah merupakan do’a yang sangat banyak diminta oleh Nabi Kita yang mulia Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat Yang Membolak Balikkan Hati, tetapkanlah hatiku di atas agama Mu”.
Ummul Mukminin Ummu Salamah Rodhiyallahu ‘anha bertanya,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَإِنَّ الْقُلُوبَ لَتَتَقَلَّبُ قَالَ نَعَمْ إِنَّ قُلُوْبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَإِنْ شَاءَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَقَامَهُ وَإِنْ شَاءَ اللَّهُ أَزَاغَهُ
“Wahai Rosulullah, apakah sesungguhnya hati berbolak balik ?” Beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Sesungguhnya hati-hati diantara Jari Jemari Ar Rohman. Dia membolak balikkannya sebagaimana yang Dia kehendaki. Jika Allah berkehendak maka Dia tetapkan/kokohkan, jika tidak berkehendak lain maka Dia palingkan”[3].
Perkara Kedua : Mempelajar kitab-kitab seputar i’tiqod/ aqidah yang disusun oleh para ulama ahlus sunnah berdasarkan nash-nash Al Qur’an dan Hadits serta keyakinan yang disepakati oleh generasi terbaik ummat ini dari kalangan para shahabat dan generasi setelahnya. Karena mempelajari kitab-kitab yang bermanfaat ini bersama para ulama lalu menghafalkannya. Kemudian bertanya kepada para ulama pada hal-hal yang masih samar bagi anda merupakan diantara sebab-sebab yang dapat membantu seseorang untuk berusaha sabar di atas sunnah”.
Kesimpulannya :
Jangan lupa terus menerus meminta kepada Allah agar kita diwafatkan di atas sunnah sembari terus berusaha menggali sunnah itu sendiri dari karya para ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
اللهم آتِ نفوسنا تقواها ، زكِّها أنت خير من زكاها ، أنت وليُّها ومولاها ، اللهم إنا نسألك الهدى والتقى والعفة والغنى
Sigambal, 1 Dzul Qo’dah 1438 H / 25 Juli 2017 M.
Aditya Budiman bin Usman
[1] Lihat Ta’liqoh ‘ala Syarhus Sunnah lil Muzani hal. 46.
[2] Lihat Ta’liqoh ‘ala Syarhus Sunnah lil Muzani hal. 47.
[3] HR. Ahmad no. 26576, Tirmidzi no. 3522. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani dalam Ash Shohihah no. 2091.
Leave a Reply