23 Apr
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Kalo Do’a Jangan Lupakan Do’a Ini Gan…
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Mas bro, agan-agan dan kaum muslimin sekalian. Tentu kita gak ragu bahwasanya do’a merupakan ibadah yang luar biasa di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala. Saking agungnya hampir tidak lepas sendi-sendi kehidupan kita dari do’a-do’a dan dzikir-dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Tu merupakan bukti bahwa ane, antum, agan, mbak dan seluruh kaum muslimin bener-bener butuh kepada Allah Ta’ala dan do’a. Udah kita sebutin kemaren sebagian tentang dzikir pagi petang, nah pada kesempatan ini kita lanjutin gan… Yuk Kita Simak (YKS –elah gak penting singkatannya gan).
Diantara dzikir pagi petang yang Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam anjurkan kita untuk membacanya adalah apa yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhuma,
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدَعُ هَؤُلاَءِ الدَّعَوَاتِ حِينَ يُمْسِى وَحِينَ يُصْبِحُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِى دِينِى وَدُنْيَاىَ وَأَهْلِى وَمَالِى اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِى ».
‘Rosulullah Shollalahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan do’a-do’a ketika petang dan subuh. Do’a tersebut diantaranya,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِى دِينِى وَدُنْيَاىَ وَأَهْلِى وَمَالِى اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِى
“Yaa Allah sesungguhnya aku meminta kepada Mu ‘Afwaa di dunia dan akhirat. Yaa Allah aku memohon kepada Mu ‘‘Afwaa dan ‘Afiyah pada urusan agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Yaa Allah tutupi auratku”[1].
Dalam riwayatnya Ibnu Majah terdapat tambahan,
اللَّهُمَّ استُر عَوْرَاتي ، وآمِنْ رَوْعَاتي ، اللَّهمَّ احفظني من بَينِ يَدَيَّ ومِن خَلْفي ، وَعن يَميني ، وعن شِمالي ، ومِن فَوقي، وأعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحتي
“Yaa Allah tutupi auratku, tenangkanlah aku dari rasa takutku. Yaa Allah jagalah aku dari arah depan dan belakangku, arah kanan dan kiriku, serta dari arah bawahku. Aku belindung dengan kebesaran Mu agar aku tidak dihancurkan dari arah bawahku”[2].
Kedua riwayat ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan[3],
“Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam memulai do’a yang agung ini dengan meminta kepada Allah ‘‘Afiyah di dunia dan akhirat. ‘‘Afiyah merupakan sebuah hal yang tidak ada bandingannya. Barangsiapa yang diberikan ‘‘Afiyah di dunia dan akhirat maka sungguh telah disempurkan kebaikan dalam jumlah yang besar padanya. At Tirmidzi meriwayatkan dalam Sunannya dari Al ‘Abbas bin ‘Abdul Muthollib (Paman Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam) Rodhiyallahu ‘anhu,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُهُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ سَلْ اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَمَكَثْتُ أَيَّامًا ثُمَّ جِئْتُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَسْأَلُهُ اللَّهَ فَقَالَ لِي يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّ رَسُولِ اللَّهِ سَلْ اللَّهَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
‘Aku (Al ‘Abbas –pen) bertanya, ‘Wahai Rosulullah ajarkanlah sesuatu kepadaku yang dengannya aku berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla ?’ Beliau Shollalahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Mintalah/berdo’alah kepada Allah mintalah ‘Afiyah”. Kemudian aku (Al ‘Abbas) tidak bertemu beliau selama beberapa hari lalu aku datang lagi menemui beliau dan bertanya, ‘Wahai Rosulullah Wahai Rosulullah ajarkanlah sesuatu kepadaku yang dengannya aku berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla ?’ Lalu beliau menjawab, “Wahai Paman Rosulullah, Mintalah/berdo’alah kepada Allah mintalah ‘Afiyah pada urusan dunia dan akhirat”[4].
