Boleh Jadi Taubat Kita Yang Allah Tunggu

4 Oct

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Boleh Jadi Taubat Kita Yang Allah Tunggu

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maawalaah.

Pandemi ini kian hari, kian terasa berat. Banyak pihak sudah mengajukan pendapat dan sisi pandangnya masing-masing. Tanggapan kita sebagai masyarakat pun beragam warnanya. Masing-masing menilai sisi pandangnya yang benar.

Namun tahukah kita, ingatkah kita, atau sadarkah kita bahwa semua musibah, pandemi yang Allah ‘Azza wa Jalla turunkan ini salah satu sebab terbesarnya adalah maksiat yang kita kerjakan di muka bumi. Anda boleh anggap penulis terlalu berpikir kuno, what ever lah apa pendapat yang baca. Toh Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

 “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar, taubat)”. (QS. Ar Ruum [30] : 41)

(lihat lebih lanjut terkait ayat ini di sini)

Para ulama rohimahumullah mengatakan,

ظهر الفساد في البر والبحر، كالجدب وقلة الأمطار وكثرة الأمراض والأوبئة; وذلك بسبب المعاصي التي يقترفها البشر; ليصيبهم بعقوبة بعض أعمالهم التي عملوها في الدنيا; كي يتوبوا إلى الله -سبحانه- ويرجعوا عن المعاصي، فتصلح أحوالهم، وتستقيم أمورهم.

“Telah tampak berbagai kerusakan di darat dan lautan seperti kegersangan, curah hujan yang sangat sedikit, beragam penyakit, wabah (pandemi) itu semua disebabkan berbagai maksiat yang dikerjakan manusia. Agar mereka merasakan sebagian dari perbuat maksiat yang mereka kerjakan di dunia. Tujuannya supaya mereka kembali bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berhenti, meninggalkan berbagai maksiat sehingga keadaan mereka membaik dan lurus/bangkit”[1].

Taubat kitalah yang diinginkan Allah ‘Azza wa Jalla dari berbagai musibah, bencana dan wabah yang menimpa kita. Sebagaimana dalam Firman-Nya,

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

 “Allah tidak akan mengadzab mereka sedangkan engkau (wahai Muhammad) masih ada bersama mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (bertaubat)”. (QS. Al Anfal [8] : 33)

Jika kita sungguh-sungguh ingin bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla segera penuhi syarat taubat (silakan searching berbagai syarat diterima taubat). Namun ada satu hal yang sering kita lupa ketika kita hendak bertaubat atau memohon ampunan atas segala bentuk dosa kita, yaitu berdo’a dan beristighfar di sepertiga malam yang akhir.

Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Allah Tabaroka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir, seraya berfirman, “Siapa saja yang memohon (berdo’a) kepadaKu pasti Aku kabulkan, siapa saja yang meminta kepadaKu pasti Aku berikan, dan siapapun yang memohon ampunan (istighfar, taubat) kepadaKu pasti Aku ampuni[2].

Mari bersama kita tinggalkan berbagai maksiat yang dulu kita kerjakan, syirik, bid’ah, riba, meninggalkan sholat, tidak bayar zakat, khianat terhadap amanah, memakan risywah (suap), korupsi, berdusta atas nama Allah dan Rosul-Nya, mengambil harta orang tanpa hak, dan berbagai dosa lainnya.

Wabah ini tanggung jawab kita bersama untuk memohon ampunan kepada-Nya. Mintalah di berbagai waktu mustajab do’a agar Allah ‘Azza wa Jalla segera mengangkat wabah ini dan mengampuni dosa-dosa kita semua. Sungguh kita benar-benar makhluk yang banyak berbuat kezholiman.

 

Dirumah aja, 16 Shofar 1442 H– 2 Oktober 2020 M

Aditya Budiman bin Usman bin Zubir

 

Link pdfnya silakan klik di sini


[1] Lihat Tafsir Al Muyassar hal. 408 terbitan Mujamma’ Malik Fahd, Madinah, KSA.

[2] HR. Bukhori no. 7494, Muslim no. 758.

 

 

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply