24 Mar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Sibuk Dengan Dunia, Hingga Lupa Meninggalkan Taman Surga
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Tulisan ini bukanlah sesuatu yang sifatnya menghukumi namun sifatnya lebih kepada renungan bagi kita semua termasuk kami penulis sendiri.
Tak jarang kita temui dalam keseharian kita, kita terjebak dalam suatu hal yang sangat menyita waktu, harta dan tenaga. Seolah hidup kita hanya untuk hal tersebut. Kalaulah hal yang menyibukkan kita tersebut adalah sesuatu yang diharamkan secara substansi dasarnya, maka kita tidak perlu melanjutkan tulisan ini karena telah jelas hukumnya. Namun terkadang hal yang menyita waktu, harta dan tenaga kita itu adalah sesuatu yang secara substansi dasarnya boleh bahkan dianjurkan atau malah wajib, semisal kuliah, mencari nafkah dan lain sebagainya.
Telah banyak contoh nyata di sekitar kita, bahkan pada diri kita sendiri mungkin. Dahulu dia atau kita adalah seorang yang sangat giat mampir atau bahkan senantiasa berada di taman tersebut. Namun seiring bertambahnya umur, berputarnya waktu dan roda kehidupan taman tersebut seolah-olah terlupakan oleh kita, kaki kita seolah-olah lupa menapakkan diri kita ke sana, lisan kita seolah-olah kelu menyebut nama taman itu.
Sekali lagi kuingatkan wahai kawan, tulisan ini bukanlah sesuatu yang sifatnya menghukumi namun sifatnya lebih kepada renungan bagi kita semua termasuk kami penulis sendiri.
Sebuah hadits yang mungkin dulu sering dikumandangkan di telinga ini, bahkan lisan ini pun hafal potongannya. Namun sekarang seolah kita lupa dengannya. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
“Jika kalian melalui taman surga maka singgahlah”. Para sahabat bertanya, ‘Apakah taman surga itu (Ya Rosulullah) ?’ Beliau menjawab, “Majelis Dzikir/’Ilmu”[1].
Hadits ini pertama sekali disampaikan kepada para sahabat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang kita semua sudah faham betapa luas pemahaman mereka terhadap ilmu dan pengamalan ajaran agama ini. Bahkan sahabat yang termasuk meriwayatkan hadits ini adalah Anas bin Malik dan dalam riwayat lain Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhuma. Artinya mereka pun termasuk dalam ajakan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam ini. Maka apatah lagi dengan kita yang sangat jauh dari zaman yang terang benderang dengan cahaya ilmu, tentulah lebih layak kita untuk singgah di taman surga itu.
Tak banyak hadits yang ingin kita nukilkan, namun hadits yang kami pilihkan disini adalah hadits yang ‘dahulu’ sering kita dengar atau bahkan kita hafal sebagaimana kami sebutkan di atas.
Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِمِ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ لَمْ يَرِثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرِثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu agama[2], maka Allah akan tunjukkan ia jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat benar-benar meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho kepada penuntut ilmu agama. Sesungguhnya penghuni langit (malaikat –ed.) dan bumi benar-benar akan memohonkan ampunan kepada orang yang memiliki ilmu agama, bahkan hingga ikan yang berada di air. Keutamaan orang yang memiliki ilmu agama (dan mengamalkannya -ed) dibandingan ahli ibadah (yang ilmu agamanya sedikit[3]) sebagaimana keutamaan bulan atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, hanyalah yang diwariskan mereka adalah ilmu agama. Barang siapa yang mengambilnya maka sungguhnya ia telah mengambil bagian yang banyak”[4].
Jika hati ini masih hidup insya Allah akan tergerak untuk kembali meluangkan waktu (bukan mencari waktu luang) untuk bersimpuh duduk di majelis ilmu, taman surga yang Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sebutkan.
