19 Aug
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Kenali Seseorang Dengan Safar
Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.
Suatu saat penulis pernah berdialog dengan salah seorang teman satu wisma. Beliau hafidzahullah mengatakan, ‘Kalo ingin melihat seseorang baik atau buruknya maka ajaklah dulu bersafar/bepergian jauh’. Maka ketika membaca kitab Syarhul Mumthi’ ‘Alaa Zaadil Mustaqni’ karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah penulis menemukan perkataan semisal di atas.
Syaikh Rohimahullah mengatakan,
وقال بعض العلماء: إنما سمّي السفر سفراً؛ لأنه يسفر عن أخلاق الرجال، أي: يوضحها ويبيّنها، فإن كثيراً من الناس لا تعرف أخلاقه ولا حسن سيرته إلا إذا سافرت معه، وكان بعض القضاة من السلف إذا شهد شخص لآخر بتزكية قال له: هل سافرت معه؟ فإن قال: لا، قال: هل عاملته؟ قال: لا، قال: إذن لا تعرفه.
Sebagian ulama berpendapat bahwa safar/bepergian dinamakan dengan istilah safar karena dengan bersafar terbukalah/jelaslah akhlak seseorang. Karena sesungguhnya kita tidaklah dapat benar-benar mengenal akhlak dan baiknya budi pekerti kebanyakan orang kecuali jika kita sudah pernah safar bersamanya. Merupakan kebiasaan sebagian hakim di jaman salaf dulu apabila ada seseorang yang mengklaim/menilai/bersaksi atas baik seseorang lainnya maka mereka terlebih dahulu bertanya ‘apakah anda sudah pernah safar bersamanya?’ jika orang tersebut mengatakan, ‘belum’ maka ditanyakan padanya ‘apakah anda mengenalnya ?’ jika dia menjawab, ‘tidak’. Maka mereka akan mengatakan, ‘kalau begitu anda tidak benar-benar mengenal di si falan tersebut (sehingga persaksian anda atas dirinya tidak dapat diterima –ed.)’.
فالسفر يبيّن أخلاق الرجال، وكم من إنسان في البلد تراه كل يوم وتشاهده ولا تعرف عن أخلاقه ومعاملاته شيئاً، فإذا سافرت معه تبين لك من أخلاقه ومعاملاته، لا سيما فيما سبق من الزمان حيث كانت الأسفار تستمر أياماً كثيرة، أما سفرنا اليوم فإنه لا يبيّن عن أخلاق الرجال؛ لأن السفر من الرياض إلى القصيم في الطائرة في خمس وثلاثين دقيقة. ولكن الأسفار الطويلة هي التي تبيّن الرجال.
Maka dengan bersafar jelaslah akhlak seseorang. Betapa banyak orang yang jika ia berada di tempat tinggal yang kita lihat dan saksikan namun kita tidak benar-benar mengetahui akhlaknya dan mu’amalahnya sedikitpun. Namun jika kita safar dengannya maka jelaslah bagi kita akhlaknya dan mu’amalahnya. Terlebih lagi di zaman dahulu yang safar memakan waktu yang sangat lama. Adapun safar kita sekarang ini, maka belumlah dapat menjelaskan akhlak seseorang. Semisal safar dari Riyadh ke Qosim dengan menggunakan pesawat terbang maka hanya memakan waktu 35 menit. Namun dengan safar yang memakan waktu lamalah yang dengannya dapat diketahui akhlak seorang”[1].
Sungguh apa yang disampaikan para ulama kita tidaklah mengada-ngada dan hal ini dapat kita lihat dan rasakan bersama. Mudah-mudahan kita termasuk dalam wasiat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam
اتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ
“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun dirimu berada”[2].
Aditya Budiman bin Usman
-yang mengharap ampunan Robbnya-
[1] Lihat Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 295/II terbitan Al Kitab Al ‘Alimi, Beirut Lebanon.
[2] HR. Tirmidzi no. 1987 dengan sanad yang hasan shahih.
Leave a Reply