Sibuk, Tidak Sempat Hadir di Majelis Ilmu

8 Oct

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Sibuk, Tidak Sempat Hadir di Majelis Ilmu

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.

Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu (agama) wajib bagi setiap muslim”[1].

Semakin butuh seorang muslim akan suatu ilmu yang urgen baginya maka menuntut ilmu tersebut pun menjadi semakin wajib baginya. Misalnya setiap muslim tentu harus sholat. Maka menuntut ilmu agama terkait fikih sholat wajib hukumnya bagi setiap muslim. Misal lainnya, seorang muslim yang berprofesi sebagai pedang, maka wajib baginya menuntut ilmu terkait fikih jual beli. Demikian seterusnya.

Namun terkadang, kita tidak mampu menghadiri langsung kajian agama sebab waktunya pas dengan jadwal kerja atau jadwal kuliah dan sebagainya. Lantas bagaimana ?

Ibnu Rojab Al Hambali Rohimahullah (wafat Tahun 795 H) mengatakan,

“Menempuh jalan untuk mencari ilmu agama tercakup di dalamnya menempuh jalan yang hakiki yaitu seseorang melangkahkan kakinya menuju majelis ilmunya para ulama. Namun juga termasuk menempuh ilmu dengan menempuh jalan secara maknawi yang mampu menghantarkan seseorang untuk menggapai ilmu, misalnya menghafal, mengkaji/memperdalam materi, memperbincangkan suatu permasalahan ilmu, menelaah, menulis, berusaha memahami dan lain sebagainya yang termasuk jalan/metode yang dapat menyampaikan seseorang kepada ilmu agama”[2].

Berdasarkan keterangan Ibnu Rojab Rohimahullah di atas, ketika kita tersibukkan dengan pekerjaan sehingga tak sempat hadir langsung di majelis ilmu. Maka usahakanlah untuk tetap menuntut ilmu di waktu anda tidak bekerja dengan berbagai sarana yang mampu anda tempuh. Misalnya menelaah kitab di rumah, mendengarkan tv dakwah atau membaca artikel agama. Allahu a’lam.

Sigambal, setelah subuh

9 Shofar 1441 H, 8 Oktober 2019 M

Aditya Budiman bin Usman Bin Zubir

[1] HR. Ibnu Majah no. 224 dan dinilai shohih oleh Al Albani.

[2] Lihat Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam hal. 297/II terbitan Muasasah Risalah, Beirut, Lebanon.

Tulisan Terkait

Leave a Reply