Yang Dilakukan Makmum Sebelum/Pada Saat Khutbah Jum’at

27 Feb

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Yang Dilakukan Makmum Sebelum/Pada Saat Khutbah Jum’at

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin yang telah menurunkan Al Qur’an sebagai petunjuk. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam, istri-istri Beliau, Keluarganya, para Sahabatnya dan ummat Beliau yang senantiasa meniti jalannya dengan baik hingga hari kiamat.

Edisi kali ini kita akan ketengahkan seputar hal yang dilakukan makmum sebelum/pada khutbah Jum’at.

1. Bersegera menuju ke mesjid

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلاَئِكَةٌ يَكْتُبُونَ الأَوَّلَ فَالأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الإِمَامُ طَوَوُا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِى يُهْدِى الْبَدَنَةَ ثُمَّ كَالَّذِى يُهْدِى بَقَرَةً ثُمَّ كَالَّذِى يُهْدِى الْكَبْشَ ثُمَّ كَالَّذِى يُهْدِى الدَّجَاجَةَ ثُمَّ كَالَّذِى يُهْدِى الْبَيْضَةَ

 “Ketika tiba hari Jum’at maka malaikat akan berada pada setiap pintu-pintu mesjid. Mereka akan menulis orang-orang yang datang lebih awal kemudian yang setelahnya. Jika imam telah duduk (mengucapkan salam lalu adzan dikumandangkan –ed.) maka para malaikat pun menutup buku catatan mereka dan datang (mendekati imam –ed) untuk mendengarkan khutbah. Permisalan orang yang bergegas untuk berangkat sholat Jum’at pada waktu tengah hari adalah semisal orang yang berqurban dengan seekor onta yang gemuk. Kemudian orang yang setelahnya semisal berqurban dengan seekor sapi. Kemudian orang yang setelahnya semisal berqurban dengan seekor domba/kambing. Kemudian orang yang setelahnya semisal berqurban dengan seekor ayam. Kemudian orang yang setelahnya semisal berqurban dengan sebuah telur”[1].

Hadits yang juga diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda,

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِى السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

“Barangsiapa yang mandi untuk melaksanakan sholat Jum’at dengan mandi semisal mandi janabah kemudian berangkat menuju mesjid maka seakan-akan ia berkurban dengan seekor onta gemuk. Kemudian orang yang berangkat setelahnya  seakan-akan ia berkurban dengan seekor sapi. Kemudian orang yang berangkat setelahnya  seakan-akan ia berkurban dengan seekor kambing/domba. Kemudian orang yang berangkat setelahnya  seakan-akan ia berkurban dengan seekor ayam. Kemudian orang yang berangkat setelahnya  seakan-akan ia berkurban dengan sebutir telur. Maka apabila imam telah keluar (untuk memulai khutbah –ed) malaikatpun akan hadir untuk mendengarkan khutbah”[2].

2. Berjalan Menuju Mesjid dan Tidak Mengendarai Kendaraan Kecuali Karena Kebutuhan

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aus bin ‘Aus Rodhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ وَغَدَا وَابْتَكَرَ فَدَنَا وَأَنْصَتَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ كَأَجْرِ سَنَةٍ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا

“Barangsipa yang mandi untuk sholat Jum’at kemudian bersegera berangkat ke mesjid dengan berjalan kaki tanpa menggunakan kendaraan, kemudian mendekati imam/khotib ketika khutbah, kemudian diam mendengarkan khutbah dan tidak berbuat sia-sia. Maka setiap langkah kakinya akan mendapatkan pahala amalan setahun yaitu puasa dan sholat malamnya”[3].

3. Sholat Tahhiyatul Mesjid

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdullah Rodhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

دَخَلَ رَجُلٌ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ « أَصَلَّيْتَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « قُمْ فَصَلِّ الرَّكْعَتَيْنِ ».

