24 Nov
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Do’a Kebaikan Dunia dan Akhirat
Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Ketika kita mendengar kalimat pada judul di atas, tentulah sebagai seorang muslim –terutama muslim Indonesia- perhatian kita akan tertuju pada suatu ayat di dalam Al Qur’an. Ayat tersebut adalah,
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Wahai Robb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al Baqoroh [2] : 201)
Bahkan tak jarang setelah sholat, seorang muslim membaca do’a yang mulia ini kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Yang lebih sensasional lagi, sebagian kita menamakan do’a yang mulia ini sebagai do’a sapu jagad.
Oleh karena itu pada tulisan kali ini, kita sedikit mengetengahkan fawaid dari perkataan ulama seputar do’a yang mulia ini.
Sebenarnya akan lebih menarik jika kita menilik do’a ini dengan ayat sebelumnya. Yaitu firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala,
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu atau (bahkan) berdzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa, “Ya Robb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”. (QS. Al Baqoroh [2] : 200)
Kita fokuskan pada akhir ayat di atas.
Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,
‘Sa’id bin Jubair mengatakan, dari Ibnu ‘Abbbas Rodhiyallahu ‘anhum, “Dahulu sekelompok orang arab baduwi mendatangi tempat wukuf lalu mereka mengucapkan, ‘Ya Allah jadikanlah tahun ini tahun yang turun hujan banyak, tahun yang subur, tahun dimana terlahir anak yang baik’. Mereka tidak menyebutkan perkara yang berhubungan dengan akhirat sedikitpun. Kemudian Allah menurunkan ayat ini”[1].
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
“Firman Allah Ta’ala (مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا) yaitu berilah kami kebaikan dunia. Maf’ul/objek pada ayat ini dihapus, sehingga maksudnya ‘Berilah kami bagian yang banyak dalam perkara dunia’. Orang ini tidaklah berdo’a/meminta melainkan untuk urusan dunianya semata. Dia tidak meminta/berdo’a untuk hal-hal yang berkaitan dengan agamanya”[2].
Beliau melanjutkan,
“Firman Allah Ta’ala (مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا) dapat mencakup secara menyeluruh baik qoulul lisaan / yang terucapkan dan qoulul haal / yang terekspresikan. Yaitu boleh jadi seseorang dengan lisannya mengucapkan do’a ini secara jelas, misalnya : ‘Wahai Robb kami, berikanlah kepada kami rumah yang indah, mobil yang bagus dan hal-hal semisal itu’. Namun mungkin saja terjadi, seseorang tidak mengucapkan dengan lisannya namun dengan ekspresinya/keadaan dirinya tidak demikian (artinya boleh jadi dia mengucapkan do’a [رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً] ‘Wahai Robb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat’ namun ekspresinya/keadaan dirinya sebenarnya hanya meminta kebaikan dunia saja tanpa akhirat –pent). Karena ketika dia meminta/berdo’a untuk urusan dunia hatinya hadir (benar-benar khusyuk –pent.) menunjukkan ketidakmampuannya kepada Allah. Namun ketika meminta/berdo’a untuk urusan akhiratnya hatinya tidak dia hadirkan sebagaimana ketika meminta urusan dunia (tidak khusyuk –pent)”[3].
Beliau Rohimahullah melanjutkan,
“Firman Allah Ta’ala, (وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ) ‘Dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat’. Huruf (مَا) pada ayat ini merupakan bentuk peniadaan. Sedangkan (مِنْ خَلَاقٍ) merupakan mubtada’ dan khobarnya berupa susunan jar dan majrur. Dan (لَهُ) termasuk bagian dari (مِنْ) yaitu sebagai mubtada’ dalam rangka penegasan keumuman makna. Karena (خَلَاقٍ) bentuknya nakiroh dalam konteks peniadaan maka akan memberikan faidah keumuman makna. Jika kata yang bentuknya nakiroh semisal (خَلَاقٍ) pada ayat ini terdapat huruf (مِنْ) maka akan menambah penegasan keumuman makna. Sedangkan makna (خَلَاقٍ) adalah bagian. Yaitu tidak ada baginya bagian di akhirat sedikitpun atau sama sekali. Karena yang dia inginkan tidak lain hanyalah dunia. Sehingga tidak ada bagian baginya di akhirat dari apa yang mintakan/do’akan. Namun boleh jadi dia tetap mendapatkan ganjaran di akhirat dari jalur amal-amal lainnya”[4].
Adapun ayat selanjutnya,
رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Wahai Robb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al Baqoroh [2] : 201)
Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan,
“Ayat ini tercakup padanya seluruh kebaikan dunia dan terhindarkan dari segala keburukan. Sesungguhnya kebaikan dunia meliputi semua hal yang dicari di dunia misalnya kesehatan, rumah yang bagus, istri yang baik, rezeki yang luas, ilmu yang bermanfaat, amal sholeh, kendaraan yang bagus, pujian yang baik dan lain sebagainya yang mencakup ungkapan para ulama tafsir[5] dan salah satunya tidak meniadakan yang lain. Karena sesungguhnya seluruhya termasuk kebaikan di dunia. Sedangkan kebaikan di akhirat maka yang paling tinggi adalah masuk surge dan disertai rasa aman ketika terjadi guncangan terbesar, mudahnya hisab dan lain sebagainya yang termasuk perkara yang baik di akhirat. Adapun selamat dari neraka maka hal itu merupakan konsekwensi dari mudahnya seseorang menempuh sebab-sebabnya ketika di dunia, misalnya menjauhi hal-hal yang haram, perbuatan dosa dan meninggalkan perkara yang masih samar hal atau haramnya”[6].
