Pelajaran Dari Bangun Tidur Part 2

17 Jul

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pelajaran Dari Bangun Tidur Part 2

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.

Tidur merupakan sebuah kenikmatan yang patut disyukuri. Bangun dari tidur juga merupakan sebuah kenikmatan lain yang tentu wajib untuk disyukuri juga. Disyukuri dengan memuji Allah ‘Azza wa Jalla atas nikmat ini dan mengingat kembali tujuan utama anda dibangunkan adalah untuk kembali berdzikir, mengingat Allah dan melaksanakan ibadah hanya kepada Nya.

Inilah yang diajarkan Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dalam salah satu redaksi dzikir ketika bangun tidur. Beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu,

فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي عَافَانِي فِي جَسَدِي وَرَدَّ عَلَيَّ رُوحِي وَأَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ

“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidur maka hendaklah dia mengucapkan, ‘(Alhamdulillahilladzi ‘Aafanii fi jasadii wa rodda ‘alayya ruhii wa adzina lii bi dzikrihi’).“Segala puji bagi Allah yang telah menjaga jasadku dan mengembalikan ruhku kepadaku serta mengizinkanku untuk mengingatnya/berdzikir kepadanya”[1].

 

Syaikh Prof DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan,

“Pada do’a ini terdapat pujian kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas penjagaan terhadap jasad serta keselamatan dari berbagai penyakit. Demikian juga pujian kepada Allah Subhana wa Ta’ala karena telah mengembalikan ruh kepada jasad seorang hamba agar dia mampu menambah keta’atan, memperbanyak ibadah dan memohon pertolongan untuk senantiasa berdzikir. Oleh sebab itulah Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengucapkan (وَأَذِنَ لِي بِذِكْرِهِ) yaitu telah memberikan petunjuk dan pertolongan kepadaku untuk berdizkir kepadanya. Yang dimaksud dengan izin pada hadits ini adalah izin yang bersifat kauniy qodariy. Sebab izin dalam nash-nash terkadang yang dimaksudkan adalah izin kauniy qodariy, terkadang juga yang dimaksudkan adalah izin syar’iy diniy. Termasuk perkara yang diketahui bahwasanya Allah Subhana wa Ta’ala mengizinkan para hamba Nya untuk berdzikir dan selalu melakukan berbagai keta’atan kepadanya secara izin syar’iy diniy. Namun Allah Subhana wa Ta’ala tidak mengizinkan hal itu seluruhnya kepada mereka secara izin kauniy qodariy kecuali hanya kepada orang-orang yang Dia berikan nikmat iman, petunjuk di dalam Islam dan taufik untuk kebaikan. Oleh sebab itulah, orang-orang yang Allah berikan izin kauniy qodariy untuk berdzikir kepada Nya berarti orang tersebut telah dimuliakan dengan kemuliaan yang agung. Berarti pula Allah telah memberikan kepadanya taufik, nikmat Nya untuk melakukan kebaikan. Ini merupakan nikmat yang wajib disyukuri. Oleh sebab itulah disyari’atkan bagi seorang muslim untuk memuji Allah Subhana wa Ta’ala dan bersyukur atas nikmat, anugrah dan keutamaan yang agung ini”[2].

Beliau juga mengatakan,

“Renungkanlah wahai saudaraku, Dzat yang mengizinkan anda berdzikir adalah Allah. Yang mendapatkan manfaat dari dzikir adalah seorang hamba. Sedangkan Dzat yang memberikan pahala adalah Allah. Dialah Allah Subhana wa Ta’ala yang agung keutamaan Nya, luas nikmat-nikmat Nya. Dia mengutamakan para hamba Nya dengan nikmat. Dia memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang paling agung. Maka bagi Nya lah segala pujian dan rasa syukur. MilikNya lah berbagai nikmat dan keutamaan. BagiNyalah segala pujian di akhirat dan kehidupan sebelumnya (dunia –pen)”[3].

 

Intinya :

  • Mari variasikan dzikir bangun tidur kita dengan do’a dan dzikir yang diriwayatkan dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
  • Betapa besarnya nikmat tidur dan dibangunkan dari tidur.
  • Mari sadari bahwa salah satu tujuan kita dibangunkan Allah Subhana wa Ta’ala dari tidur adalah untuk kembali memanfaatkan kesempatan hidup dalam rangka memperbanyak dzikir, ibadah dan berbagai keta’atan lainnya. Diantara keta’atan terbesar kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah menunggalkan Nya dalam ibadah dan menjauhkan Nya dari perbuatan dari segala macam bentuknya.

 

Mudah-mudahan bermanfaat untuk diamalkan

Menjelang Maghrib, 23 Syawwal 143 H, 17 Juli M

 

Aditya Budiman bin Usman bin Zubir

[1] HR. Tirmidzi no. 2401, hadits ini dinilai hasan oleh Al Albani Rohimahullah.

[2] Lihat Fiqh Al Ad’iyah wal Adzkar hal. 87/III terbitan Kunuz Isybiliya, Riyadh, KSA.

[3] Idem hal. 88/III.

 

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply