Menutup Kemudhorotan Dengan Sabar dan Memaafkan

5 Dec

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Menutup Kemudhorotan Dengan Sabar dan Memaafkan

  Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah. Semakin kita membalas keburukan orang lain yang mengganggu kita, ternyata semakin banyak pula pola yang dia gunakan untuk kembali mengganggu kita. Kasus yang demikian tidak jarang kita temui di kehidupan nyata. Berikut merupakan salah satu solusi untuk permasalahan yang demikian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Wafat 728 H) Rohimahullah mengatakan[1]. menutup-kemudhorotan-dengan-sabar-dan-memaafkan-1Kelimabelas, Betapa banyak pembalasan dendam atau penuntutan hak membalas merupakan sebab semakin bertambahnya keburukan, dorongan hawa nafsu dan beragam fikiran untuk mengganggu yang akan dilancarkan sang musuh kepadanya. Hal ini sebagaimana terlihat di dunia nyata. Namun jika dia mampu sabar dan memaafkan maka dia akan aman/terhindar dari berbagai bentuk kemudhorotan. Orang yang berakal tentu tidak akan memilih kemudhorotan/bahaya yang terburuk dengan mengorbankan yang bahaya yang lebih ringan dari dua keburukan. Betapa banyak pembalasan dendam dan penuntutan hak yang diupayakan malah menghasilkan keburukan yang  tidak mampu dibendung orang yang melakukannya. Betapa banyak jiwa, kehormatan dan harta yang  hilang seandainya orang yang dizholimi mau memaafkan maka tetap langgeng hal tersebut untuknya”. Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan[2], menutup-kemudhorotan-dengan-sabar-dan-memaafkan-2 “Sesungguhnya pembalasan dendam dari orang yang mengganggunya terkadang semakin buruk dari gangguan (awal) nya. Bahkan terkadang berlipat ganda. Atau terkadang dapat juga muncul darinya keburukan yang tidak semisal. Sehingga kesabaran orang yang diganggu dari gangguan tersebut merupakan pencegah atas keburukan yang lebih besar. Jika seseorang membalaskan dendanmnya kepada orang yang mengganggunya maka orang yang diganggu malah kadang mendapatkan keburukan yang lebih besar atau yang tidak semisal. Sehingga mencegahnya dengan hal yang lebih baik merupakan jalan keselamatan dari gangguan yang lebih parah”.   Jadi mana yang kita pilih ? [1] Al Umur Al Mu’inah ‘ala Ash Shobri ‘ala Adzaa Al Kholq dengan ta’liq Syaikh ‘Abdur Rozzaq hal. 36 Terbitan Dar Al Ilmu Ash Shohih [2] Idem hal. 36.

Tulisan Terkait

Leave a Reply