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
“Tidaklah perlu diragukan lagi bahwasanya surge merupakan nikmat terbersar di akhirat. Namun di akhirat juga ada kebaikan yang seseorang menyukainya apabila hal itu diberikan kepadanya selain surga, misalnya : diputihkan wajahnya, timbangan amal kebaikannya diperberat dan diberikan kitab catatan amalnya dari arah kanannya”[7].
Ibnu Katsir Rohimahullah menukil perkataan Al Qosim bin ‘Abdur Rohman Rohimahullah.
“Al Qosim bin ‘Abdur Rohman Rohimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang diberikan hati yang senantiasa bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, tubuh yang senantiasa sabar maka sungguh dia telah diberikan kebaikan di dunia dan akhirat serta dijauhkan dari adzab api neraka”[8].
Anjuran membaca do’a ini
Di awal tulisan telah kita sampaikan fenomena yang terjadi pada do’a ini. Bukan berarti do’a ini tidak boleh dibaca. Bahkan terdapat hadits-hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang menunjukkan dianjurkannya berdo’a dengan do’a ini.
عن أَنَسٍ قَالَ كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Dari ‘Anas Rodhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Bahwasanya do’a yang paling sering diucapkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam adalah (اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ) Ya Allah Robb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat serta jauhkanlah kami dari adzab Neraka”[9].
Dalam redaksinya Imam Muslim disebutkan,
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَادَ رَجُلاً مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَدْ خَفَتَ فَصَارَ مِثْلَ الْفَرْخِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَىْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ ». قَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِى بِهِ فِى الآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِى فِى الدُّنْيَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ لاَ تُطِيقُهُ – أَوْ لاَ تَسْتَطِيعُهُ – أَفَلاَ قُلْتَ اللَّهُمَّ آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ». قَالَ فَدَعَا اللَّهَ لَهُ فَشَفَاهُ.
Dari ‘Anas Rodhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pernah menjenguk seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin yang telah sangat kurus nyaris wafat dan menjadi semisal kertas badannya. Maka Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, “Adakah do’a yang engkau berdo’a dengan suatu do’a atau meminta sesuatu kepada Allah ?” Laki-laki itu menjawab, ‘Benar, aku berdo’a ‘Yaa Allah semua hukuman yang aku terima di akhirat maka segerakanlah bagiku di dunia’. Maka Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan, “Maha suci Allah, engkau tidak akan sanggup, mengapa engkau tidak berdo’a dengan do’a (اللَّهُمَّ آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ) Ya Allah Robb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat serta jauhkanlah kami dari adzab Neraka’. Anas Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan, ‘Lalu Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam berdo’a kepada Allah untuknya lalu Allah pun menyembuhkannya’[10].
Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan,
‘Iyaadh Rohimahullah mengatakan, “Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sering berdo’a dengan do’a ini karena pada do’a ini terkumpul makna do’a seluruhnya baik yang berhubungan dengan perkara dunia dan akhirat”[11].
Sungguh wahai saudaraku do’a ini adalah do’a yang sangat mulia dan menyeluruh. Mari perbanyak berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan do’a ini, baik ketika anda sujud, setelah tahiyat sebelum salam, ketika hujan, ketika sepertiga malam yang akhir dan waktu mustajab lainnya.
Namun camkan wahai diri dan saudaraku sekalian ketika berdo’a dengan do’a ini hendaknya kita benar-benar menghadirkan hati kita pada keduanya baik ketika mengucapkan permintaan kebaikan dunia dan lebih utama lagi ketika meminta kebaikan di akhirat. Allahu a’lam.
Sigambal, Setelah Subuh 30 Muharrom 1436 H/ 22 Nopember 2014 M.
Aditya Budiman bin Usman
[1] Lihat Tafsir Qur’anil Azhim oleh Ibnu Katsir hal. 558/I terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.
[2] Tafsir Surat Al Baqoroh oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 433/II, terbitan Dar Ibnul Jauziy Riyadh.
[3] Idem.
[4] Idem.
[5] Diantaranya dapat dilihat di Fathul Bari Syarh Shohih Bukhori oleh Ibnu Hajar Rohimahumallah hal. 430-431/XIV Terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh KSA.
[6] Lihat Tafsir Qur’anil Azhim oleh Ibnu Katsir Rohimahullah hal. 558/I.
[7] Lihat Tafsir Al Baqoroh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 434/II.
[8] Lihat Tafsir Qur’anil Azhim oleh Ibnu Katsir Rohimahullah hal. 558/I.
[9] HR. Bukhori no. 6389.
[10] HR. Muslim no. 7011.
[11] Lihat Fathul Bari hal. 430/XIV.
Leave a Reply