Dalam Kitab Tuhfatul Ahwaadzi disebutkan[5],
قوله ( اسأله الله ) أي اطلبه من الله تعالى سل الله العافية في أمره صلى الله عليه و سلم للعباس بالدعاء بالعافية بعد تكرير العباس سؤاله بأن يعلمه شيئا يسأل الله به دليل جلى بأن الدعاء بالعافية لا يساويه شيء من الأدعية ولا يقوم مقامه شيء من الكلام الذي يدعى به ذو الجلال والإكرام
“Ucapan Al Abbas (أَسْأَلُهُ اللَّهَ) yaitu aku memintanya dari Allah Ta’ala. Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam menyuruh Al ‘Abbas untuk berdo’a meminta ‘Afiyah setelah berulang kali beliau meminta kepada Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam untuk mengajarinya sesuatu yang dengannya ia meminta/berdo’a kepada Allah. Hadits ini merupakan dalil bahwasanya do’a meminta ‘Afiyah adalah do’a yang tidak ada permintaan seorang hamba kepada Allah yang sebanding dengannya”[6].
Pernyataan beliau ini merupakan sebuah kesimpulan dari sebuah hadits Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam yang diriwayatkan dari Abu Bakr As Siddiq Rodhiyallahu ‘anhu,
سَلُوا اللهَ الْعَفْوَ وِالعَافِيَةَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَمْ يُعْطَ بَعْدَ الْيَقِيْنِ خيرًا مِنَ العَافِيَةِ
“Mintalah (wahai Abu Bakr –pen) ‘Afwa dan ‘Afiyah kepada Allah. Karena sesungguhnya seseorang dari kalian tidaklah diberikan hal yang lebih baik setelah keyakinan (iman –pen.) lebih baik dari ‘Afiyah”[7].
Nah tuh gan, luar biasa benget keutamaan do’a ini kan…
Oke sekarang mari kita telaah makna do’a ini.
Disebutkan dalam Kitab Tuhfatul Ahwaadzi[8],
قال الجزري في النهاية العافية أن تسلم من الأسقام والبلايا وهي الصحة وضد المرض والمعافاة هي أن يعافيك الله من الناس ويعافيهم منك أي يغنيك عنهم ويغنيهم عنك ويصرف أذاهم عنك وأذاك عنهم
‘Al Jazazriy (Ibnul Atsir -pen) Rohimahullah mengatakan dalam An Nihayah, “Al ‘Afiyah adalah engkau selamat dari sakit, bala bencana yaitu sehat kebalikan dari sakit. Mu’afah adalah Allah menjaga engkau dari manusa lain dan kalian saling menjaga yaitu engkau merasa cukup dari mereka dan merekapun merasa cukup darimu, engkau dipalingkan dari gangguan mereka dan mereka juga dipalingkan dari gangguanmu”.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan[9],
“(الْعَفْوَ) artinya dihapuskannya dosa dan ditutupi dosa (dari pandangan manusia –pen.) sedangka (العافية) adalah Allah memberikan keamanan bagi seorang hamba dari segala macam siksaan, rasa benci dan fitnah/cobaan, yaitu dengan Allah palingkan darinya hal tersebut dan Allah jaga diri hamba tersebut dari bala bencana dan sakit serta Allah menjaganya dari keburukan dan perbuatan dosa”.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah melanjutkan[10],
“Adapun permohonan ‘‘Afiyah pada urusan agama adalah permintaan/permohonan penjagaan dari semua perkara yang memberikan aib pada agama dan yang mencacatinya. Sedangkan permohonan ‘‘Afiyah pada urusan dunia maksudnya adalah permintaan/permohonan penjagaan dari semua hal yang membahyakan urusan dunia seorang hamba berupa musibah, bala bencana, hal-hal yang membahayakannya dan lain sebagainya. Sedangkan permintaan/permohonan pada urusan akhirat maksudnya adalah permintaan/permohonan penjagaan dari keadaan, kesempitan-kesempitannya di akhirat dan berbagai jenis siksaan”.
