Tipu Daya Iblis Atas Orang-Orang Miskin

3 Feb

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tipu Daya Iblis Atas Orang-Orang Miskin

Alhamdulillah wa shollatu wa sallamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi ajma’ain.

Pada artikel sebelumnya telah kami ketengahkan perkataan Ibnul Jauziy Rohimahullah seputar tipu daya syaithon atas orang-orang kaya (klik di sini).

Pada kesempatan kali ini kita akan ke tengahkan perkataan Ibnul Jauziy Rohimahullah seputar tipu daya syaithon atas orang-orang miskin.

Beliau Rohimahullah mengatakan,

قد لبس إبليس على الفقراء فمنهم من يظهر الفقر وهو غني. فان أضاف الى هذا السؤال والأخذ من الناس, فانما يستكثر من نار جهنم.

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال:

“من سأل الناس أموالهم تكثرا فإنما يسأل جمرا فليستقل منه أو ليستكثر”.

“Iblis telah membuat tipu daya atas orang-orang yang fakir. Diantara mereka (yang ditipu iblis -ed.) menampakkan kefakiran padahal sebenarnya ia adalah orang yang kaya. Hal ini jika diperburuk dengan meminta-minta kepada dan mengambil sumbangan orang maka akan memperbanyak bara api neraka jahannam pada dirinya sendiri.

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam beliau bersabda,

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

“Barangsiapa yang meminta-minta harta kepada orang lain dalam rangka memperbanyak harta miliknya maka sesungguhnya dia sedang meminta bara api neraka. Maka silakan ia menyedikitnya atau memperbanyaknya”[1].

وإن لم يقبل هذا الرجل من الناس شيئا وكان مقصوده باظهار الفقر أن يقال رجل زاهد فقد رآى.

“Jika dia tidak menerima sumbangan apapun dari orang lain (karena menampakkan kemiskinannya –ed.) namun maksudnya adalah untuk menunjukkan kefakirannya kepada orang lain bahwa dia adalah orang yang zuhud maka sungguh ia telah melakukan perbuatan riya’”.

وإن كتم نعمة الله عنده ليظهر عليه الفقر لئلا ينفق ففي ضمن بخله الشكوى من الله.

“Bila dia menyembunyikan nikmat Allah atasnya agar dirinya terlihat fakir sehingga dia tidak dituntut berinfak. Maka pada keadaan demikian terkandung pada kebakhilannya adanya keluh kesah atas (takdir –ed.) Allah”.

وإن كان فقيرا محقا فالمحتسب له كتمان الفقر وإظهار التجمل.

فقد كان في السلف من يحمل مفتاحا يوهم أن له دارا ولا يبيت إلا في المساجد.

“Jika dia benar-benar orang yang fakir, maka hendaklah (disunnahkan) menyembunyikan kefakirannya dan menunjukkan kebaikan. Sungguh dahulu para salaf diantara mereka ada yang sengaja membawa kunci agar orang lain mengira dia memiliki rumah[2], padahal sebenarnya dia tidak memiliki rumah bahkan rumah tinggalnya hanyalah mesjid-mesjid”.

ومن تلبيس إبليس على الفقراء أنه يرى نفسه خيرا من الغني إذ قد زهد فيما رغب ذلك الغني فيه.

وهذا غلط وان الخيرية ليست بالوجود والعدم وإنما هي بأمر وراء ذلك.

Diantara bentuk tipu daya syaithon atas orang-orang fakir adalah mereka merasa diri mereka lebih baik dari pada orang kaya. Karena mereka telah berzuhud atas apa yang diinginkan orang-orang kaya (berupa harta –ed.). Maka hal ini merupakan sebuah kekeliruan karena kebaikan bukanlah pada ada atau tidaknya harta melainkan kebaikan adalah hal yang ada di balik ada atau tidaknya harta[3]”.

 

 

Diterjemahkan dengan perubahan redaksi seperlunya dari Kitab Al Muntaqoo An Nafiis min Talbiis Ibliis li Imam Ibnil Jauziy karya Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah hal. 547-548 terbitan Dar Ibnu Jauziy, Riyadh, KSA]

Mudah-mudahan bermanfaat.

 

 

 

Sigambal, setelah subuh

28 Robi’ul Awwal 1435 H / 30 Januari 2014 M / Aditya Budiman bin Usman



[1] HR. Muslim no. 1041.

[2] Hal ini berbeda sama sekali dengan apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebagian orang di zaman ini bertingkah, berbicara seoalah-olah dia memiliki rumah padahal tidak. Namun yang melatarbelakanginya bukanlah agar orang tidak mengira dia adalah orang yang fakir dan menghindarkan dirinya dari meminta-minta. Namun kebanyakan motivasinya adalah agar tidak malu dan sombong kepada orang lain. Allahu mus’ata’an wa nas’alullaha salaamah. (ed.)

[3] Yaitu jika memiliki harta, maka harta itu akan baik baginya jika ia bersyukur. Namun jika ia tidak memiliki harta yang banyak maka wajib baginya bersabar maka sabar itu merupakan kebaikan baginya. (ed.)

Tulisan Terkait

Leave a Reply