Agar Cinta dan Benci Tidak Berbuah Pahit (Anti Galau, Gundah dan Gulana)

27 Nov

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Agar Cinta dan Benci Tidak Berbuah Pahit

(Anti Galau, Gundah dan Gulana)

Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.

Anda pernah mencintai seseorang ? Anda pernah membenci seseorang ? Jawabannya hampir sama, ‘Ya, pernah’. Kemudian apakah anda pernah kecewa dan susah karena mencintai seseorang ? Apakah anda pernah mendapatkan masalah karena benci ataupun marah kepada seseorang ? Jawabannyapun mungkin hampir sama, ‘Pernah’. Kedua hal ini sama-sama membuat kehidupan kita tidak nyaman.

Salah satu solusi yang insya Allah mujarab dan menjadikan kehidupan kita lebih ringan adalah apa yang diucapkan ‘Ali bin Abi Tholib dan ‘Umar bin Al Khoththob Rodhiyallahu ‘anhuma.

‘Ali Rodhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

أَحْبِبْ حَبِيبَك هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَك يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَك هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَك يَوْمًا مَا

“Cintailah orang yang engkau kasihi sekedarnya saja karena boleh jadi kelak engkau akan membencinya. Bencilah orang yang engkau benci juga sekedarnya saja karena boleh jadi kelak dia akan menjadi orang yang engkau cintai”[1].

Ibnul Atsir Rohimahullah mengatakan,

[ أحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْناً مَّا ] أي حُبّاً مُقْتَصِداً لاَ إفْرَاطَ فِيه إضَافَةُ [ مَا ] إليه تُفيد التَّقْلِيل . يَعْني لا تُسْرِفْ في الحُبِّ والبُغْضِ فَعَسى أن يَصيرَ الحَبيبُ بَغيضاً والبَغيضُ حَبِيباً فلا تَكُون قَدْ أسْرَفْتَ في الحُبّ فتَنْدَمَ ولا في البُغْضِ فتَسْتَحِييَ

“Ungkapan ‘Ali Rodhiyallahu ‘anhu (أحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْناً مَّا) ‘Cintailah orang yang engkau kasihi sekedarnya saja’. Yaitu cintailah dengan cinta yang sedang-sedang saja dan tidak berlebihan. Adapun pengidhofahan huruf (مَّا) memberikan faidah sedikit saja (sekedar saja -pen). Maksudnya janganlah engkau berlebihan dalam mencintai dan membenci. Boleh jadi kecintaan itu berubah menjadi kebencian. Sebaliknya boleh jadi juga kebencian berubah menjadi kecintaan. Maka janganlah engkau berlebihan dalam mencintai karena (boleh jadi –pen) engkau akan bersedih, sengsara (karenanya -pen). Demikian juga janganlah engkau terlalu membenci sebab kelak engkau boleh jadi malu (ketika engkau mencintainya[2])[3].

Al Munawi Rohimahullah mengatakan dalam Faidhul Qodir,

قال الحسن البصري أحبوا هونا وأبغضوا هونا فقد أفرط قوم في حب قوم فهلكوا

Al Hasan Al Bashri Rohimahullah mengatakan, “Mencintailah kalian sekedarnya saja, menbencipun sekedarnya saja. Sebab boleh jadi sekelompok orang terlalu berlebihan dalam mencintai sehingga mereka menjadi binasa karenanya”.

Artinya, ketika anda mencintai maka cintailah sekedernya saja jangan berlebihan. Karena apabila berlebihan kelak mungkin anda akan sengsara dengan kesengsaran yang luar biasa ketika cinta berubah menjadi benci.

Sebaliknya, ketika anda membenci makan bencilah sekedarnya saja dan jangan berlebihan. Sebab apabila demikian kelak mungkin anda akan malu luar biasa ketika benci berubah menjadi cinta.