‘Seorang laki-laki datang memasuki mesjid (kemudian duduk –ed.) pada saat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sedang berkhutbah Jum’at. Lalu Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bertanya pada orang tersebut, “Apakah kamu sudah sholat ?” Dia menjawab, ‘Belum’. Lalu Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan, “Berdirilah, sholatlah dua roka’at”[4].

Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim hafidzahullah mengatakan,

“Pada hadits ini terdapat penjelasan apabila seseorang sudah terlanjur duduk dan belum melaksanakan sholat dua roka’at maka dianjurkan baginya untuk berdiri dan melakukan sholat dua roka’at (tahiyatul mesjid -ed) walaupun khotib sedang berkhutbah. Hendaklah ia meringankan sholatnya dan tidak menambah rokaatnya melebihi 2 rokaat tersebut. Jika dia datang sebelum khotib berkhutbah maka ia boleh mengerjakan sholat sunnah sebanyak mungkin semampunya menurut pendapat jumhur ulama. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Salman Al Farisi Rodhiyallahu ‘anhu,

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ وَمَسَّ مِنْ طِيبٍ – إِنْ كَانَ عِنْدَهُ – ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ ……

“Barangisiapa yang mandi untuk sholat Jum’at, mamakai pakaiannya yang terbaik, menggunakan wewangian –jika dia punya-, kemudian mendatangi sholat Jum’at dan tidak memisahkan pundak orang lain kemudian sholat sesuai kemampuan yang telah Allah tetapkan untuknya kemudian diam………….”[5].

 

4. Tidak Melangkahi Pundak Orang Lain

Dalilnya hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Busyr Rodhiyallahu ‘anhu,

جَاءَ رَجُلٌ يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ

Seorang laki-laki datang dan melangkahi pundak orang lain ketika Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sedang khutbah. Beliau Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Duduklah, engkau telah mengganggu dan terlambat”[6].

Dalil lainnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Salman Rodhiyallahu ‘anhu di atas.

Perhatian

Dikecualikan dari hal ini apabila terdapat tempat kosong/celah diantara dua orang karena kelalailan kedua orang tersebut dan sama sekali bukan kesalahan orang yang melangkahinya, maka hal ini tidak mengapa. Demikian juga jika seseorang hendak menunaikan hajatnya ketika sedang khutbah sehingga ia keluar dan melintasi pundak dua orang lalu kembali menuju tempatnya.

5. Berusaha Mendekati Imam Ketika Khutbah

Dalinya adalah hadits yang diriwayatkan dari Samuroh bin Jundub Rodhiyallahu ‘anhu, bahwa sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

احْضَرُوا الذِّكْرَ ، وَادْنُوا مِنَ الإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ لاَ يَزَالُ يَتَبَاعَدُ حَتَّى يُؤَخَّرَ فِي الْجَنَّةِ وَإِنْ دَخَلَهَا

“Hadirilah khutbah Jum’at dan mendekatlah kepada imam/khotib. Karena sesungguhnya seseorang laki-laki yang senantiasa menjauh darinya hingga kelak dia akan diakhirkan ketika hendak masuk surga walaupun dia termasuk penduduk surga”[7].

6. Mendengarkan Khutbah dan Tidak Berbuat Sia – Sia

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Sahabat ‘Aus bin ‘Aus Rodhiyallahu ‘anhu di atas,

وَأَنْصَتَ وَلَمْ يَلْغُ

“……Kemudian diam mendengarkan khutbah dan tidak berbuat sia-sia……”[8].

Diriwayatkan secara tsabit dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

“Jika engkau mengatakan kepada temanmu pada hari Jum’at saat khotib khutbah maka sungguh engkau telah melakukan perbuatan sia-sia”[9].

Demikian juga hadits yang diriwayatkan dari Jalur Amr bin Syu’aib dari Ayahnya dari kakeknya secara marfu,

مَنْ لَغَا وَتخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ كَانَتْ لَهُ ظُهْرًا

“Barangsiapa yang telah berbuat sia-sia dan melangkahi pundak (makmum lainnya) maka sholat Jum’at tersebut menjadi sholat Zhuhur baginya”[10].

