16 Oct
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Pergaulilah Istrimu Seperti Engkau Ingin Anakmu Diperlakukan Suaminya
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Istri merupakan suatu kata yang sering terngiang-ngiang di dalam benak pemuda. Terutama apabila telah/sedang dalam bangku perkuliahan. Kata ini semakin memenuhi benaknya ketika dia telah mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Kata ini pun semakin membuat sesak benaknya ketika mendapat kabar dan undangan pernikahan teman seumuran, teman seangkatan dunia perkuliahan ataupun teman di kala sekolah.
Ketika ia telah Allah Subhana wa Ta’ala anugrahkan istri perlahan kata itu berubah menjadi kata yang mengganggu pikirannya. Membuatnya gusar atau kalau bahasa orang sekarang galau. Terkadang hal ini muncul karena rasa bosan, atau karena ekspektasi yang telalu tinggi pada istrinya. Rasa bosan ini sangat sering didapati dari pasangan yang pacaran sebelum menikah.
Maka pada tulisan kali ini, kami mengajak para suami termasuk diri kami pribadi untuk memotivasi diri kita agar kembali memposisikan istri kita sebagaimana layaknya seorang istri. Tulisan ini insya Allah tak akan panjang. Kami hanya akan menyampaikan 3 point saja.
Point Pertama,
Hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam melalui Ibunda Kaum Mukminin ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik terhadap istrinya. Aku (Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam) adalah sebaik-baik orang diantara kalian terhadap istriku”[1].
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
‘Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik terhadap istrinya. Aku (Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam) adalah sebaik-baik orang diantara kalian terhadap istriku”[2].
Inilah (Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam) sebaik-baik manusia, beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam merupakan sebaik-baik orang dari mereka kepada keluarganya. Maka jika pada diri anda terdapat kebaikan (apapun itu) maka peruntukkanlah hal itu kepada orang terdekat anda. Jadikanlah istri anda menjadi orang yang pertama kali yang mendapatkan manfaat dari kebaikan tersebut.
Hal ini kontradiksi dengan keadaan sebagian manusia pada zaman kita. Anda akan mendapati kebanyakannya memiliki akhlak yang buruk terhadap istrinya namun memiliki akhlak yang baik kepada orang lain. Ini merupakan kesalahan besar. Istri andalah orang yang paling berhak anda pergauli dengan baik, berhak anda perlakukan dengan akhlak yang baik. Karena mereka adalah orang yang senantiasa bersama anda baik siang maupun malam, ketika sendirian tidak dilihat orang lain ataupun dilihat orang lain. Jika anda mengalami sesuatu merekapun mengalaminya bersama anda. Jika anda mendapatkan hal yang membahagiakan anda maka mereka pun ikut bahagia bersama anda. Jika anda bersedih merekapun ikut bersedih bersama anda. Maka jadikanlah muamalah anda dengan mereka menjadi sebaik-baik muamalah dibandingkan dengan orang lain. Maka sebaik-baik orang adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya’[3].
Point Kedua,
Ketika anda mendapati pada diri istri anda hal yang anda tidak sukai, baik akhlaknya ataupun fisiknya maka camkanlah hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam berikut,
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang (suami yang) mukmin membenci seorang (istri yang) mukminah, jika dia menbenci salah satu akhlaknya maka dia akan ridho (suka) dengan sikap (akhlaknya) yang lain”[4].
Al Imam An Nawawi Rohimahullah mengatakan,
قال القاضي عياض هذا ليس على النهى, قال هو خبر أي لا يقع منه بغض تام لها. قال وبغض الرجال للنساء خلاف بغضهن لهم. قال ولهذا قال ان كره منها خلقا رضى منها آخر, هذا كلام القاضي وهو ضعيف أو غلط.
بل الصواب أنه نهى. أي ينبغى أن لا يبغضها لأنه ان وجد فيها خلقا يكره, وجد فيها خلقا مرضيا. بأن تكون شرسة الخلق لكنها دينة أو جميلة أو عفيفة أو رفيقة به أو نحو ذلك.
Al Qodhi ‘Iyaadh Rohimahullah mengatakan, ‘Hadits ini bukanlah menunjukkan larangan’. Beliau berpendapat berpendapat bahwa hadits tersebut merupakan khabar bahwa seseorang suami tidak akan benar-benar benci 100 % kepada istrinya. Beliau berpendapat bahwa kebencian seorang suami kepada istri-istrinya berbeda dengan kebencian istri-istri kepada suami mereka. Oleh karena itulah apabila seorang suami benci terhadap suatu prilaku istrinya maka dia akan ridho/suka dengan sebagian yang lain. Inilah pendapatnya Al Qodhi (‘Iyaadh) Rohimahullah. Namun ini merupakan pendapat yang lemah.