Adapun ucapan ‘Umar bin Khoththob Rodhiyallahu ‘anhu ini merupakan hadits terakhir dalam kitab Adabul Mufrod karya Imam Bukhori Rohimahullah. ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhu mengatakan,

لَا يَكُنْ حُبُّكَ كَلَفًا وَلَا بُغْضُكَ تَلَفًا. فَقُلْتُ كَيْفَ ذَاكَ ؟ قَالَ إِذَا أَحْبَبْتَ كَلِفْتَ كَلَفَ الصَّبِيِّ وَإِذَا أَبْغَضْتَ أَحْبَبْتَ لِصَاحِبِكَ التَّلَفَ

Janganlah kecintaanmu menjadi beban dan janganlah kebencianmu menjadi kerusakan/kerugian”. (Aslam ayahnya Zaid-pen) bertanya, ‘Bagaimana maksudnya ?’ ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhu menjawab, “Jika engkau mencintai (dengan kecintaain demikian -pen) berarti engkau telah membebani dirimu dengan cinta kekanak-kanakan. Jika engkau membenci (dengan kebencian demikian –pen) berarti engkau telah mencintai kehancuran pada orang yang engkau benci’.

Muhammad Al Mishri Rohimahullah mengatakan dalam Lisanul Arob[4],

والكَلَفُ الوُلُوْعُ بِالشَّيْءِ مَعَ شُغْلِ قَلْبٍ وَمَشَقَّةٍ

“(الكَلَفُ) adalah kecintaan pada sesuatu dengan ketersibukan dan kesusahan/kegalauan hati”.

Syaikh DR. Muhammad Luqman Hafizhahullah mengatakan,

“Sehingga makna ucapan ‘Umar Rodhiyallahu ‘anhu adalah janganlah kecintaanmu terhadap sesuatu mencapai derajat dimana hatimu tersibukkan dengannya dan menyebabkan engkau susah/galau. Dan janganlah kebencianmu kepada seseorang menjadikanmu berharap kehancuran dan kesengsaraan untuknya. Sedangkan cinta kekanak-kanakan maksudnya adalah kecintaan yang hatimu senantiasa tersibukkan dengannya”[5].

Beliau melanjutkan,

“Sudah seyogyanya, seorang muslim memiliki sikap pertengahan pada setiap keadaan. Jika dia mencintai seseorang maka janganlah dia tidak terlalu menyibukkan hatinya atas orang itu. Sehingga kecintaan itu menjadi berat dan beban baginya. Demikian pula, ketika dia harus membenci sebagian perbuatan buruk orang tersebut karena Allah atau hatinya tidak punya tempat bagi orang tersebut. Maka janganlah kebencian itu mencapai tingkat kebencian buta yang membutakan penialainnya. Sehingga melahirkan angan-angan kehancuran dan kesengsaraan untuknya. Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut dan Dia mencintai kelembutan. Seorang mukmin adalah orang yang tenang, mudah dan lembut murah hati”[6].

Mari berusaha merealisasikannya mudah-mudahan berbuah manis bagi kita.

 

 

Jum’at, 15 Shoffar 1437 H, 27 Nopember 2015 M

Aditya Budiman bin Usman bin Zubir

[1] HR. Tirmidzi no. 1997, Bukhori dalam Adabul Mufrod no. 1321. Tirmidzi Rohimahullah mengatakan, ‘Hadits ini shohih secara mauquf dari ‘Ali bin Abi Tholib Rodhiyallahu ‘anhu.

[2] Tambahan dari Faidhul Qodir hal. 228/I via Syamilah.

[3] An Nihayah fi Ghoribil Atsar hal. 663/V cet. Maktabah Ilmuyah, Beirut via Syamilah.

[4] hal. 3917/V.

[5] Lihat Rosyul Barod Syarh Adabul Mufrod hal. 738 Terbitan Dar Ad Da’i, Riyadh, KSA.

[6] idem.

 

 

Tulisan Terkait

One Comment ( ikut berdiskusi? )

Leave a Reply