Namun wahai kawan, terkadang hati ini tak akan lepas dari bisikan syaithon. Tak jarang ketika hati kita telah mulai tergerak kembali untuk meluangkan waktu singgah di taman surga itu, syaithon dan jiwa yang buruk akan mengatakan, ‘engkau terlalu sibuk wahai fulan, jadwalmu terlalu padat wahai fulan, rezkimu tidak cukup jika tidak 24 jam mencari nafkah …………. dst’. Maka mari coba kita simak apa yang disampaikan Syaikh DR. ‘Abdul Aziz bin Muhammad As Sadhaan hafidzahullah berikut ini.
“Penghambat Keempat (Dalam menuntut ilmu -ed) : Beralasan Dengan Banyaknya Kesibukan (Dunia –ed.)
Alasan ini merupakan alasan yang ampuh yang digunakan syaithon menjadi penghalang yang kokoh dari menuntut ilmu. Betapa banyak orang yang mencintai saudaranya telah menyampaikan bahkan memotivasi habis-habisan untuk menuntut ilmu agama. Namun syaithon menggoda mereka dan membuat tipu daya atas mereka. Orang yang meremehkan menuntut ilmu menjadikan berbagai kesibukan sebagai alasan untuk absen dari majelis ilmu. Dia menjadikan kesibukan-kesibukan itu dalam rangka mencari-cari alasan agar dinilai mendapat udzur hingga ia dapat menjadikan alasan yang dicari-cari itu menjadi alasan pembenar pendapatnya. Sehingga memiliki alasan/hujjah terhadap perbuatan meninggalkan menuntut ilmu. Kesibukan-kesibukan inilah alasan utama yang mencegah dirinya dari mencari mejelis-majelis ilmu dan penghalang dari mendapatkan ilmu yang banyak. Akan tetapi orang-orang yang Allah bukakan mata hatinya, memanage waktunya dan memanfaatkan hal-hal yang mampu dia lakukan maka dia akan mendapatkan ilmu yang banyak. Bahasa tubuh/lisanul hal orang-orang yang mampu mengambil manfaat dalam menejemen waktu mereka mengatakan :
Barangsiapa yang belum mencoba (dalam hal ini menutut ilmu) tidak akan mengetahui kedudukan menuntut ilmu…..
Maka cobalah Niscaya Engkau akan mendapat benarnya apa yang kami sebutkan……”[5].
Demikian wahai kawan, mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaat sebesar-besarnya dari tulisan nan ringkas dan banyak kekurangan ini.
Sigambal, waktu subuh- bersama Syifa si buah hati,
19 Jumadil ‘Ulaa 1435 H / 21 Maret 2014 M / Aditya Budiman bin Usman
[1] HR. Tirmidzi no. 3510, Ahmad no. 12545. Syaikh Al Albani Rohimahullah menyatakan hadits ini hasan.
[2] Guru kami Ustadz Aris Munandar hafidzahullah menjelaskan, jalan untuk mencari ilmu dalam hadits ini mencakup dua jalan. Yaitu jalan secara nyatanya (berjalan kaki dan lain-lain -ed) dan jalan secara maknawi (semisal membaca kitab, mendengarkan rekaman ceramah dan lain-lain -ed).
[3] Sebagaimana yang disampaikan guru kami Ustadz Aris Munandar hafidzahullah.
[4] HR. Tirmidzi no. 2682, Ahmad no. 21763 dan lain-lain. Syaikh Al Albani Rohimahullah menyatakan hadits ini hasan.
[5] Lihat Ma’alim Fii Thoriiq Tholabi Al ‘Ilmi oleh Syaikh DR. ‘Abdul Aziz bin Muhammad As Sadhaan hafidzahullah hal. 21 cet Keenam tahun 1433 H/2012 M Terbitan Dar Ashimah, Riyadh, KSA.
2 Comments ( ikut berdiskusi? )
Leave a Reply
galih abu fathima
Mar 01, 2016 @ 11:10:24
bismillah,
mohon ijin copas
jazaakallohu khoyron
Aditya Budiman
Mar 01, 2016 @ 12:26:25
Silakan wa iyyak