Hakikat Istiqomah

1 Nov

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Hakikat Istiqomah

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.

Apa sih istiqomah itu ? Apa hakikatnya ? Siapakah mereka yang mampu istiqomah ?

Mari simak ringkasan penuturan Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafizhahullah berikut[1].

Abu Bakar Ash Shiddiq Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan tentang tafsir firman Allah Ta’ala,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Robb kami adalah Allah kemudian istiqomah di atasnya”. (QS. Fushshilat [41] : 30)

Hakikat Istiqomah 1

Mereka adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun[2].

Diriwayatkan dari Ummar bin Al Khoththob Rodhiyallahu ‘anhu sesungguhnya ketika dia membaca ayat di atas mimbar,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Robb kami adalah Allah kemudian istiqomah di atasnya”. (QS. Fushshilat [41] : 30)

Beliau mengatakan,

Hakikat Istiqomah 2

Tidak tertipu dengan tipuan licik penipu (syaithon –pen)[3].

Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma tentang makna firman Allah Ta’ala,

ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“Kemudian istiqomah di atasnya”. (QS. Fushshilat [41] : 30)

Beliau mengatakan,

Hakikat Istiqomah 3

Istiqomah di atas jalan syahadat Laa Ilaaha Illallah”.

Diriwayatkan juga pengertian demikian dari Anas, Mujahid, Al Aswad bin Hilal, Zaid bin Aslam, As Suddiy, ‘Ikrimah dan selainnya[4].

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma bahwa sesungguhnya beliau mengatakan (terkait makna istiqomah -pen),

Hakikat Istiqomah 4Mereka adalah orang-orang yang istiqomah/senantiasa menunaikan kewajiban-kewajibannya[5].

Diriwayatkan dari Abu ‘Aliyah Rohimahullah, beliau berkata,

Hakikat Istiqomah 5

“Kemudian mereka mengikhlaskan ibadah dan amal kepada Allah[6].

Diriwayatkan dari Qotadah Rohimahullah, bahwa beliau berkata tentang firman Allah,

ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“Kemudian istiqomah di atasnya”. (QS. Fushshilat [41] : 30)

Hakikat Istiqomah 6

Istiqomah di atas keta’atan Kepada Allah[7].

Ibnu Rojab Rohimahullah menyebutkan pendapat-pendapat ini dalam Kitabnya Jami’ Al ‘Ulum wal Hikaam[8] kemudian beliau merangkumkan defenisi istiqomah dengan mengatakan,

Hakikat Istiqomah 7

“Istiqomah adalah perjalanan menuju sirothol mustaqim (jalan yang lurus), yaitu agama yang lurus tanpa kebengkokan ke kanan dan ke kiri. Mencakup seluruh bentuk keta’atan baik yang zhohir dan bathin serta meninggalkan seluruh larangan yang lahir dan bathin. Sehingga jadilah wasiat istiqomah ini mencakup seluruh bagian agama yang lahir dan bathin9]“.

Di akhir pembahasannya Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan,

Hakikat Istiqomah 8

“Seluruh pengertian ini saling bersentuhan dan saling menafsirkan satu dengan yang lainnya. Karena istiqomah merupakan sebuah kata yang mencakup makna luas yang mencakup seluruh bagian agama.

Ibnul Qoyyim Rohimahullah mengatakan,

Hakikat Istiqomah 9

Istiqomah adalah sebuah kata yang sarat makna yang tercakup dalamnya seluruh bagian agama yaitu menunaikan hakikat kejujuran, memenuhi panggilan dan janji antara dirinya dan Allah[10].

Kesimpulannya :

  1. Istiqomah adalah sebuah kalimat yang mencakup seluruh aturan dalam agama Islam baik yang zhohir maupun yang batin.
  2. Fondasi istiqomah adalah benar-benar bertauhid kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan tidak mensekutukan Nya dengan suatu apapun.
  3. Orang yang istiqomah adalah orang yang melaksanakan kewajiban yang Allah bebankan kepadanya dan meninggalkan seluruh hal yang Allah larang dengan penuh keikhlasan.

 

15 Muharrom 1437 H, 28 Oktober 2015 M

Aditya Budiman bin Usman

[1] Lihat ‘Asyaru Qowa’id fii Al Istiqomah hal. 11-14 terbitan Darul Fadhilah

[2] HR. Ath Thobari dalam Tafsirnya hal. 464/XXI terbitan Mu’asasah Risalah.

[3] HR. Ath Thobari dalam Tafsirnya hal. 465/XXI.

[4] Lihat Tafsir Ath Thobari hal 464-465/XXI terbitan Mu’asasah Risalah.

[5] HR. Ath Thobari dalam Tafsirnya hal. 465/XXI.

[6] HR. Al Mawardiy dalam An Nuktu wa Al ‘Uyun hal. 275/V.

[7] HR. ‘Abdur Rozzaq dalam Mushonnafnya no. 2618.

[8] Hal. 383-384.

[9] Hal. 385.

[10] Madarijus Salikin hal. 105/II.

 

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply