12 Dec
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Hawa Nafsu Tidak Akan Adil Ketika Balas Dendam
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah. Ketika kita membalas kezholiman yang dilakukan orang yang mengganggu kita, kita seolang meresa bahwa apa yang sudah kita balaskan kepadanya merupakan bentuk sebuah keadilan. Namun apakah kita memang mampu membalaskannya dengan benar-benar adil ? Mari simak penuturan menarik dari seorang ulama besar di zamannya dan hingga sekarang semerbak ilmunya masih dapat kita nikmati dan ambil faidahnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Wafat 728 H) Rohimahullah mengatakan[1]. “Keenam belas, Sesungguhnya orang yang terbiasa membalaskan dendam (gangguan orang lain pada dirinya –pen) dan tidak mampu bersabar, tentulah akan terjatuh dalam kezholiman. Sebab sesungguhnya hawa nafsu tidak akan merasa cukup sebatas kadar keadilan sekadar yang wajib bagi baginya, baik ditinjau secara ilmiyah maupun kehendak (kejiwaan –pen). Betapa banyak kejadian dimana hawa nafsu tidak mampu merasa cukup hanya pada sekadar yang benar/wajib. Sebab sesungguhnya kemarahan akan mengeluarkan pemiliknya menuju batas yang akal tidak mampu mengontrol apa yang dikatakan lisan dan diperbuat anggota badan. Sehingga semula dia hanya berada di posisi sebagai orang yang dizholimi, menanti pertolongan dan kemuliaan seketika berubah menjadi orang yang menzholimi yang menanti kebencian dan pembalasan”. Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan[2], “Maksudnya sesungguhnya kesabaran itu lebih selamat untuk anda dan lebih menjaga diri dari perbuatan tercela. Sebab jika anda melakukan membalas dan melakukan pembalasan dengan hal yang semisal sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu”. (QS. An Nahl [16] : 126)
Maka boleh jadi anda akan membalas lebih dari yang semisal walaupun hanya sedikit saja. Ketika demikian keadaannya maka anda berarti telah menggiring hawa jiwa anda kepada perbuatan dosa dan kezholiman. Padahal Allah tidak menyukai orang-orang yang zholim”. “Siapakah yang mampu menimbang balasan yang dia lakukan dengan takaran yang betul-betul teliti, dimana balasan tersebut benar-benar tidak melampuai batas walaupun hanya sedikit ?! Maka kesabaran akan menjadi sebuah hal yang lebih selamat dan lebih menjaga diri dari perbuatan tercela. Apalagi jika dibandingkan dengan berbagai keutamaan besar yang telah disampaikan sebelumnya”. Diterjemahkan setelah subuh, 29 Shofar 1438 H | 29 Nopember 2016, Aditya Budiman bin Usman [1] Al Umur Al Mu’inah ‘ala Ash Shobri ‘ala Adzaa Al Kholq dengan ta’liq Syaikh ‘Abdur Rozzaq hal. 37 Terbitan Dar Al Ilmu Ash Shohih [2] Idem hal. 37-38.
Leave a Reply