17 Jan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Muroqobah, Adab Pertama Bagi Penuntu Ilmu
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Tidak perlu diragukan lagi, ilmu merupakan sebuah pembeda yang nyata baik dalam urusan dunia, pun demikian urusan akhirat. Misalnya saja seorang sarjana tentu memiliki gaji yang berbeda dengan seorang yang lulusan SD. Dalam urusan agama pun, nuansa ilmu sangat berpengaruh dalam penetapan hukum. Lihatlah, hasil buruan hewan terlatih berbeda dengan yang tidak terlatih. Yang satu halal sedang yang lainnya tidak.
Melangkah lebih jauh lagi, penuntut ilmu pun terbedakan dengan orang yang hanya datang ke majelis ilmu untuk sekedar mengisi kekosongan waktu. Pembeda tersebut adalah bagaimana mereka para penuntut ilmu demikian menghargai ilmu yang dia cari. Salah satunya adalah dengan melihat bagaimana adab mereka.
Karya para ulama tentang menuntut ilmu bak literatur yang menggunung. Salah satu diantaranya adalah kitab Tadzkirotus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil Ilmi wal Muta’allim karya Ibnu Jama’ah rohimahullah. Beliau membuat sebuah bab yang berjudul Fi Adabihi fi Nafsihi (Adab penuntut ilmu terkait dirinya sendiri).
Yang mengejutkan kami dan yang menyebabkan kami menuliskan ini adalah adab pertama yang luar biasa, yaitu muroqobatullah (merasa diawasi Allah)
Ibnu Jama’ah Al Kinaniy Rohimahullah mengatakan[1],
“Pasal Pertama
Tentang adab orang yang berilmu terkait dirinya sendiri dan memperhatikan kondisi murid serta pelajarannya.
Pertama Merasa Diawasi Allah Subhanahu wa Ta’ala
Senantiasa merasa diawasi Allah ketika sendiri maupun di hadapan orang banyak. Senantiasa merasa takut kepada Nya dalam setiap gerak-gerik, ucapan dan perbuatan. Karena penuntut ilmu itu adalah pemegang amanah atas ilmu-ilmu yang telah dipercayakan kepadanya, (telah diberikan nikmat -pen) panca indra dan kemampuan untuk memahami banyak hal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS. Al Anfal [8] : 27).
Disebutkan dalam Tafsir Al Muyassar[2],
“Wahai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rosul Nya, amalkanlah aturan syari’at-syari’at Nya. Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rosul Nya dengan meninggalkan berbagai hal yang diwajibkan atasmu. Dan jangalah kamu melakukan perbuatan yang dilarang. Janganlah kamu menyia-nyiakan amanah yang telah diberikan kepadamu padahal sebenarnya kamu telah mengetahui bahwa itu adalah sebuah amanah yang wajib ditunaikan”.
Ibnu Jama’ah Rohimahullah kemudian menukil perkataan sebagian ulama salaf,
“Wajib bagi setiap orang yang berilmu untuk merendahkan dirinya (tawadhu) kepada Allah baik ketika bersendiri maupun di hadapan khalayak ramai. Hendaklah dia menjaga dirinya dan berusaha memahami hal-hal yang tidak jelas baginya”[3].
Yang ingin kami tekankan, betapa pesan Ibnu Jama’ah Rohimahullah ini sungguh sangat luar biasa. Betapa tidak, sebab jika niat dan motifasi kita ketika menuntut ilmu benar, tentulah ilmu itu akan menggiring kita pada sebuah sikap yang luar biasa indah, yaitu senantiasa diawasi Allah ‘Azza wa Jalla (Muroqobatullah). Sebab betapa betapa banyak sikap kita yang berbeda ketika sedang bersendirian dan ketika di khalayak ramai.
Seorang penuntut ilmu hendaklah senantiasa menghiasi dirinya dengan adab ini. Walaupun belum sempurna dalam muroqobatullahnya. Namun hendaklah dia berusaha semaksimal kemampuannya untuk menggapainya. Sebab sebagaimana kata Imam Syafi’I Rohimahullah,
“Bukanlah ilmu jika hanya sekedar hafalan, melainkan ilmu adalah apa yang bermanfaat (diamalkan -pen)”[4].
Hanya milik Allah Taufik dan hidayah.
Sigambal, setelah subuh
24 Robi’ul Akhir1440 H, 01 Januari 2019 M
Aditya Budiman bin Usman Bin Zubir
[1] Lihat Al Mu’lim bi Adabil Ilmi wal Muta’allim (Tahdzib Tadzkirotus Sami wal Mutakallim) hal. 63 terbitan Dar Imam Muslim, Madinah, KSA.
[2] Hal. 180 terbitan Majma’ Malik Fahad, Madinah, KSA.
[3] Lihat Al Mu’lim bi Adabil Ilmi wal Muta’allim (Tahdzib Tadzkirotus Sami wal Mutakallim) hal. 65.
[4] Lihat Al Mu’lim bi Adabil Ilmi wal Muta’allim (Tahdzib Tadzkirotus Sami wal Mutakallim) hal. 64.
Leave a Reply