4 Oct
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Penyakit Yang Harus Dijauhi Penuntut Ilmu Part 1
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah.
Menuntut ilmu agama merupakan sebuah ibadah yang bernilai luar biasa. Keutamannya pun demikian dahsyat bahkan dia adalah salah satu tanda bahwasanya Allah Tabaroka wa Ta’ala menginginkan kebaikan (surga) kepada orang yang menuntut ilmu. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan mudahkan baginya untuk menuju surga”[1].
Namun demikian, musuh kita, syaithon tentu tidak akan senang jika kita mendapatkan keutamaan tersebut. Oleh sebab itu dia tentu akan menjadikan seseorang keliru, salah dan terjangkit penyakit yang akan merusak ibadah menuntut ilmu tersebut. Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah membuat sebuah bahasan tersendiri dalam Kitabul Ilmi, ‘Kesalahan-kesalahan yang wajib diwaspadai (penuntut ilmu –pen)’
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan[2],
“Diantaranya adalah hasad.
Hasad adalah benci, tidak suka atas nikmat apapun yang Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah hasad itu berharap hilangnya nikmat Allah dari orang lain bahkan sekedar bencinya seseorang atas nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itupun termasuk hasad. Baik berharap akan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain ataupun nikmat itu tetap ada namun dia benci atasnya. Sebagaimana yang diteliti, disimpulkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahullah. Beliau mengatakan, “Hasad adalah seseorang benci, tidak suka atas nikmat apapun yang Allah berikan kepada selain dirinya”.
“Boleh jadi/mungkin hasad tidak terlepas dari jiwa-jiwa manusia. Maksud kami, hasad itu boleh jadi datang tiba-tiba (tanpa disadari –pen) namun telah disebutkan dalam sebuah hadits,
إِذَا حَسَدْتَ فَلَا تَبْغِ ، وَإِذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تَحَقَّقْ
“Jika engkau hasad maka janganlah menganiaya, melampaui batas. Jika engkau berprasangka maka janganlah engkau memastikan”[3].
Maksudnya bahwa sesungguhnya seseorang manusia apabila dia merasa di hatinya ada hasad kepada orang lain, maka wajib baginya untuk tidak berbuat mengekspresikannya, bertindak aniaya, melampaui batas baik dengan ucapan ataupun perbuatan. Karena hal tersebut termasuk dari ciri orang yahudi. Allah berfirman dengan mereka,
أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ فَقَدْ آَتَيْنَا آَلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآَتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيمًا
“Ataukah mereka hasad kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar”.
(QS. An Nisaa [4] : 54)
Syaikh DR. ‘Abdul ‘Aziz As Sadhan Rohimahullah mengatakan[4],
“Masalah ini (hasad) pada hakikatnya merupakan sebuah penyakit dari penyakit-penyakit ilmu. Bahkan jika anda mau bisa dikatakan bahwasanya hasad akan menghapus keberkahan ilmu. Para salaf telah berpanjang lebar membicarakan masalah hasad ini. Permasalahan hasad ini jika tertanam kuat pada orang yang menuntut ilmu maka hasad tersebut akan merusak urusan akhiratnya. Semakin hasad itu masuk maka bahaya yang mengancam kembali kepada orang yang hasad akan semakin besar. Hasad ini pun akan menyusahkan seorang penuntut ilmu ketika dia menuntut ilmu. Hafalannya, hadirnya (hatinya) pun akan menjadi keruh/rusak ketika dia mendengarkan ilmu. Permasalahan ini kebanyakan orang tidak selamat darinya namun berbeda-beda dalam hal sedikit dan banyaknya”.
Beliau juga mengatakan[5],
“Hasad itu memiliki banyak sebab. Bahkan sebenarnya hasad itu merupakan penyakit yang ada obatnya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya perkara ini jika engkau dapati sedikit di hatimu maka berhati-hatilah dari membiarkan dan meremehkannya. Sebab hasad layaknya tanaman akan semakin tumbuh bila sering disiram dan bertambah ketika dianggap remeh/ dilupakan yang punya bahkan dia tidak mau berusaha sama sekali agar sembuh dari penyakit ini”.
Kami tambahkan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahullah juga pernah mengatakan,
أَنَّ الحَسَدَ مَرَضٌ مِنْ أَمْرَاضِ النَفْسِ وَهُوَ مَرَضُ غَالِبٍ فَلَا يَخْلُصُ مِنْهُ إِلَّا القَلِيْلُ مِنْ النَّاسِ وَلِهَذَا يُقَالُ مَا خَلَا جَسَدَ مِنْ حَسَدٍ لَكِنْ اللَّئِيْمَ يَبْدِيهُ وَالْكَرِيْمُ يُخْفِيهِ
“Sesungguhnya hasad merupakan sebuah penyakit dari penyakit-penyakit hati. Bahkan dia adalah penyakit yang umumnya tidak terlepas seseorang darinya kecuali hanya sebagian kecil orang saja. Oleh sebah itulah dikatakan bahwa tidaklah ada jasad yang bersih, kosong dari hasad. Namun orang yang tercela, hina menampakkannya (lewat lisan ataupun perbuatan -pen) sedangkan orang yang mulai menyembunyikannya (hanya sampai di hatinya saja -pen)”[6].
Ringkasnya berhati-hatilah terhadap penyakit hasad, jika anda dapati di hati ada sekecil apapun itu maka janganlah perturutkan dan jangan pernah ekspresikan dengan lisan terlebih lagi perbuatan anggota badan. Allahu a’lam.
Selepas Subuh, 14 Muharrom 1439 H | 4 Oktober 2017 M,
Aditya Budiman bin Usman
-mudah mudahan Allah mengampuni dosa kami, orang tua kami dan seluruh kaum muslimin-
[1] HR. Muslim no. 2699.
[2] Lihat Kitabul Ilmu hal. 71-72 terbitan Dar Tsuroya, Riyadh, KSA.
[3] Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Hajar Rohimahullah di Fathul Bari dan beliau mengatakan, “Hadits ini mursal atau mu’dhol namun hadits ini memiliki syahid dari hadits yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu.
[4] Lihat Ma’alim fi Thoriq Tholabil ‘Ilmi hal. 87 terbitan Darul ‘Ashimah, Riyadh, KSA.
[5] Idem hal. 87-88.
[6] Lihat Amrodul Qulub wa Syifa’uha hal. 30 terbitan Darul Qosim.
Leave a Reply