Beliau melanjutkan,
“Adapun permohonan ‘‘Afiyah pada keluarga adalah agar mereka dihindarkan dari cobaan, terjaga dari bala bencana dan ujian. Sedangkan permohonan ‘‘Afiyah pada harta adalah agar Allah menjaganya dari hal-hal yang menyebabkannya hilang semisal tenggelam, terbakar, dicuri dan lain sebagainya. Maka Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam mengumpulkan permohonan kepada Allah atas penjagaan dari rintangan yang mengganggu dan membahayakan”[11].
Tentang makna sabda Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam (اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِى) ‘Ya Allah tutupilah aurotku’.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan,
“(اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِى) ‘Ya Allah tutupilah aurotku’, maksudnya adalah aib-aibku, kekuranga-kekuranganku, celah-celahku dan semua hal yang membuatku malu jika terbuka. Termasuk hal ini penjagaan dari tersingkapnya aurat”.
Penulis Syarh Hisnul Muslim Hafizhahullah,
“(عَوْرَتِى) ‘Aurotku’ adalah semua hal yang membuat malu jika terlihat”[12].
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah memberikan sebuah nasehat berharga[13],
“Terkhusus untuk kaum wanita hendaklah lebih menjaga do’a ini, terutama di zaman kita ini, zaman dimana banyak terjadi di seluruh penjuru dunia para wanitanya membuka, menyingkap aurot mereka dan tidak perhatian terhadap hijab penutup auratnya”.
Dalam riwayatnya Ibnu Majah terdapat tambahan. Berikut kami nukilkan penjelasan lafazhnya.
Ibnul Atsir Rohimahullah mengatakan,
“Dalam hadits doa (اللَّهُمَّ آمِنْ رَوْعَاتي), (رَوْعَات) merupakan plural dari (رَوْعَة) yaitu rasa ketakutan”[14].
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan[15],
“Sabda Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam (آمِنْ رَوْعَاتي) yaitu rasa aman/ tenang kebalikan dari ketakutan. (رَوْعَات) merupakan plural dari (رَوْعَة) yaitu rasa takut (yang berkaitan dengan masa yang akan datang –pen) dan rasa sedih (yang berkaitan dengan masa lalu –pen.). Do’a ini merupakan permohonan kepada Allah agar dijauhkan dari semua perkara yang membuat takut, sedih dan berkeluh kesah / gundah gulana. Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam menggunakan lafazh (رَوْعَات) dalam bentuk jama’ merupakan isyarat untuk banyak dan beranekaragamnya hal-hal yang dapat membuat kita takut dan sedih”.
Berdasarkan penjelasan beliau di atas, kita katakan bahwa Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan sebuah do’a yang dengannya kita meminta agar terhindar dan dijaga dari semua hal yang membuat kita takut dan sedih.
Potongan do’a selanjutnya,
اللَّهمَّ احفظني من بَينِ يَدَيَّ ومِن خَلْفي ، وَعن يَميني ، وعن شِمالي ، ومِن فَوقي
“Yaa Allah jagalah aku dari arah depan dan belakangku, arah kanan dan kiriku, serta dari arah bawahku”.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan[16],
“Pada potongan do’a ini terdapat permohonan penjagaan Allah terhadap hal-hal yang membinasakan, merusak yang menimpa manusia dari 6 arah. Maka sungguh kerusakan dan bala bencana itu dapat saja datang dari arah depan, belakang, kanan, kiri, atas ataupun bawah. Sedangkan orang tersebut tidak mengetahui dari arah mana munculnya bala bencana dan musibah. Maka hendaklah dia meminta kepada Robbnya agar menjaganya dari semua arah. Kemudian keburukan paling besar yang seseorang sangat membutuhkan penjagaan dari Robbnya adalah penjagaan dari keburukan syaithon. Dia berada di sekeliling manusia. Dia dapat saja mendatangi manusia dari arah depan atau belakangnya, kanan atau kirinya untuk menjatuhkan musibah, membawa bala bencana dan kehancuran serta menjauhan seseorang dari jalan-jalan kebaikan dan keistiqomahan, sebagaimana do’a syaithon yang terdapat dalam Al Qur’an,
ثُمَّ لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Kemudian aku (syaithon) akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. (QS. Al A’rof [7] : 17)
Beliau Hafizhahullah melanjutkan[17],
“Maka seorang hamba benar-benar membutuhkan perlindungan, perisai dari musuhnya ini. Pelindung baginya dari tipu daya dan keburukan musuhnya. Pada do’a yang agung ini terdapat perlindungan, perisai bagi seorang hamba agar tidak tertimpa keburukan dari syaithon dari segala arah. Karena dia berada dalam penjagaan, perlindungan dan pengawasan Allah”.