Bahkan yang benar adalah hadits tersebut mengandung larangan yaitu Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam melarang membenci istri karena apabila anda mendapatkan sebuah akhlak/prilaku istri anda yang tidak anda sukai maka ia akan mendapati juga hal yang dia sukai pada istrinya tersebut. Misalnya apabila istrinya memiliki watak yang keras[5] namun ia (istrinya) adalah wanita yang taat beribadah atau cantik fisiknya, pandai menjaga dirinya, lembut kepadanya atau kelebihan-kelebihan lainnya[6].
Kenyataanya adalah seperti yang dikatakan oleh Al Qodhiy ‘Iyaadh Rohimahullah. Artinya jika anda jujur dalam hati maka anda tidak akan benar-benar membenci istri anda 100 %. Namun anda juga suka pada istri anda dari sisi-sisi yang lain.
Namun yang disampaikan Al Imam Nawawi Rohimahullah merupakan kaidah agar anda jangan pernah membenci istri anda. Karena anda juga menyukainya pada sisi yang lain. Allahu a’lam.
Jika belum tergugah dengan dua point di atas. Maka kita sampaikan point ketiga.
Point Ketiga,
Apabila anda seorang suami, maka mungkin anda bercita-cita atau bahkan sudah memiliki putri. Putri ini tentu kelak anda akan nikahkan dengan seorang pria yang akan menjadi suaminya. Maka sukakah anda jika anak anda diperlakukan kasar ?!!! Tidak dipergauli dengan akhlak terbaik ?!! Tentu tidak !!!
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
‘Kemudian ketahuilah, sesungguhnya muamalah/kelakuan anda kepada istri anda wajib anda andaikan seandainya seorang laki-laki melakukan hal yang semisal kepada anak perempuan anda. Bagaimana mu’amalahnya kepada anak perempuan anda ? Apakah anda ridho/suka apabila laki-laki tersebut mempergauli anak perempuan anda dengan cara yang buruk dan kasar ? Jawabannya tentu tidak. Karena anda tidak ridho seorang laki-laki memperlakukan anak perempuan anda dengan sesuatu yang tidak anda ridhoi. Ini merupakan kaidah yang seharusnya ketehaui setiap orang.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam Musnadnya bahwa ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam untuk berzina dengan seorang wanita. Maka Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan,
“Apakah engkau suka seandainya ada seseorang yang menzinahi adik perempuanmu, anak perempuanmu, atau ibumu ?” Pemuda itu menjawab, ‘Tentu tidak’. Orang ini terus menerus menjawab tidak terhadap semua pertanyaan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, kemudian Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan, “Maka dia bencilah dengan hal yang dibenci Allah dan sukailah sesuatu kepada saudaramu hal-hal yang engkau sukai untuk dirimu sendiri”.
Hal ini merupakan qiyas yang jelas dan diterima akal. Maka sebagaimana anda tidak suka seorang laki-laki melalaikan hak anak perempuan anda berupa dia menghinanya, menjadikannya seperti budak wanita, memukulnya seperti pukulan/cambukan untuk budak. Maka demikianlah wajib bagi anda bermu’amalah dengan istri-istri anda dengan muamalah yang baik bukan dengan sikap yang buruk/berpura-pura baik’[7].
Tentu anda telah melihat kenyataan yang amat banyak. Ketika seorang suami menyia-nyiakan hak istrinya maka tak jarang anak perempuannya pun disia-siakan haknya oleh orang lain. Namun hal ini hanya sekedar renungan dan bukan sebuah kepastian.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat untuk menggugah diri kita agar kembali menjadikan istri kita sebagai permaisuri di rumah kita.
Setelah Subuh, ditemani hudzaifah
21 Dzul Hijjah 1435 H / 16 Oktober 2014.
Aditya Budiman bin Usman
-yang mengharap ampunan Robbnya-
[1] HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977. Tirmidzi mengatakan, ‘Hadits Hasan Ghorib Shohih’. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahumullah.
[2] HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977. Tirmidzi mengatakan, ‘Hadits Hasan Ghorib Shohih’. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahumullah.
[3] Lihat Syarh Riyadhush Sholihin oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 134/III terbitan Madarul Wathon, Riyadh, KSA.
[4] HR. Muslim no. 1469.
[5] Misal keras kepala (ed.)
[6] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 300/ V, terbitan Darul Ma’rifah, Beirut, Lebanon.
[7] Lihat Asy Syarhul Mumthi’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 381/XII terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
Leave a Reply