Tafsir Surat Al Kahfi (12)

17 Jan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tafsir Surat Al Kahfi (12)

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin yang telah menurunkan Al Qur’an sebagai petunjuk. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam, istri-istri Beliau, Keluarganya, para Sahabatnya dan ummat Beliau yang senantiasa meniti jalannya dengan baik hingga hari kiamat.

Pada edisi kali ini kita akan melanjutkan pembahasan edisi sebelumnya.

[Tafsir Surat Al Kahfi ayat 15]

Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

هَؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا (15) 

“Kaum kami ini (orang-orang musyrik) telah menjadikan selain Dia (Allah) sebagai sesembahan. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan/bukti yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zholim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?”(QS. Al Kahfi [18] : 15)

Firman Allah Subhana wa Ta’ala (هَؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً) ‘‘Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia (Allah) sebagai sesembahan’’. Potongan ayat ini terdapat isyarat mereka tentang faktor pendorong mengapa mereka lari dari kaumnya dan mengasingkan diri. Mereka mengatakan, هَؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً) ‘‘Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia (Allah) sebagai sesembahan’’. Maksudnya mereka kaum kami ini telah menjadikan/membuat sesembahan-sesembahan selain Allah. Mereka beribadah/menyembah kepada selain Allah.

Firman Allah Subhana wa Ta’ala (لَوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ) ‘‘Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan/bukti yang jelas/pasti (tentang kepercayaan mereka) ?” Maksudnya sudah sepantasnyalah mereka harus mendatangkan alasan yang jelas mengapa mereka beribadah/menyembah selain Allah. Jika yang mereka lakukan adalah sebuah kebenaran maka setidaknya mereka harus mendatangkan alasan yang jelas dalam 2 hal :

  1. Alasan yang menjelaskan dasar penetapan mereka bahwa sesembahan mereka adalah sesuatu yang layak disembah.

  2. Alasan  yang menjelaskan dasar penetapan mereka bahwa peribadahan/penyembahan mereka kepada sesembahan mereka selain Allah adalah benar.

Alasan yang jelas tentang kedua hal di atas mustahil mereka dapatkan.

Firman Allah ‘Azza wa Jalla (بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ) “Bukti yang jelas/pasti”. (سُلْطَانٍ) adalah setiap hal yang kuat/jelas bagi setiap manusia. Namun terkadang yang dimaksud dengan (سُلْطَانٍ) adalah dalil. Sebagaimana firman Allah Tabaroka wa Ta’ala,

إِنْ عِنْدَكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ بِهَذَا

“Kamu tidak mempunyai dalil tentang ini”.(QS. Yunus [10] : 68)

Terkadang yang dimaksud dengan (سُلْطَانٍ) adalah kekuatan/kekuasaan, semisal dalam firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

“Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mendikannya sebagai pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah”.(QS. An Nahl [16] : 100)

Terkadang lagi yang dimaksud dengan (سُلْطَانٍ) adalah hujjah atau burhan/bukti, semisal dalam firman Allah Ta’ala pada surat Al Kahfi ayat 15 ini (بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ) “Bukti/hujjah yang jelas/pasti”. Yaitu bukti yang nyata yang dengannya hal itu mereka akan memiliki kekuatan/kekuasaan.

Oleh karena itulah mereka mengatakan,

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

“Siapakah yang lebih zholim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (QS. Al Kahfi [18] : 15)

Huruf fa’ (فَ) dalam ayat ini merupakan pemisah. Sedangkan huruf man (مَنْ) merupakan huruf man istifham/kata tanya yang bermakna nafi/peniadaan. Sehingga maksud ayat adalah tidak ada yang lebih zholim daripada orang-orang yang berdusta terhadap Allah. Ketahuilah bahwa istifham/kata tanya jika mengandung makna nafi/peniadaan maka akan mengalami panambahan makna, yaitu padanya ada makna tantangan. Karena penafian/peniadaan saja tidak menunjukkan adanya tantangan. Semisal jika anda mengatakan (مَا قَامَ زَيْدٌ) Zaid tidak berdiri. Namun jika anda mengatakan (مَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا) “Siapakah yang lebih zholim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” maknanya seakan-akan anda mengatakan, ‘Beritahukan kepadaku atau datangkan seseroang di hadapanku yang lebih zholim daripada orang yang berdusta/mengadakan kebohongan terhadap Allah’.

Firman Allah Subhana wa Ta’ala (فَمَنْ أَظْلَمُ) “Maka siapakan yang lebih zholim” yaitu siapa yang lebih parah kezholimannya daripada orang yang berdusta/mengadakan kebohongan atas Allah dengan menetapkan adanya syarikat/tandingan terhadap Allah. Setiap orang yang berdusta terhadap Allah maka tidak ada yang lebih zholim darinya.

Anda saja sekiranya berani berdusta atas nama seseorang maka ini adalah sebuah kezholiman. Demikian pula jika orang yang anda berdusta tentangnya adalah seorang yang memiliki kedudukan tinggi maka kezholimannya akan semakin parah dari pada pada kasus yang pertama. Maka demikianlah seandainya anda berdusta atas Allah maka tidak ada kedustaan yang lebih tinggi/parah dari ini. Oleh karena itulah Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

“Siapakah yang lebih zholim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (QS. Al Kahfi [18] : 15)

Jika ada yang mengatakan, ‘Kami juga mendapatkan Allah berfirman

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ

“Dan siapakah yang lebih zholim daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya”.(QS. Al Baqoroh [2] : 114)

Kata (أَظْلَمُ) ‘lebih zholim’ merupakan merupakan isin tafdhil/ kata yang menunjukkan paling. Maka bagaimana mengkompromikan hal ini ?’

Kita jawab, sesungguhnya komprominya adalah sesungguhnya isim tafdhil hanya pada konteks makna ayatnya. Misalnya,

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ

“Dan siapakah yang lebih zholim daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya”. (QS. Al Baqoroh [2] : 114)

Maka yang dimaksud adalah tidak ada yang lebih zholim dalaham hal menghalang-halangi daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah di mesjid Allah. Demikian juga dalam hal berdusta. Maka yang tidak ada yang lebih zholim daripada orang yang berdusta atas Allah. Sehingga makna paling zholim tergantung makna dibawakan dalam ayat tertentu dan bukan zholim secara mutlak. Karena jika kezholiman dalam salah satu ayat di atas dimaknai mutlak maka akan ada saling bertolak belakang.

Kemudian jika ada yang mengatakan, ‘apakah tidak mungkin kita katakan bahwa kedua ayat di atas bersatu/bersamaan dalam hal kezholiman?’

Maka jawabannya tidak mungkin, karena kezholiman orang yang berdusta atas Allah lebih parah daripada kezholiman orang yang menghalang-halangi menyebut Nama Allah di mesjid Nya.

***

[diterjemahkan secara bebas dari Kitab Tafsir Surat Al Kahfi oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 28-30 terbitan Dar Ibnul Jauzi Riyadh, KSA]

 

Aditya Budiman bin Usman

-yang mengharap ampunan Robbnya-

 

Tulisan Terkait

Leave a Reply