Kemudian pada bagian terakhir do’a ini, Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan,
وأعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحتي
“Aku belindung dengan kebesaran Mu agar aku tidak dihancurkan dari arah bawahku”.
Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Al Badr Hafizhahullah mengatakan[18],
“Pada potongan do’a ini terdapat isyarat betapa mengerikannya bencana yang menimpa manusia dari arah bawahnya, misalnya ditenggalamkan ke perut bumi dari arah bawah. Ini merupakan bentuk hukuman yang Allah timpakan atas sebagian orang-orang yang hidup di muka bumi namun tidak melaksanakan keta’atan kepada Sang Penciptanya. Bahkan mereka hidup di atas bumi dengan penuh dosa, pembangkangan, keburukan dan berbagai maksiat”.
“Maka Allah hukum mereka dengan gempa, keguncangan dari arah bawah mereka atau Allah tenggelamkan mereka ke bumi sebagai akibat dari sebagian dosa-dosa mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”. (QS. Al Ankabut [29] : 40)
Kesimpulannya :
Sungguh do’a ini merupakan do’a yang luar biasa makna kandungannya. Melalui do’a ini kita memohon perlindungan, penjagaan Allah di dunia dan akhirat. Dengan do’a ini kita memohon penjagaan dari gangguan syaithon dan marabahaya dari segala arah. Melalui do’a ini juga kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Allah menutupi kekurangan, kelemahan dan aib yang kita malu dengannya.
Mari terapkan do’a ini terutama ketika subuh dan petang. Allahul Musta’an.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Sigambal, Setelah Subuh
3 Rojab 1436 H, 22 April 2015 M
Ayahnya Syifa dan Hudzaifah.
[1] HR. Abu Dawud no. 5074.
[2] HR. Ibnu Majah no. 3871.
[3] Lihat Fiqh Al Ad’iyah wal Al Adzkaar hal. 30 terbitan Kunuuz Isybiliya, Riyadh, KSA.
[4] HR. Tirmidzi no. 3514. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.
[5] Oleh Al Mubarokfuriy Rohimahullah hal. 348/IX terbitan Darul Kutub Ilmiyah, Beirut Lebanon.
[6] Menunjukkan bahwa berdo’a meminta ‘Afiyah kepada Allah merupakan permintaan yang sangat agung, tidak ada yang lebih agung darinya sebagaimana kata Syaikh ‘Abdur Rozzaq. Allahu a’lam.
[7] HR. Ahmad no. Tirmidzi no. 3558. Hadits ini dinilai hasan oleh Al Arnauth dan diniai shohih oleh Al Albani rohimahumullah.
[8] Hal. 347/IX.
[9] Lihat Fiqh Al Ad’iyah wal Al Adzkaar hal. 31.
[10] Idem.
[11] Idem. Hal yang sama juga disebutkan oleh Pensyarh Hisnul Muslim hal. 168-169 terbitan Mus’asah Al Juraisy, Riyadh, KSA.
[12] Lihat Syarh Hisnul Muslim hal. 169.
[13] Lihat Fiqh Al Ad’iyah wal Al Adzkaar hal. 31.
[14] Lihat An Nihayaj fii Ghoribil Hadits wal Atsar hal. 383 dengan Tahqiq Syaikh Ali Al Halabiy, terbitan Dar Ibnu Jauziy, Riyadh.
[15] Lihat Fiqh Al Ad’iyah wal Al Adzkaar hal. 32.
[16] Idem.
[17] Idem.
[18] Idem hal. 32-33.
Leave a Reply