24 Dec
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Menyesal Menuntut Ilmu Agama
Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Langsung saja, judul di atas merupakan sebuah kata yang kami rasa menarik dan memancing pembaca untuk penasaran. Kondisi yang ingin kami gambarkan dengan judul di atas adalah kondisi kebanyakan kita ummat Islam, orang yang mulai sadar akan pentingnya ilmu agama. Kondisi orang yang baru terbangun dari tidurnya dan ketidakpeduliannya dengan agamanya sendiri. Kondisi kita yang umur sudah mulai menua, uban sudah mulai ada mata yang sudah mulai sulit diajak membaca Kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Rosulullah Shollalahu ‘alaihi wa Sallam.
Berikut petikan perkataan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan Hafidzahullah. Perkataan beliau ini walaupun tidak sama persis dengan keadaan kita namun Insya Allah mendekati dari satu sisi.
“Halaqoh/pengajian agama ini yang tersebar di negeri kita (Saudi Arabia –pen) Alhamdulillah, yang diampu oleh banyak ahli ilmu yang shodiq –Allahlah yang dapat membalas mereka- terutama sekali para Syaikh yang mulia.
Pengajian-pengajian agama ini dan mereka para Syaikh, kelak akan datang hari kita menyesali kecerobohan, keteledoran kita dalam menghadiri pengajian-pengajian mereka. Aku (Syaikh ‘Abdul ‘Aziz –pen) sebutkan hal ini setelah para pendahulu kita yang baik menuliskan ungkapan yang menunjukkan penyesalan mereka karena telah ceroboh dan teledor menghadiri pengajian Syaikh yang hidup di masa mereka hidup, ketika itu mereka tidak maksimal memberikan perhatian terhadapnya dan tidak maksimal menimba ilmu dari mereka”[1].
Apakah hati kita wahai pembaca sekalian sudah paham apa yang akan kami sebutkan dan kutipkan ? Apa yang beliau sampaikan benar adanya, betapa banyak bertaburan sarana untuk mendapatkan ilmu agama di negeri kita ini namun kita tidak mampu maksimalkan. Betapa banyak pengajian para ustadz yang kita abaikan ? Betapa banyak rekaman pengajian para ulama dan ustadz di laptop, hp, tv kita namun belum sempat kita dengarkan atau bahkan memang hanya sekedar koleksi ?!! Wahai diri, jika para ulama terdahulu saja menyesal tidak mampu memaksimalkan keberadaan guru mereka maka bagaimana dengan kita, anda sekalian ?!!
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan Hafidzahullah mengatakan[2],
“Sungguh para ulama salaf terdahulu mereka menyesal wafatnya seorang Syaikh di zamannya padahal mereka belum sempat menimba ilmu darinya sedikitpun. Lihatlah Dawud –dikenal dengan ‘Abdullah bin Dawud Al Khoribiy- Rohimahullah mengatakan, “Dahulu sebab yang melatarbelakangi aku memasuki kota Bashroh adalah untuk bertemu (menimba ilmu dari –pen) Ibnu ‘Aun. Namun ketika aku baru sampai di Jembatan Bani Daaroo (artinya belum sampai tujuan –pen), kabar tentang wafatnya beliau telah menghampiriki. Sehingga aku memasuki kota Bashroh namun tidaklah Maha Mengetahui kecuali Allah”[3].
Lihat wahai saudaraku, beliau luar biasa kecewanya, luar biasa menyesalnya ketika telah mengerahkan kemampuan maksimalnya untuk mendapatkan ilmu agama. Namun dengan taqdir Allah yang sempurna tidak mampu mendapatkan apa yang dicari. Maka jika mereka saja dengan keterbatasan sarana ketika itu masih menyesali diri mereka karena tidak mampu maksimal menimba ilmu, maka apakah kita tidak selayaknya sangat, sangat, sangat, sangat menyesal ketika kita menelantarkan majelis ilmu dan sarana mendapatkan ilmu agama ???!!!!
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan Hafidzahullah mengatakan,
“Banyak dari kalangan salaf mereka mengadakan perjalan untuk menuntut ilmu agama namun diantara mereka adanya mendapati Syaikh yang ingin ditimba ilmunya telah wafat, mendapati Syaikhnya telah sakarot maut, telah diletakkan tanah di atas jenazahnya. Mereka para ulama salaf menyesal dan menggigit jari penyesalan karena wafatnya sang guru”[4].
Jika hati ini belum tersinggung maka mari simak syair berikut, agar hati ini tercabik hancur dan kembali semangat menuntut ilmu.
Jika engkau melihat pemuda kampung yang telah tumbuh dewasa
Tidak membawa tempat tinta dan kertas kemana-mana
Tidak pula engkau lihat mereka berada di sisi para Syaikh dalam pengajiannya
Untuk memperhatikan kabar yang baik (Al Qur’an dan hadits –pen) dibacakan
Maka tinggalkanlah mereka
Ketahuilah sesungguhnya mereka adalah sampah masyarakat yang mengganti ‘uluwul himmah dengan kedunguan….[5]
Inilah realitanya, Laa Hawlaa wa Laa Quwwata illaa Billah.
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبنَا عَلَى طَاعَتِكَ
Wahai Dzat Yang Membolak-balikkan Hatu, Tetapkanlah Hatiku Di atas Agama Mu
Yaa Allah Palingkanlah Hati Kami Kepada Keta’atan Pada Mu
Mudah-mudahan kita senantiasa istiqomah dan diberi hidayah oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Setelah Subuh 16 Shofar 1436 H/ 09 Desember 2014 M.
Aditya Budiman bin Usman
[1] Lihat Ma’alim fii Thoriq Tholab Al Ilmi hal. 46 cet. Darul ‘Ashimah, Riyadh, KSA terbitan tahun 1433 H.
[2] Idem hal. 47.
[3] Ar Rihlah Fii Tholabil Hadits hal. 176-177.
[4] Lihat Ma’alim fii Thoriq Tholab Al Ilmi hal. 47.
[5] Adabul Imlaa wal Istimlaa’ 153/154. (dalam Lihat Ma’alim fii Thoriq Tholab Al Ilmi hal. 49.)
Leave a Reply