Syaikh Abu Malik hadifdzahullah mengatakan, “Maksudnya pahalanya berkurang sehingga dia tidak mendapatkan pahala ibadah Jum’at yang sempurna”.

Jumhur Ulama berpendapat haram hukumnya makmum saling berbicara diantara mereka.

Perhatian :

1. Jika ada makmum yang berbica pada saat khotib berkhutbah maka boleh memberikan isyarat kepadanya untuk diam. Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘anhu,

‘Ketika suatu hari Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sedang khutbah di atas mimbar, berdirilah seorang laki-laki dan bertanya, ‘Kapan hari qiyamat terjadi wahai Nabi Allah ? Kemudian Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam diam. Kemudian sahabat yang lain mengisyaratkan pada orang tersebut untuk duduk namun dia enggan’[11].

Syaikh Abu Malik hadifdzahullah mengatakan, “Termasuk dalam hal ini adalah membalas salam pada orang yang mengucapkannya. Hal ini tidaklah dilakukan melainkan dengan isyarat”.

2. Bolehnya berbicara kepada imam/khotib ketika sedang khutbah apabila ada keperluan. Baik yang memulai berbicara adalah makmum atau makmum menjawab pertanyaan imam/khotib. Dalilnya sebagaimana diriwayatkan dari ‘Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘anhu,

فَبَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ عَلَى الْمِنْبَرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَامَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَ الْمَالُ وَجَاعَ الْعِيَالُ فَادْعُ اللَّهَ لَنَا

‘Ketika Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sedang berkhutbah di atas mimbar pada hari Jum’at berdirilah seorang arab badui. Kemudian ia berkata, “Wahai Rosulullah harta benda telah ludes dan keluarga kami telah kelaparan, (dalam riwayat lain telah binasa hewan ternak –ed.) maka berdo’alah kepada Allah untuk kami….”[12].

Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat kita amalkan.

[disadur dari Kitab Shohih Fiqh Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim hafidzahullah hal. 577-590/I terbitan Maktabah Taukifiyah, Mesir]

 

Mudah-mudahan bermanfaat.

Sigambal, bersama si buah hati Syifa

Kamis  27 Robi’ul Akhir 1435 H/ 27 Pebruari 2014 M

 

Aditya Budiman bin Usman

-yang mengharap ampunan Robbnya-



[1] HR. Bukhori no. 3211 dan Muslim no. 850.

[2] HR. Bukhori no. 881 dan Muslim no. 2001.

[3] HR. Ahmad no. 16217. Hadits ini sanadnya shohih sebagaimana dikatakan Syaikh Syu’aib Al Arnauth Rohimahullah.

[4] HR. Bukhori no. 930 dan Muslim no. 875.

[5] HR. Abu Dawud no. 343, Ahmad no. 23776. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dan dinyatakan shohih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth Rohimahumallah.

[6] HR. Abu Dawud no. 1118 dan Ahmad no. 1773. Sanad hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth.

[7] HR. Abu Dawud no. 1108 dan Ahmad no. 20130. Sanad hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani Rohimahumallah.

[8] HR. Ahmad no. 16217. Hadits ini sanadnya shohih sebagaimana dikatakan Syaikh Syu’aib Al Arnauth Rohimahullah.

[9] HR. Bukhori 934 dan Muslim no. 851.

[10] HR. Abu Dawud no. 347 dan Ibnu Khuzaimah no. 1810. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh Al Albani Rohimahumallah.

[11] Penulis Shohih Fiqh Sunnah (hal. 589/I) mengatakan hadits ini diriwayatkan Bukhori no. 6167, Ibnul Mundzir no. 1807 dan Ibnu Khuzaimah. Kemudian beliau menilai hadits ini shohih.

[12] HR. Bukhori no. 968.

Tulisan Terkait

Leave a Reply