Kemurahan Hati vs Judi di Masa Jahiliyah

26 Nov

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kemurahan Hati vs Judi di Masa Jahiliyah

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.

[Pengertian Jahiliyah]

Yang dimaksud dengan jahiliyah adalah sesuatu yang dinisbatkan dengan kebodohan/tidak adanya ilmu, yaitu tidak adanya ilmu dari Rosul dan Kitab Suci. Secara khusus yang dimaksud dengan jaman jahiliyah adalah masa dimana sebelum diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”. (QS. Al Ahzab [33] : 33)

Maksud jahilyah yang dulu dalam ayat ini adalah sebelum diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena sebelum diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ilmu yang ada telah bercampur dengan kesesatan dan penyimpangan. Karena risalah Nabi yang sebelumnya telah tercampur baur dan rusak. Orang Yahudi pun telah mengubah syari’atnya dan mereka memasukkan banyak hal yang merupakan kekafiran dan kesesatan. Demikian juga Nasrani mereka mengubah Injil dari sebagaimana yang diturunkan ketika pada zaman Nabi Isa ‘Alaihissalam[1].

Namun demikian, ada kutipan menarik yang disampaikan oleh Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfury dalam kitabnya yang sangat terkenal Ar Rohiiqu Al Makhtuum berkaitan dengan kondisi moral pada zaman jahiliyah. Berikut kami sarikan kutipannya,

لا شك أن أهل الجاهلية كانت فيهم دنايا ورذائل وأمور ينكرها العقل السليم ويأباها الوجدان، ولكن كانت فيهم من الأخلاق الفاضلة المحمودة ما يروع الإنسان ويفضى به إلى الدهشة والعجب، فمن تلك الأخلاق

الكرم : وكانوا يتبارون في ذلك ويفتخرون به، وقد استنفدوا فيه نصف أشعارهم بين ممتدح به ومُثْنٍ على غيره، كان الرجل يأتيه الضيف في شدة البرد والجوع وليس عنده من المال إلا ناقته التي هي حياته وحياة أسرته، فتأخذه هزة الكرم فيقوم إليها، فيذبحها لضيفه .

“Tidaklah diragukan bahwa pada masyarakat jahiliyah terdapat kehidupan yang nista, pelacuran dan kehidupan yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan hati nurani. Namun demikian mereka juga mempunyai akhlak yang mulia yang terpuji dan membuat takjub mata siapapun yang melihatnya, diantaranya adalah karom (kemurahan hati).

Mereka berlomba-lomba memiliki sifat ini dan membanggakan diri karena memilikinya. Setengah dari bait-bait syair mereka tuangkan untuk menyebutkan sifat ini, baik dalam memuji diri mereka sendiri ataupun memuji orang lain. Seseorang terkadang didatangi tamunya di saat dimana temperature udara sangat dingin dan lapar yang sangat, di saat yang bersamaan itu dia juga tidak memiliki harta kecuali onta betina yang dia menggantungkan hidupnya dan keluarganya pada onta tersebut. Akan tetapi karena terdorong untuk bermurah hati kepada tamu, onta tersebut lantas disembelihnya dalam rangka memuliakan tamunya.

وكان من نتائج كرمهم أنهم كانوا يتمدحون بشرب الخمور، لا لأنها مفخرة في ذاتها؛ بل لأنها سبيل من سبل الكرم، ومما يسهل السَّرَف على النفس، ولأجل ذلك كانوا يسمون شَجَرَ العنب بالكَرْم، وخَمْرَه بِبِنْتِ الكرم . وإذا نظرت إلى دواوين أشعارالجاهلية تجد ذلك بابًا من أبواب المديح والفخر، يقول عنترة بن شداد العبسي في معلقته :

ولقد شَرِبْتُ من المُدَامَة بَعْدَ ما ** رَكَد الهَواجِرُ بالمَشُوفِ المُعْلِم

بزُجَاجَةٍ صَفْراء ذات أسِرَّة ** قُرنَتْ بأزهرَ بالشِّمَال مُفَدَّمِ

فإذا شَرِبتُ فإننى مُسْتَهْلِك ** مالى وعِرْضِى وافِرٌ لم يُكْلَمِ

وإذا صَحَوْتُ فما أُقَصِّرُ عن نَدَى ** وكما عَلمت شمائلى وَتَكَرُّمِى

Sebagai konsekwensi dari sifat mereka di atas, mereka biasanya eksperikan kebanggaan mereka akan sifat tersebut dengan meminum khomer. Hal ini mereka lakukan bukanlah karena bangga minum khomer secara dzatnya melainkan lantaran mengganggap bahwa hal itu merupakan sarana menuju tertanamnya sifat murah hati tersebut dan memudahkan tumbuhnya sikap berfoya-foya. Karena itulah mereka menamakan pohon anggur dengan sebutan Al Karmu dan khomer yang dihasilkannya dengan Bintu Al Karmu.

Jika anda membuka lembaran-lembaran diwan syair-syair jahiliyah maka anda akan mendapati sebuah bab yang bertajuk Al Madiih wa Al Fakhr (pujian dan kebanggaan diri). ‘Antaroh bin Syadaad Al Absy mengatakan dalam mualaqnya,

“Sungguh aku telah menenggak arak di tempat mulia

sesudah wanita-wanita penghibur ditelantarkan

dengan botol kuning di atas nampan

nan terangkai bunga dalam genggaman tangan dingin

       Saat aku menenggak, sungguh aku habiskan seluruh hartaku,

       namun begitu, kehormatanku masih sadar

       Kala aku tersadarkan, takkan lengah menyonsong panggilan

       Sebagaimana hal itu melekat pada sifat dan tabiatku”

 

ومن نتائج كرمهم اشتغالهم بالميسر، فإنهم كانوا يرون أنه سبيل من سبل الكرم؛ لأنهم كانوا يطعمون المساكين ما ربحوه أو ما كان يفضل عن سهام الرابحين؛ ولذلك ترى القرآن لا ينكر نفع الخمر والميسر وإنما يقول : { وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا } [ البقرة : 219 ]

Diantara konsekwensi dari sifat pemurah mereka tersebut adalah mereka menyibukkan diri mereka dengan permainana judi, dimana mereka menganggap hal itu merupakan sebagai sarana menuju sifat tersebut. Karena seluruh keuntungan atau sebagiannya yang diraih dari permainan judi tersebut mereka belanjakan untuk memberi makan fakir miskin. Oleh karena itu anda akan menemukan Al Qur’an tidaklah mengingakari seluruh kemanfaatan khomer dan judi, namun disebutkan dengan,

وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا

“Tetapi dosa keduanya (judi dan khomer) lebih besar dari manfaatnya”.

(QS. Al Baqoroh [2] : 219)”[2]

 

Sigambal, Setelah Subuh 11 Muharram 1434 H / 25 Nopember 2012

 

 

Aditya Budiman bin Usman



[1] Lihat Syarh Masail Jahiliyah oleh Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan Hafidzahullah hal. 8-9 terbitan Darul Bashiroh, Iskandariyah.

[2] Lihat Ar Rohiiqu Al Makhtuum hal. 30 Maktabah Syamilah.

 

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply